17 Agustus 2011

Soulmate Writing Battle, Ketentuan dan Contohnya, Check This Out




Sudah menemukan soulmate di hidup kamu? Ingin nunjukin kekompakan kamu dan soulmate-mu? Coba deh event nulis bareng soulmate ini. Nggak harus pacar atau pasangan, boleh kakak adik, sahabat, ibu dan anak, pokoknya orang yang ngertiin kamu banget dan yang kamu anggap sebagai soulmate kamu.



Ketentuan:

1. Peserta terdiri dari sepasang soulmate (kamu dan soulmate kamu).
2. Karya berbentuk kumpulan cerpen yang terdiri dari 5 cerita. Tiap cerita terdiri dari sepasang cerpen menggunakan dua sudut pandang yang berbeda. Satu ditulis oleh kamu dan satu lagi oleh soulmate kamu.
3. Masing-masing cerpen minimal 5 maksimal 10 hal. A4 spasi 1 ½ Times New Roman 12.
4. Tema : Bebas asal tidak mengandung SARA.
5. Peserta cukup mengirimkan 1 (SATU) karya terbaik.



Teknis pengiriman naskah:

1. Kirim karyamu ke eventleutika@hotmail.com dengan subjek “Soulmate Writing Battle” (menggunakan akun e-mail salah satu peserta).
2. Lengkapi karyamu dengan biodata masing-masing penulis: (Nama asli, nama pena, tempat tanggal lahir, alamat sesuai KTP, alamat surat, email, fb, no telp/HP yang bisa dihubungi, dan no rekening yang masih aktif). Cantumkan siapa yang menjadi koordinator untuk pengiriman hadiah.
3. Untuk memudahkan proses download kami, kumpulkan karya dalam satu file doc., jangan mengirimkannya dalam bentuk file yang terpisah-pisah.
4. Mohon untuk meng-attach file dan tidak menaruh karya maupun biodata di badan email.
5. Setiap karya yang dikirim ke selain email di atas, tidak kami data dan kami anggap tidak sah.
6. Posting gambar event & materi lomba di FB masing-masing. Tag minimal 25 orang. Mohon tidak mentag FB Leutika Publisher/Leutika Publisher Dua/LeutikaPrio, pendataan kami lakukan via email.
7. Peserta tidak diperbolehkan memosting karya yang diikusertakan selama lomba berjalan, baik dalam blog pribadi maupun notes FB. Bagi yang mengikutsertakan cerpen yang pernah diposting di blog pribadi, mohon untuk menghapus postingan tersebut.



Hadiah:

Dipilih 5 karya terbaik sebagai pemenang untuk mendapatkan:

1. 5 karya terbaik diterbitkan menjadi buku oleh LeutikaPrio menggunakan paket Regular Rp 500.000.
2. 2 eksemplar hasil buku jadi dan royalti dari penjualan buku yang hanya dijual secara online.
3. 2 judul buku dari Leutika Publisher (judul tidak bisa memilih).
4. Gratis berlangganan Smile E-Magz selama satu tahun.
5. Piagam



Hadiah buku akan dikirim langsung ke alamat salah satu peserta dari pasangan pemenang.



Bagi peserta yang belum menang, tetap mendapatkan e-piagam dan diskon biaya penerbitan di LeutikaPrio senilai 20% dari semua paket. Deadline diskon akan kami informasikan setelah lomba selesai. Hak karya kami kembalikan ke masing-masing peserta bagi peserta yang belum menang.



Deadline: 30 September 2011 (jam 12 malam).



Pengumuman Pemenang: 17 Oktober 2011 (jam 12 siang) di www.leutika.com dan www.leutikaprio.com dan seluruh FB Leutika.



CONTOH

Berikut ini contoh 1 cerita SWB yang terdiri dari sepasang cerpen. Jadi, nanti kamu dan soulmate harus menulis 5 cerita dengan format seperti ini :)



Aku Baik (Cerpen 1 yang ditulis oleh kamu, sudut pandang orang pertama Mira)



Aku buru-buru masuk ke dalam kedai coklat. Wah ternyata sama dinginnya dengan di luar yang hujan. Sama dinginnya juga dengan hatiku. Aneh sekali batinku. Cuaca hujan begini, AC tetap dinyalakan . Serasa ada di dalam kulkas pembeku daging. Aku memilih duduk di bar. Aku sendirian dengan wajah sembab tak karuan.



“Hot chocolate extra gula,” pesanku pada Jo, pelayan kedai langgananku.

“Kenapa Mir? Suntuk amat?” tanya Jo ramah.

“Taulah kau, tak usah tanya lagi,” jawabku sambil memutar mata. Lalu Jo hanya tersenyum. Ah, sialan Jo. Aku tahu benar dia tahu kenapa aku suntuk. Jo hanya basa-basi. Aku hafal itu.



Sambil menunggu cokelat panasku, lamunanku terbang ke masa tiga puluh menit yang lalu. Mataku langsung terasa panas, seperti terbakar. Aku menggelengkan kepalaku cepat. Kuambil handphone dari dalam tasku. Wah, ada pesan rupanya.



Kok kamu nggak datang-datang sih? Lupa ya? Udah mau mulai lo pilatesnya!



Hah, mau aerobic lah, belly dance lah, senam lantai lah, senam hamil lah, aku tak peduli lagi. Hatiku sedang tidak menentu. Pesan dari Indah tadi hanya bikin hatiku makin tidak enak. Nah, ini dia, coklat panasku datang. Dalam keadaan hati apapun, yang namanya cokelat tetaplah cokelat. Nikmat. Nikmat sekali.



“Putus lagi?” tanya seseorang di sampingku. Rasanya cokelat super lezat yang sudah dicerna baik-baik di dalam lambung langsung tancap gas sampai tenggorokan. Aku hampir tersedak. Aku menoleh. Orang ini amat innocent. Wajahnya bersih. Eh, sedikit mirip Rafi Ahmad. Dan, yang terpenting, aku tidak mengenalnya. Kuabaikan dia.



“Kok diam?” Tanya dia lagi. Aku gengsi untuk menjawab.



“Kok bisa ya ada orang yang kena jebakan berkali-kali. Tikus aja udah nggak mau masuk perangkap untuk malam yang kedua.” Lanjutnya sok tahu. Aku melotot padanya. Dia tertawa. Bunyi tawanya bikin kupingku amat panas. Kali ini aku gemas sekali.



“Kamu sok tahu banget. Nggak semua tikus itu tahu yang ada didepannya perangkap atau bukan! Siapa yang bisa tahu muslihat yang tampak indah di depan mata?” Cerocosku.



“Udahlah. Kamu itu punya karir bagus sebenarnya. Wajahmu juga lumayan (dia menahan senyum saat ucapkan ini). Yang nggak nguatin, kamu itu bego.”



“Hah? Bego? Kamu ini siapa? Kenal aku aja enggak, bisa ngatain aku bego. Benar-benar parah. Oke, aku memang berkali-kali ditinggalkan oleh kekasihku tanpa alasan yang jelas. Tapi aku tak tahu dimana kesalahanku. Aku selalu baik. Aku selalu menuruti apa yang dia mau. Aku tak pernah berpaling pada pria lain.” Aku agak menyesal dengan emosi aku mengeluarkan serentetan kalimat itu. Ah, aku terpancing. Jo hanya tersenyum di balik juicer melihat ke arah kami. Sial.



“Nah! Nah..nah! Itu, itu kesalahanmu! Kamu itu bego,” Jawabnya sambil terkekeh. Aku benar-benar emosi. Kutenggak cokelat panasku dengan cepat. Ah sial, aku lupa kalo masih panas. Menahan kebakaran di lidah, aku menyemprotnya lagi dengan kata-kata.



“Dimana?Dimana letak begonya??”



“Mira..Mira..Mira. Nggak selamanya berbuat baik itu adalah baik. Coba lihat hidupmu. Jalanmu sangat lurus. Lurus sekali seperti penggaris. Dan, apa yang kau dapat?”



Sumpah aku merasa bertemu dengan setan. Oh Tuhan, mana mungkin Kau mengirim setan ini padaku. Selama tiga menit aku merenung. Apa benar kata orang asing ini? Yang kutahu memang hidupku sangat lurus. Aku tak berani melakukan apapun yang gila. Sekalipun tidak. Aku bekerja dengan baik. Aku selalu menurut pada atasanku, yang sebenarnya tidak kusukai. Asal tahu saja, dia suka seenaknya. Melimpahkan semua pekerjaan padaku. Masalah cinta? Wah mungkin aku sudah dapat penghargaan jika ada penganugrahan wanita terlulut sedunia pada kekasihnya. Aku tidak pernah menolak ajakan teman-teman untuk hangout, walaupun kerjaan setinggi gunung Himalaya. Aku melakukan semua kebaikan di dunia ini, kurasa. Yang kudapat? Aku menyeruput cokelatku lagi, kali ini pelan-pelan. Huuf. Siapa sebenarnya orang ini.



“Mereka tidak akan membiarkan kamu di atas jika kamu yang terus mau berada di bawah,” kata orang asing itu sambil mengambil tas kerjanya dan beranjak berdiri. Aku hanya melongo mengamatinya.



“Tunggu!” Cegahku. Ah, kenapa aku mencegahnya sedangkan aku tak tahu untuk apa. Namun, dia tak berpaling. Dia meninggalkan kedai itu. Dia meninggalkan aku. Lagi-lagi aku ditinggalkan tanpa alasan yang jelas, bahkan oleh orang yang tak kukenal. Ini kiamat namanya. Ah sudahlah, sepertinya aku merasa peduli lagi pada latian pilates.



***



Aku Baik (Cerpen 2 yang ditulis oleh soulmate, sudut pandang orang ketiga di luar cerita tahu segala)



Jam 12.00 tepat, lelaki bertubuh tinggi kerempeng, karyawan di kedai coklat itu sudah siap dengan tugasnya. Setengah jam yang lalu, dia sudah sampai kedai dan segera menyiapkan apa-apa yang harus disiapkan untuk buka lapak, meski matanya masih berat untuk terbuka. Maklum, tadi malam dia tidak tidur. Hobi –yang juga jadi pekerjaannya membuatnya betah berlama-lama menangkap sosok model-model cantik dengan kameranya.



Siang ini mendung. Tanda-tanda akan turun hujan. Tanda-tanda kedai akan ramai pengunjung. Biasanya di musim hujan begini, akan banyak yang mampir untuk menghangatkan badan dengan secangkir cokelat panas spesial. Ini jadi masalah bagi Jo, si lelaki tinggi kurus itu. Dia amat mengantuk, tetapi harus bersiap menghadapi serbuan para pengunjung yang haus akan lezatnya coklat racikannya.



Jam 12.30. Hujan yang sudah diprediksi turun juga, tidak deras tapi sepertinya akan lama. Jo mengelap meja-meja di kedai kecil itu. Satu jam berlalu dan belum ada yang datang. Tumben, pikir Jo heran. Jo memutuskan untuk duduk di salah satu sofa kedai dan membaca majalah kuliner terbitan luar, hitung-hitung untuk menambah wawasan.



Ting-tong, bel tanda pintu dibuka mengagetkan Jo yang membaca sambil terkantuk-kantuk. Wah, pria itu lagi, pikir Jo. Masuklah seorang pria tegap berkulit putih ke dalam kedai. Dia melihat sekeliling, seperti sedang mencari sesuatu. Jo menyapa ramah, walaupun sebenarnya agak malas,” Selamat datang Kak!” Pria itu membalasnya dengan senyum sopan lalu berbalik dan keluar meninggalkan kedai. Ini dia alasan kenapa Jo agak malas dengan pria aneh ini. Pria ini adalah salah satu pelanggan kedai yang hampir tiap hari datang ke kedai, termasuk datang dan pergi lagi dalam hitungan detik seperti tadi. Jo tidak pernah tau namanya, karena pria ini juga tidak terlalu ramah dan selalu datang sendiri. Pernah suatu kali pria ini menanyakan sesuatu pada Jo, yang membuat Jo terheran-heran tapi sekaligus menangkap sedikit pemahaman. Pria ini menanyakan tentang Mira, pelanggan kedai juga. Jo tidak menyangka pria ini menaruh perhatian pada Mira.



Sudah tiga jam berlalu dari saat kedatangan aneh si pria berbadan tegap tadi. Jo sedang disibukkan dengan pelanggan yang datang dan pergi silih berganti. Matanya masih terkantuk-kantuk, tetapi ia berusaha tetap ceria saat melayani para pelanggannya. Hingga akhirnya, dia yang membuat Jo terus bertahan di kedai kecil ini datang. Hari ini si dia menggunakan jaket tebal berwarna putih gading dengan rambut sebahu digerai bebas. Rasa kantuk Jo sirna seketika. Ia menyiapkan posisi di bar untuk menyambut kedatangannya. Ah, lagi-lagi si dia membawa muka yang itu lagi.



“Kenapa Mir? Suntuk amat?” tanya Jo ramah.

“Taulah kau, tak usah tanya lagi,” jawab si dia dengan muka kesal. Jo tersenyum. Berkali-kali Jo melihat muka kesal gadis ini di kedai. Pilihan jawabannya hanya dua, berantem atau putus dengan pacarnya. Dalam hati sebenarnya Jo sedikit senang. Kalau Mira putus, berarti Jo ada kesempatan mendekatinya. Tapi, kesempatan ini juga belum tentu terbuka lebar, karena biasanya Mira dan si pacar putus nyambung berkali-kali. Kali ini Jo akan membuatkan coklat spesial pesanan Mira dengan sepenuh hati. Siapa tahu bisa mencairkan hatinya.



Jo terbelalak ketika tiba-tiba pria miterius yang tadi siang sempat datang, tiba-tiba sudah ada di sebelah Mira di bar. Sambil memasak ramuan coklat untuk Mira, Jo memperhatikan gerak-gerik pria itu.

“Ni Mir, biar kamu bisa senyum lagi,” gombal Jo menyodorkan secangkir cokelat panas sambil tersenyum. Senyum paling manis yang bisa Jo lakukan. Lalu mata Jo melirik tajam pada pria di sebelah Mira. Pria itu cuek memandangai papan menu yang terpasang di dinding belakang bar.



Jo tak bisa melepaskan satronannya dari Mira dan pria itu. Sambil sibuk membuatkan pesanan, Jo menguping pembicaraan mereka. Pria itu berceramah tentang kehidupan cinta Mira. Sepertinya memang benar Mira habis putus dengan pacarnya. Jo senyum-senyum sendiri sambil mengaduk cokelat di panci tim. Namun, Jo was-was juga dengan sepak terjang lelaki iki. Untuk apa dia menceramahi Mira dengan sok tahunya. Apa dia menaruh hati pada Mira. Jo mulai merasa posisinya terancam. Pertama, karena kemungkinan pria itu menaruh hati pada Mira. Kedua, karena takut pria ini akan melakukan hal yang tidak-tidak pada Mira. Sementara itu, di bar, Mira sedang beradu mulut dengan pria itu. Jo hanya bisa mengawasi dari balik juicer. Kelihatannya Mira benar-benar kesal dengan pria itu. Sambil bertingkah lidahnya kepanasan, Mira menghardik orang itu. Hingga akhirnya orang itu pergi, tanpa memesan apapun dari kedai, tanpa berkata apa-apa lagi pada Mira.



Mira masih melongo di bar memegangi cangkirnya yang setengah kosong. Jo berada dalam dilema. Tiba-tiba ada desakan yang muncul dari hati Jo untuk mengutarakan perasaannya pada Mira. Mumpung Mira sedang ada masalah dengan pacarnya, syukur-syukur putus. Sebelum Mira balikan lagi. Sebelum kesempatan benar-benar tertutup. Namun, otak Jo mencegahnya. Apa tidak terlalu aneh tiba-tiba mengutarakan cinta di saat yang tidak mengenakkan ini? Lagipula selama ini, Mira sama sekali tidak tahu perasaan Jo. Jo pun tidak pernah menunjukkan perasaannya dengan berlebihan.



Jo memutuskan menghampiri Mira. “Jangan marah-marah gitu donk Mir, kenapa sih?” Tanya Jo basa-basi lagi. Jantungnya dag dig dug. “Mir mm…aku..”

“Iya tuh emang cowok aneh banget deh Jo! Udah ah, ini yah uangnya..” Mira mengeluarkan uang untuk membayar cokelat panas. “Kembaliannya ambil aja, aku buru-buru mau kelas pilates, udah telat niiiih! Thank you Jo, Dag!”

Jo memegang uang dari Mira dan hanya bisa menatap gadis pujaannya keluar dari pintu kedai. Semoga masih ada lain kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda