19 Mei 2010

AIRKU, KEMANA KAU 'KAN MENGALIR ?

Saat aku membaca email tentang Lomba Menulis Artikel Ilmiah IATMI 2010, pikiranku langsung tertuju pada pengalamanku saat kami dari mahasiswa STAIC mengikuti kegiatan KKMT (Kuliah Kerja Mahasiswa Terpadu) di desa Pabuaran Wetan, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, tanggal 08 Februari s/d 08 Maret 2009. Aku ingat, daerah itu bermasalah pada lingkungan hidup yang kurang bersih, terutama ketiadaannya pembuangan saluran air limbah yang menggenang. Akibatnya bisa dibayangkan, bau tak sedap, pemandangan yang sangat "indah", dan tanah becek ada di mana-mana. Wuih, sangat tak nyaman jika kita melewatinya.


Melihat situasi seperti itu, kami pun berencana membuat program penormalan (pelancaran) saluran air limbah tersebut. Namun, rencana tinggal rencana. Program tersebut tidak bisa terealisasikan dengan baik, karena berbagai alasan, seperti kurangnya dana untuk mensosialisasikan program tersebut, juga kurangnya dukungan dari desa, sehubungan dengan kondisi lahan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk membuat sarana tersebut. Sebenarnya kami sangat kecewa, karena keinginan kami tidak bisa terlaksana. Namun itu bisa dimaklumi, karena keterbatasan waktu kami dalam menyelenggarakan KKMT di sana. Jatah waktu satu bulan tidaklah cukup untuk merealisasikan rencana itu, selain berbarengan dengan kegiatan PPL kami di sana. Apalagi, sebenarnya program tersebut sudah lama diagendakan pemerintah daerah setempat, namun semuanya "mentok"! Ujung-ujungnya karena terbentur dana yang tidak sedikit untuk membangun sarana yang dibutuhkan masyarakat tersebut. Terlalu banyak alasan yang kami dengar, yang membuat kami jadi mengerti, dan memaksa semua orang untuk bisa memaklumi, bahwa membangun proyek saluran air limbah yang tepat adalah hal yang mustahil, meskipun sebenarnya hal itu bisa terwujud. Tapi entahlah! Dengan cara apa? Benarkah tidak ada cara lain yang lebih mudah dan berhasil tanpa harus ada dana yang besar? Hal ini memang diperlukan pemikiran yang matang.


Saluran air di selokan-selokan yang berada depan rumah-rumah maupun yang di belakang rumah-rumah penduduk semuanya mampet dan menggenang karena selalu penuh. Genangan air itu disebabkan karena tertutupnya jalan keluar di saluran air tersebut, karena tidak adanya muara pembuangan air limbah. Dan ini yang menyebabkan jalan di sekitar selokan yang "buntu" tersebut menjadi becek dan menjijikan, karena warna air selokan yang hitam pekat dan berbau sangat tak sedap. Jika melewatinya, rasanya aku ingin muntah.


Selain tidak adanya saluran air limbah yang sehat, juga banyaknya timbunan sampah yang baunya sangat menyengat, membuatku ingin menutup hidungku rapat-rapat. Sampah tersebut tepat berada di belakang Kantor Kuwu. Kuwu adalah sebutan lain Kepala Desa yang ada di daerah Cirebon. Ini mengherankan, dan sangat patut dipertanyakan : kenapa? Seharusnya timbunan sampah tersebut disingkirkan atau dipindahkan ke tempat lain yang jauh dari Balai Pertemuan warga desa tersebut. Apa tidak ada cara lain untuk membenahi masalah ini?


Sebenarnya warga setempat juga mengeluhkan dengan adanya bau tak sedap yang ditimbulkan dari genangan air selokan tersebut, juga dengan adanya timbunan sampah di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) tersebut. Dan informasi yang kudapat, sebenarnya sudah banyak upaya mencari jalan keluar dari masalah ini, tapi selalu "mentok" terus, dan tidak bisa merubah apa yang sudah lama ada. Menurutku, hal itu sangat mengkhawatirkan. Bukankah lingkungan yang tidak sehat tidak akan menghasilkan peradaban yang sehat? Tapi lagi-lagi mereka hanya bisa menjawab : "Kami sudah mengetahui permasalahan ini beserta dampak-dampaknya, karena sejak dulu yang dibahas selalu masalah saluran air limbah dan TPS yang semakin menggunung. Tapi dengan kondisi desa yang kecil, lahan yang sempit, sungai yang hampir tidak ada, memerlukan pemikiran-pemikiran yang matang untuk mengentaskan permasalahan ini. Kami yakin, penduduk dan aparat desa juga sebenarnya sudah bosan dengan masalah ini."


Dari permasalahan itu, membuat warga khawatir dengan beberapa penyakit yang mengancam, karena mampetnya air di selokan-selokan membuat nyamuk DBD mudah berkembang biak. Selain itu, sendimentasi lumpur bercampur minyak setinggi 20 cm akan menimbulkan bau tak sedap. Nyamankah hidup dengan bau tak sedap setiap hari?


Menurutku, ada beberapa cara yang mungkin bisa dilakukan guna melancarkan saluran air agar berfungsi normal :

-Lakukan pembersihan, sehingga tanah endapan berhasil dientaskan.

-Menghentikan kebiasaan buruk masyarakat yang masih sering membuang sampah secara sembarangan ke saluran air.

-Mengirim surat peringatan terhadap pihak yang sering membuang limbah sembarangan, seperti rumah-rumah makan. Jika perlu menutup rumah-rumah makan tersebut jika peringatannya tidak diindahkan sama sekali.

-Dinas Lingkungan Hidup hendaknya lebih memperketat perijinan rumah makan.

-Harusnya setiap rumah makan memiliki threatment (sarana penanganan limbah). Dan sayangnya yang kita ketahui, banyak rumah makan yang tidak dilengkapi sarana ini, dan menjadi penyebab mampetnya saluran air yang menjadi tanggung jawab dinas PU.


Dan dari semua itu, yang lebih dominan menjadi penyebab mampetnya saluran air atau timbunan sampah yang menggunung, adalah pembangunan sarana yang tidak memadai. Dalam arti, untuk mewujudkan semua itu diperlukan adanya dana finansial yang tidak sedikit. Mampukah kita mengatasi semuanya itu? Dan ini PR buat kita semua, terutama pemerintah!


***By : Puput Happy***
(Anggota FLP Tegal)

1 komentar:

  1. wah itu bagus juga, kalau perlu diadakan gotong royong aja seminggu sekali atau begini buat waduk biopori aja jadi air selokan bisa terbuang dan kotoran besar bisa langsung diambil meskipun waduk biopori tidak besar tapi warga bisa sewaktu waktu bisa membersihkannya sendiri membersihkannya sendiri.

    BalasHapus

Komentar Anda