24 Desember 2012

BELAJAR MENDONGENG BARENG KAK AWAM PRAKOSO



By: Puput Happy




Minggu, 23 Desember 2012 pk. 08.00 – 12.00 WIB di Gedung Rakyat Slawi, tepatnya di Jl. Dr. Sutomo No. 8 Slawi Kabupaten Tegal, peserta acara Workshop Teknik Mendongeng dengan tema “Mendongeng Itu Asik dan Menyenangkan” bersama Kak Awam Prakoso sudah berjubel menanti aksi Kak Awam mendongeng. Acara yang diselenggarakan oleh Kampoeng Dongeng (KADO) Poci Tegal yang diprakarsai Kak Tedi Kartino, pendongeng dari Kota Tegal bekerjasama dengan Biolysin, Laziz Tegal Jateng, dan BMT BUM ini baru pertama kali digelar, dan peserta yang sebagian besar para guru PAUD, TK, TPQ, SD, bahkan mahasiswa sangat antusias mengikuti jalannya acara hingga selesai. Menjelang pukul 09.00 WIB ratusan peserta workshop makin membludak memenuhi aula hingga banyak yang tidak kebagian kursi. Akhirnya mereka dipersilakan panitia untuk duduk di lantai paling depan.
Kak Awam yang memiliki nama lengkap Mohammad Awam Prakoso ini merupakan pendongeng nasional, penulis buku 25 cerita Kampung Dongeng, sekaligus Ketua Pembina Kampoeng Dongeng Indonesia. Lahir di Blora Jawa Tengah, dan dibesarkan di Jogjakarta. Mendirikan sanggar yang bernama “Cinta Rasul”. Ia juga mendirikan Kampung Dongeng Istana Yatim, dimana Kampung Dongeng berisi aneka aktivitas yang memacu kreativitas anak..
Kak Awam membawakan acara demikian menarik, hingga tak ada satupun peserta yang beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan acara. Aksi Kak Awam yang lucu dan menyenangkan, membuat peserta workshop tertawa terpingkal-pingkal .
Menurut Kak Awam, dunia dongeng adalah dunia anak yang sangat menakjubkan, karena ternyata dongeng mampu memberi pesan-pesan mulia dan menumbuhkan kecerdasan emosional, merupakan media yang sangat optimal untuk menanamkan akhlakul karimah, serta mampu menangani situasi dan kondisi anak-anak. Menurutnya, mendidik anak merupakan proses yang tak mengenal istilah selesai. Maka mendongeng sebagai media mendidik anak, merupakan media paling ampuh yang mampu mengatasi anak. Sebagai contoh, saat anak menangis, segera tirukan suara binatang seperti suara kucing, nanti anak langsung diam, bahkan si anak mungkin akan mencari sumber suara. Jikaa anak masih saja menangis, segera ambil boneka dan praktekkan mendongeng. Kita bercerita sampai anak berhenti menangis. Jika kita berhasil membuat anak bisa berhenti menangis, itu adalah kebahagiaan luar biasa.
Dongeng mampu menangani keadaan-keadaan tertentu, cuma kadang-kadang orangtua dalam menangani anak dengan komunikasi yang tak baik, seperti melarang memanjat dan lain-lain. Dongeng juga merupakan media pembelajaran banyak hal. Termasuk pembelajaran matematika, bahasa, tata surya, sains, dan lain-lain.
Banyak alasan, kenapa guru tidak rajin mendongeng, karena tidak bisa, tidak percaya diri, tidak ada suaranya, tidak punya materi cerita, malu menirukan suara binatang, dan lain-lain, meski pada hakikatnya naluri manusia adalah suka bercerita. Hanya persoalannya: mereka pandai bercerita pada orang lain, tapi tidak pandai bercerita depan anak-anak.
Menurut Kak Awam, mendongeng auditorinya lebih kuat daripada membaca, dan lingkungan di sekitar kita adalah media cerita. Banyak materi yang bisa dijadikan cerita, seperti suara motor yang lewat, suara mobil ambulance yang bisa diceritakan. Mengarang cerita dengan mendongeng bukanlah bohong, tapi merekayasa cerita, seperti suara pesawat atau helicopter, apapun bisa dikreasikan untuk menjadi cerita yang dahsyat untuk anak-anak, tergantung guru atau orangtua yang bisa melakukan pendampingan kepada anak. Anak-anak butuh komunikasi.
Jika ada guru yang tidak pede saat mendongeng, itu karena dia tidak menguasai materi. Yang perlu diingat: ketika guru menulis, tulislah apa yang ditulis anak. Ketika guru membaca, bacalah apa yang dibaca anak. Jadi guru harus mengikuti anak, sebagaimana Rasulullah sering membiarkan cucunya naik di punggungnya ketika sedang shalat.
Fabel, hikayat, mitos, legenda, bisa dijadikan dongeng, sebab dongeng adalah hasil rekayasa imajinatif dari cerita sederhana dan tidak benar-benar terjadi atau tidak nyata, untuk memberikan pesan yang baik.
Jika kita mendongeng dan anak-anak senang, itu karena ada urutan-urutannya, sebagaimana kalau kita mau menyajikan hidangan leat untuk suami, carilah bahan yang segar yang kemudian disiapkan, lalu diolah sedemikian rupa, dilakukan dengan penuh cinta, lalu disajikan beserta bunga. Indah sekali bukan? Begitu juga dengan cerita, naskah harus sudah disiapkan. Selain itu, cerita harus terbebas dari hal-hal negative, seperti tahayul, kekerasan, pornografi, pornoaksi, dan kecengengan. Contoh cerita negatif, seperti cerita Sinchan yang penuh dengan kata-kata yang tidak baik. Masa anak-anak adalah masa-masa paradigma, yang jika tidak diarahkan, maka anak-anak akan mudah terpengaruh. Jadi naskah cerita harus baik. Contoh: cerita pangeran yang tidak takut pada raksasa.
Untuk usia 0 – 4 tahun ceritanya lebih berpetualangan, jenaka/lucu, agar tidak bosan, sebab ia sudah bisa berpendapat baik dan tidaknya.
Visual itu lebih mendominasi anak. Siapa kompetitor kita? Yaitu visual. Cerita harus menyesuaikan keadaan. Cerita harus disesuaikan, seperti saat hari ibu, ceritakan tentang kasih sayang ibu. Durasi waktu jangan terlalu lama. Orang dewasa durasi 7 menit, tapi membawakannnya bisa 1 jam, seperti ayam berkokok membangunkan orang dan seterusnya dan seterusnya.
Mendongeng bisa juga dengan alat peraga, seperti boneka dan lain-lain. Jika mendongeng dengan boneka, yang divisualisasikan dengan boneka.
Tugas kita sebagai penutur cerita harus bisa menghidupkan visual kita.

Memahami dan menghafalkan cerita

Seorang guru itu ketika membaca cerita menjadi murid pertama yang mendengar cerita. Sebisa mungkin harus ngaca dulu, sebagai cara menilai cara kita bercerita/mendongeng. Siapkan juga tempat bercerita yang nyaman bagi anak. Tidak harus di kelas, bisa di bawah pohon atau di taman bunga.

Menciptakan suasana keakraban

Ciptakan suasana akrab sebelum bercereita:
1.      Teknik mencari perhatian
2.      Aksi yang mengesankan
3.      Tebak-tebakan yang segar
Cara mengkondisikan anak yang ribut: Mana suaramu? Ini suaraku!
Kita harus caper (cari perhatian) pada anak, sehingga ketika muncul kelucuan, aksi kita jadi mengesankan. Visual mendominasi

 Tebak-Tebakan

Siapa orang yang di depan?
Kak Awam!

Bak tebak siapakah aku?
Aku adalah buah-buahan.
Bentuknya bulat banyak durinya.
Siapa aku?
Durian!

Terdengar suara adzan tanda panggilan sholat.
Tundalah kegiatan
Terdengar suara iqomat sholat kan dimulai.
Tunduk pada illahi.
Ikhlaskan dalam hati

Jadi, buka dengan nyanyian, lalu dilanjutkan dengan cerita.

Allah Maha Pengasih, tak pernah pilih kasih.
Allah Maha Penyayang, sayangnya tak terbilang.
Allah Maha Tahu tanpa diberitahu.

 Ini cara melatih anak yang auditoris, visualis, dan kinestetik.

Teknik/metode mendongeng tanpa alat peraga.
Pengaturan posisi: seperti melingkar. Badan sedikit membungkuk, karena anak-anak ada di depan. Pasang senyum. Powernya jelas dan kuat. Suara keras. Jangan cerita sambil jal;an, sebab nanti anak-anak bisa tengok kanan kiri mengikuti gerakan si pencerita yang akhirnya anak-anak bisa menguap dan tertidur. Ketika berpindah disebut moving. Serukan: Anak-anak….! Siap??!
Tenang saja, tidak usah terburu-buru. Bisa improvisasi (menambah-nambahi sesuatu yang terlupa yang akhirnya ketemu). Jangan bungkus cerita dengan sindiran, seperti ketika melihat anak yang naik meja dengan ucapan: “Bu Guru mau cerita dengan judul Budi Suka Naik Meja.” Jangan khotbah depan anak.
Anak yang kinestetik, yang suka berlari-lari, jika ditanya, menjawabnya pun sambil berlari. Jadi kita harus memahami karakter anak saat bercerita.
Cara agar tidak malu mengeluarkan suara binatang: kita harus sering keliling di lingkungan anak-anak.
Mendongeng dengan membaca buku, gimana caranya? Posisi buku di sebelah kiri, jangan di kanan. Kalau untuk anak PAUD gambarnya harus besar, kalau perlu tidak usah ada tulisannya. Buka halaman buku harus pelan-pelan. Read story stelling berbeda dengan mendongeng.
Beberapa cara, kiat dan tips mendongeng diajarkan Kak Awam. Sangat inspiratif dan menarik sekali, yang sayang jika dilewatkan. Para peserta pun merasa puas dan bisa mengambil manfaat dari dongeng yang dicontohkan Kak Awam.
Pesan terakhir dari Kak Awam: “Janganlah berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan baik di hadapan anak-anak didik kita, apabila kita tidak dengan sungguh-sungguh melakukan latihan yang serius. Jangan pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan sukses, apabila kita tidak total dan masih malu-malu. Dan jangan pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan hebat, apabila kita tidak sering-sering mencoba untuk terus tampil. Ingatlah, bahwa bercerita itu salah satu bagian dari ketrampilan mengajar. Untuk itu, selamat untuk berbagi cerita untuk anak-anak didik kita, dan sukses menyertai kita semua!”
*****










MATERI TEKNIK MENDONGENG

Baiklah, kalau sekiranya kita sudah sepakat bahwa belajar metode bercerita itu sangat penting, maka tulisan ini adalah pilihan yang tepat bagi para guru untuk lebih jauh mendalami teknik bercerita.
“Sudah siap untuk memulai?”
Yuk, tapi sebelum kita membahas tentang teknik bercerita, terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian Cerita dan Dongeng ya...”
CERITA, adalah basil karangan yang disampaikan secara lisan ataupun tertulis berdasarkan kejadian nyata atau kejadian yang tidak nyata. Cerita berdasarkan kejadian nyata seperti cerita tentang sejarah, Kisah para nabi don rasulnya, biografi seseorang, dan lain sebagainya. Cerita tidak nyata bisa kita sebut dengan cerita fiksi, di antaranya seperti Fabel (cerita binatang), Sage (cerita petualangan), Hikayat (cerita rakyat), Legenda (asal usul), Mythe (dewa-dewi, peri, roh halus). Nah... dengan demikian maka cerita yang tidak nyata (fiksi) dapat kita sebut sebagai DONGENG.
Jodi, dongeng itu adalah hasil karya berdasarkan rekayasa imajinatif (imajinasi) seseorang pendongeng atau penulis yang jalan ceritanya sederhana dan tidak benar-benor terjadi.
Dengan memahami pengertian cerita dan dongeng, maka akan mudah bagi kita untuk menyiapkan cerita-cerita yang akan kita sajikan untuk anak-anak berdasarkon situasi dan kondisi. Dengan demikian, kita sudah siap untuk belajar teknik bercerita.
‘Persiapan sebelum tampil’
Persiapan sebelum tampil ‘bukan’ ketika kita sudah berdiri di depan anak-anak untuk segera menyajikan cerita, tetapi persiapan yang harus kita lakukan jauh sebelumnya. Untuk itu, pilihlah cerita-cerita yang cocok untuk anak-anak yang akan menyaksikan/mendengarkan cerita yang akan kita tuturkan. Ada beberapa hal yang perlu kita siapkan, antara lain:
1.      Memilih atau Membuat Cerita Sesuai Dengan Usia Anak. Jangan sampai kita salah memilih materi cerita. Materi cerita yang baik adalah materi yang pas dan cocok kita sajikan berdasarkon tingkatan usia anak-anak yang akan mendengarkan/menyaksikan dongeng.
Berikut adalah tema cerita berdasarkan tingkat usia:
a. Di bawah usia 5 tahun, anak menyukai dongeng tumbuhan, binatang atau cerita yang kita buat atas benda-benda mati yang ada di sekitar kita., Contohnya : Si Burga yang indah, Kupu-kupu bersayap indah, Sepasang sepatu yang terus bersahabat, dsb.
b. Usia 54 tahun. Pada usia ini anak-anak selain masih menyukai cerita binatang, juga cerita tokoh heroik dan cerita tentang kecerdikan. Dan dikemas secara jenaka dan segar.  Contohnya Kelinci yang patuh, Kura-kura cerdik, Balas budi si tikus kecil, Belalang yang malas, Petualangon Pangeron Penyelamat Bumi, dsb.
c. Pada usia 9-1 2 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan, sejarah atau kisah-kisah nabi dan para sahabat nabi.
2. Menentukan Durasi Cerita. Daya konsentrasi manusia pada umumnya adalah 7 menit. Apalagi anak-anak. Sehingga kita sangat perlu mempertimbangkan durasi ketika bercerita.
a. di bawah usia 5 tahun, durasi hingga 5 menit
b. Usia 4 - 8 tahun, durasi hingga 7 --15 menit
c. Usia 8 - 2 tahun, durasi hingga 20 menit.
Namun apabila kita dapat mengemas cerita sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah pertunjukan yang menarik, maka tidak menutup kemungkinan anak-anak akan tetap fokus, walaupun sajian cerita yang kita sajikan lebih dari 60 menit sekalipun. Untuk itu, para guru sedapat mungkin untuk mengemas pertunjukan secara baik, interaktif dan segar, serta melibatkan anak-anak dalam cerita.
3. Menentukan Cerita Berdasarkan Tema Acara. Tentu saja satu cerita tidak pas kalau kita bawakan di segala macam suasana. Sesuaikan cerita dengan situasi yang sedang terjadi. Misalnya Hari Ulang Tahun Salah satu anak, Hari Besar Islam, Hari Besar Nasional, dan lain sebagainya. Hal ini sekaligus memberikan pemahaman kepada anak untuk mendalami dan situasi yang sedang terjadi.
4. Berlatih dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang harus diperhatikon oleh seorang guru sebelum memulai aksinya. Berikut hal-hal yang harus dilatih oleh seorang pencerita secara rutin agar memiliki kemampuan yang baik:
a. Olah Vocal: Vokal sangat perlu dilatih secara rutin. Baik melatih untuk penyampaian narasi ataupun dialog. Ketika kita sudah piawai membedakan mana vocal untuk narasi dan mana dialog tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, maka anak-anak akan mudah membedakan dan secara Iangsung dapat menikmati pertunjukan. Seorang penutur cerita yang baik setidaknya memiliki minimal 3 karakter suara yang berbeda. Lebih jauh lagi penutur sebisa mungkin melatih menggunakan ilustrasi-ilustrasi suara seperti suara angin, hujan,kereta, pesawat, suara binatang, dll.
b. Olah Ekspresi. Yang dimaksud ekspresi pada tulisan ini adalah mimik muka. Sebisa mungkin seorang pencerita berlatih membentuk sedemikian rupa mimik agar anak-anak dapat ikut terbawa suasana.
.Bagaimana mimik tersenyum, senang, tertawa, sedih, menangis, marah, kesal, dan lain sebagainya. Bila kita tampil mendongeng tanpa membentuk sedemikian rupa mimik kita, maka jalannya cerita akan terasa kering tanpa kekuatan.
c. Olah Tubuh : Ketika melakukan pemeranan tokob yang ada dalam cerita, maka perlulah kita melakukan peragaan. Dengan demikian maka pertunjukan  dongeng akan semakin hidup. Visualisasi gerak ini sangat diperlukan bagi penutur yang tidak menggunakan alat peraga.
d. OIah Media. Media yang dimaksudkan di sini adalah alat peraga yang oleh seorang penutur digunakan untuk bercerita. Seperti boneka, buku, papan panel, wayang, dll. Bila memutuskan untuk menggunakan alat peraga, maka sangat dibutuhkan latihan agar tangan kita tidak kaku saat memainkan peraga tersebut.
e. OIah komunikasi dan bahasa : Berlatihlah untuk memilih bahasa dan komunikasi yang mudah dipahami oleh anak-anak. Jangan sampai anak-anak bingung dengan diskripsi yang sulit dipahami.
f. Pendukung lainnya : Adakalanya pencerita menggunakan alat musik sebagai pendukung cerita. Bila memang demikian, maka sangatlah perlu dipersiapkan yang matang. Lagu atau ilustrasi dibuatlah terlebih dahulu dan melakukan latihan yang cukup agar saat tampil bisa terjadi kombinasi yang baik dan seimbang.
‘Ciptakan suasana akrab sebelum bercerita”
Sebelum memulai bertutur sangatlah perlu seorang pencerita membuat magnet agar anak-anak begitu lengket. Berilah candaan-candaan yang membuat mereka tertawa bahagia.
Berikut contoh-contoh:
1. Tebak-tebakan yang segar dan menghibur
a. Bertanyalah “Siapa yang mau ikut ke kebun binataaaang?” (anak-anak akan berebut tunjuk tangan dan menjawab) “sayaaaaa”. Lalu teruskanlah, Siapa penghuni kebun binatang?” (anak-anak akan berebut tunjuk tangan dan mengucapkan “sayaaaaa”
b. Bertanyalah “Siapa yang sudah pintar mandi sendiri?” “Sipa yang sudah pintar tidur sendiri?” “Siapa yang tidurnya berdiri?” dan lain sebagainya.
2. Nyanyian Lagu-lagu ringan
Lagu-lagu yang sudah akrab di telinga anak-anak dapat kita gubah liriknya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Anak-anak akan lebih senang dengan lagu-lagu yang pada ujungnya mereka dapat menjawab pertanyaan. Sebagai contoh lagu di sini senang di sana senang yang bisa dirubah:
“Di siniii senaang, di sanaaa senaang... siapa mau dengar cerita?” anak-anakpun akan menjawab “Saya. Duduk yang rapi, Mulut dikunci, tak ada suara Iagi………. dan lain sebagainya.
3.      Ajaklah anak-anak untuk melatih kekompakan
Kekompakan yang dimaksud di sini adalah untuk mengkondisikan anak-anak agar tetap fokus pada cerita yang kita bawakan.
 ‘Menutup cerita’
Ada teknik membuka cerita, ada pula teknik menutup cerita atau closing. Tutuplah cerita juga dengan mengesankan agar anak-anak terus meminta pada hari-hari berikutnya. Sehingga kegiatan bercerita akan rnenjadi materi keseharian untuk anak-anak. Berikut hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menutup cerita.
1. Lakukan tanya jawab tentang tokoh baik yang harus ditiru dan tokoh jahat yang harus ditinggalkan.
2. Lantunkan lagu yang sudah populer dengan menggubah liriknya dan disesuaikan dengan tema cerita
3. Jangan berlalu dari hadapan anak-anak ketika mereka masih berkomentar dan bertanya. Jawablah dengan kasih sayang yang tulus.
Penutup
Janganlah berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan baik di hadapan anak-anak didik kita apabila kita tidak dengan sungguh-sungguh melakukan latihan yang serius. Jangan pula berharap untuk berhasil menyiapkan cerita dengan sukses apabila kita tidak total dan masih malu-malu. Dan Jangan pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan hebat, apabila kita tidak sering-sering mencoba untuk terus tampil. INGATLAH, bahwa bercerita itu salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Untuk itu, SELAMAT UNTUK BERBAGI CERITA UNTUK ANAK-ANAK DIDIK KITA, DAN SUKSES MENYERTAI KITA SEMUA’

Salam dongeng,
Kak Awam Prakoso
Mobile: O821-1288-O189
Facebook: maprakoso@yahoo.com
Twitter: @dongengkakawam dan @kompungdongeng
Email: wongawam@yahoo.com dan dongengkakawam@gmail.com




1 komentar:

Komentar Anda