By: Puput Happy
Minggu,
23 Desember 2012 pk. 08.00 – 12.00 WIB di Gedung Rakyat Slawi, tepatnya di Jl.
Dr. Sutomo No. 8 Slawi Kabupaten Tegal, peserta acara Workshop Teknik
Mendongeng dengan tema “Mendongeng Itu Asik dan Menyenangkan” bersama Kak Awam
Prakoso sudah berjubel menanti aksi Kak Awam mendongeng. Acara yang
diselenggarakan oleh Kampoeng Dongeng (KADO) Poci Tegal yang diprakarsai Kak
Tedi Kartino, pendongeng dari Kota Tegal bekerjasama dengan Biolysin, Laziz
Tegal Jateng, dan BMT BUM ini baru pertama kali digelar, dan peserta yang
sebagian besar para guru PAUD, TK, TPQ, SD, bahkan mahasiswa sangat antusias
mengikuti jalannya acara hingga selesai. Menjelang pukul 09.00 WIB ratusan peserta
workshop makin membludak memenuhi aula hingga banyak yang tidak kebagian kursi.
Akhirnya mereka dipersilakan panitia untuk duduk di lantai paling depan.
Kak
Awam yang memiliki nama lengkap Mohammad Awam Prakoso ini merupakan pendongeng
nasional, penulis buku 25 cerita Kampung Dongeng, sekaligus Ketua Pembina Kampoeng
Dongeng Indonesia. Lahir di Blora Jawa Tengah, dan dibesarkan di Jogjakarta.
Mendirikan sanggar yang bernama “Cinta Rasul”. Ia juga mendirikan Kampung
Dongeng Istana Yatim, dimana Kampung Dongeng berisi aneka aktivitas yang memacu
kreativitas anak..
Kak
Awam membawakan acara demikian menarik, hingga tak ada satupun peserta yang
beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan acara. Aksi Kak Awam yang lucu
dan menyenangkan, membuat peserta workshop tertawa terpingkal-pingkal .
Menurut
Kak Awam, dunia dongeng adalah dunia anak yang sangat menakjubkan, karena
ternyata dongeng mampu memberi pesan-pesan mulia dan menumbuhkan kecerdasan
emosional, merupakan media yang sangat optimal untuk menanamkan akhlakul karimah,
serta mampu menangani situasi dan kondisi anak-anak. Menurutnya, mendidik anak
merupakan proses yang tak mengenal istilah selesai. Maka mendongeng sebagai
media mendidik anak, merupakan media paling ampuh yang mampu mengatasi anak.
Sebagai contoh, saat anak menangis, segera tirukan suara binatang seperti suara
kucing, nanti anak langsung diam, bahkan si anak mungkin akan mencari sumber
suara. Jikaa anak masih saja menangis, segera ambil boneka dan praktekkan
mendongeng. Kita bercerita sampai anak berhenti menangis. Jika kita berhasil
membuat anak bisa berhenti menangis, itu adalah kebahagiaan luar biasa.
Dongeng
mampu menangani keadaan-keadaan tertentu, cuma kadang-kadang orangtua dalam
menangani anak dengan komunikasi yang tak baik, seperti melarang memanjat dan
lain-lain. Dongeng juga merupakan media pembelajaran banyak hal. Termasuk
pembelajaran matematika, bahasa, tata surya, sains, dan lain-lain.
Banyak
alasan, kenapa guru tidak rajin mendongeng, karena tidak bisa, tidak percaya
diri, tidak ada suaranya, tidak punya materi cerita, malu menirukan suara
binatang, dan lain-lain, meski pada hakikatnya naluri manusia adalah suka
bercerita. Hanya persoalannya: mereka pandai bercerita pada orang lain, tapi
tidak pandai bercerita depan anak-anak.
Menurut
Kak Awam, mendongeng auditorinya lebih kuat daripada membaca, dan lingkungan di
sekitar kita adalah media cerita. Banyak materi yang bisa dijadikan cerita,
seperti suara motor yang lewat, suara mobil ambulance
yang bisa diceritakan. Mengarang cerita dengan mendongeng bukanlah bohong, tapi
merekayasa cerita, seperti suara pesawat atau helicopter, apapun bisa
dikreasikan untuk menjadi cerita yang dahsyat untuk anak-anak, tergantung guru
atau orangtua yang bisa melakukan pendampingan kepada anak. Anak-anak butuh
komunikasi.
Jika
ada guru yang tidak pede saat
mendongeng, itu karena dia tidak menguasai materi. Yang perlu diingat: ketika
guru menulis, tulislah apa yang ditulis anak. Ketika guru membaca, bacalah apa
yang dibaca anak. Jadi guru harus mengikuti anak, sebagaimana Rasulullah sering
membiarkan cucunya naik di punggungnya ketika sedang shalat.
Fabel,
hikayat, mitos, legenda, bisa dijadikan dongeng, sebab dongeng adalah hasil
rekayasa imajinatif dari cerita sederhana dan tidak benar-benar terjadi atau
tidak nyata, untuk memberikan pesan yang baik.
Jika
kita mendongeng dan anak-anak senang, itu karena ada urutan-urutannya,
sebagaimana kalau kita mau menyajikan hidangan leat untuk suami, carilah bahan
yang segar yang kemudian disiapkan, lalu diolah sedemikian rupa, dilakukan
dengan penuh cinta, lalu disajikan beserta bunga. Indah sekali bukan? Begitu
juga dengan cerita, naskah harus sudah disiapkan. Selain itu, cerita harus
terbebas dari hal-hal negative, seperti tahayul, kekerasan, pornografi,
pornoaksi, dan kecengengan. Contoh cerita negatif, seperti cerita Sinchan yang
penuh dengan kata-kata yang tidak baik. Masa anak-anak adalah masa-masa
paradigma, yang jika tidak diarahkan, maka anak-anak akan mudah terpengaruh.
Jadi naskah cerita harus baik. Contoh: cerita pangeran yang tidak takut pada
raksasa.
Untuk
usia 0 – 4 tahun ceritanya lebih berpetualangan, jenaka/lucu, agar tidak bosan,
sebab ia sudah bisa berpendapat baik dan tidaknya.
Visual
itu lebih mendominasi anak. Siapa kompetitor kita? Yaitu visual. Cerita harus
menyesuaikan keadaan. Cerita harus disesuaikan, seperti saat hari ibu,
ceritakan tentang kasih sayang ibu. Durasi waktu jangan terlalu lama. Orang dewasa
durasi 7 menit, tapi membawakannnya bisa 1 jam, seperti ayam berkokok
membangunkan orang dan seterusnya dan seterusnya.
Mendongeng
bisa juga dengan alat peraga, seperti boneka dan lain-lain. Jika mendongeng
dengan boneka, yang divisualisasikan dengan boneka.
Tugas
kita sebagai penutur cerita harus bisa menghidupkan visual kita.
Memahami
dan menghafalkan cerita
Seorang
guru itu ketika membaca cerita menjadi murid pertama yang mendengar cerita. Sebisa
mungkin harus ngaca dulu, sebagai
cara menilai cara kita bercerita/mendongeng. Siapkan juga tempat bercerita yang
nyaman bagi anak. Tidak harus di kelas, bisa di bawah pohon atau di taman
bunga.
Menciptakan
suasana keakraban
Ciptakan suasana akrab
sebelum bercereita:
1. Teknik
mencari perhatian
2. Aksi
yang mengesankan
3. Tebak-tebakan
yang segar
Cara mengkondisikan
anak yang ribut: Mana suaramu? Ini
suaraku!
Kita harus caper (cari
perhatian) pada anak, sehingga ketika muncul kelucuan, aksi kita jadi
mengesankan. Visual mendominasi
Tebak-Tebakan
Siapa
orang yang di depan?
Kak Awam!
Kak Awam!
Bak
tebak siapakah aku?
Aku adalah buah-buahan.
Bentuknya bulat banyak durinya.
Siapa aku?
Durian!
Aku adalah buah-buahan.
Bentuknya bulat banyak durinya.
Siapa aku?
Durian!
Terdengar
suara adzan tanda panggilan sholat.
Tundalah kegiatan
Tundalah kegiatan
Terdengar
suara iqomat sholat kan dimulai.
Tunduk pada illahi.
Ikhlaskan dalam hati …
Tunduk pada illahi.
Ikhlaskan dalam hati …
Jadi, buka dengan nyanyian, lalu
dilanjutkan dengan cerita.
Allah
Maha Pengasih, tak pernah pilih kasih.
Allah
Maha Penyayang, sayangnya tak terbilang.
Allah
Maha Tahu tanpa diberitahu.
Ini
cara melatih anak yang auditoris, visualis, dan kinestetik.
Teknik/metode
mendongeng tanpa alat peraga.
Pengaturan posisi: seperti
melingkar. Badan sedikit membungkuk, karena anak-anak ada di depan. Pasang senyum.
Powernya jelas dan kuat. Suara keras. Jangan cerita sambil jal;an, sebab nanti
anak-anak bisa tengok kanan kiri mengikuti gerakan si pencerita yang akhirnya
anak-anak bisa menguap dan tertidur. Ketika berpindah disebut moving. Serukan: Anak-anak….! Siap??!
Tenang saja, tidak usah
terburu-buru. Bisa improvisasi (menambah-nambahi sesuatu yang terlupa yang
akhirnya ketemu). Jangan bungkus cerita dengan sindiran, seperti ketika melihat
anak yang naik meja dengan ucapan: “Bu Guru mau cerita dengan judul Budi Suka Naik Meja.” Jangan khotbah
depan anak.
Anak yang kinestetik, yang suka
berlari-lari, jika ditanya, menjawabnya pun sambil berlari. Jadi kita harus
memahami karakter anak saat bercerita.
Cara agar tidak malu mengeluarkan
suara binatang: kita harus sering keliling di lingkungan anak-anak.
Mendongeng dengan membaca buku,
gimana caranya? Posisi buku di sebelah kiri, jangan di kanan. Kalau untuk anak
PAUD gambarnya harus besar, kalau perlu tidak usah ada tulisannya. Buka halaman
buku harus pelan-pelan. Read story
stelling berbeda dengan mendongeng.
Beberapa
cara, kiat dan tips mendongeng diajarkan Kak Awam. Sangat inspiratif dan
menarik sekali, yang sayang jika dilewatkan. Para peserta pun merasa puas dan
bisa mengambil manfaat dari dongeng yang dicontohkan Kak Awam.
Pesan
terakhir dari Kak Awam: “Janganlah berharap
untuk berhasil menyajikan cerita dengan baik di hadapan anak-anak didik kita,
apabila kita tidak dengan sungguh-sungguh melakukan latihan yang serius. Jangan
pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan sukses, apabila kita
tidak total dan masih malu-malu. Dan jangan pula berharap untuk berhasil
menyajikan cerita dengan hebat, apabila kita tidak sering-sering mencoba untuk
terus tampil. Ingatlah, bahwa bercerita itu salah satu bagian dari ketrampilan
mengajar. Untuk itu, selamat untuk
berbagi cerita untuk anak-anak didik kita, dan sukses menyertai kita semua!”
*****
MATERI TEKNIK MENDONGENG
Oleh: Kak Awam Prakoso
Baiklah, kalau sekiranya kita sudah sepakat bahwa belajar
metode bercerita itu sangat penting, maka tulisan ini adalah pilihan yang tepat
bagi para guru untuk lebih jauh mendalami teknik bercerita.
“Sudah
siap untuk memulai?”
Yuk, tapi sebelum kita membahas tentang teknik bercerita,
terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian Cerita dan Dongeng ya...”
CERITA, adalah basil karangan yang disampaikan secara lisan
ataupun tertulis berdasarkan kejadian nyata atau kejadian yang tidak nyata.
Cerita berdasarkan kejadian nyata seperti cerita tentang sejarah, Kisah para
nabi don rasulnya, biografi seseorang, dan lain sebagainya. Cerita tidak nyata
bisa kita sebut dengan cerita fiksi, di antaranya seperti Fabel (cerita
binatang), Sage (cerita petualangan), Hikayat (cerita rakyat), Legenda (asal
usul), Mythe (dewa-dewi, peri, roh halus). Nah... dengan demikian maka cerita
yang tidak nyata (fiksi) dapat kita sebut sebagai DONGENG.
Jodi, dongeng itu adalah hasil karya berdasarkan rekayasa
imajinatif (imajinasi) seseorang pendongeng atau penulis yang jalan ceritanya
sederhana dan tidak benar-benor terjadi.
Dengan memahami pengertian cerita dan dongeng, maka akan mudah bagi kita untuk menyiapkan cerita-cerita yang akan kita sajikan untuk anak-anak berdasarkon situasi dan kondisi. Dengan demikian, kita sudah siap untuk belajar teknik bercerita.
Dengan memahami pengertian cerita dan dongeng, maka akan mudah bagi kita untuk menyiapkan cerita-cerita yang akan kita sajikan untuk anak-anak berdasarkon situasi dan kondisi. Dengan demikian, kita sudah siap untuk belajar teknik bercerita.
‘Persiapan
sebelum tampil’
Persiapan sebelum tampil ‘bukan’ ketika kita sudah berdiri di
depan anak-anak untuk segera menyajikan cerita, tetapi persiapan yang harus
kita lakukan jauh sebelumnya. Untuk itu, pilihlah cerita-cerita yang cocok
untuk anak-anak yang akan menyaksikan/mendengarkan cerita yang akan kita
tuturkan. Ada beberapa hal yang perlu kita siapkan, antara lain:
1.
Memilih atau Membuat Cerita Sesuai Dengan Usia Anak.
Jangan sampai kita salah memilih materi cerita. Materi cerita yang baik adalah
materi yang pas dan cocok kita sajikan berdasarkon
tingkatan usia anak-anak yang akan mendengarkan/menyaksikan dongeng.
Berikut
adalah tema cerita berdasarkan tingkat usia:
a. Di bawah usia 5 tahun, anak menyukai dongeng
tumbuhan, binatang atau cerita yang kita buat atas benda-benda mati yang ada di
sekitar kita., Contohnya : Si Burga yang indah, Kupu-kupu
bersayap indah, Sepasang sepatu yang terus bersahabat, dsb.
b. Usia 54 tahun. Pada usia ini anak-anak
selain masih menyukai cerita binatang, juga cerita tokoh heroik dan cerita
tentang kecerdikan. Dan dikemas secara jenaka dan segar. Contohnya Kelinci yang patuh, Kura-kura
cerdik, Balas budi si tikus kecil, Belalang yang malas, Petualangon Pangeron
Penyelamat Bumi, dsb.
c. Pada usia 9-1 2 tahun, anak-anak menyukai dongeng
petualangan, sejarah atau kisah-kisah nabi dan para sahabat nabi.
2. Menentukan Durasi Cerita. Daya konsentrasi manusia pada
umumnya adalah 7 menit. Apalagi anak-anak. Sehingga kita sangat perlu
mempertimbangkan durasi ketika bercerita.
a. di bawah usia 5 tahun, durasi hingga 5 menit
b. Usia 4 - 8 tahun, durasi hingga 7 --15 menit
c. Usia 8 - 2 tahun, durasi hingga 20 menit.
Namun apabila kita dapat mengemas cerita sedemikian rupa
sehingga menjadi sebuah pertunjukan yang menarik, maka tidak menutup kemungkinan
anak-anak akan tetap fokus, walaupun sajian cerita yang kita sajikan lebih dari
60 menit sekalipun. Untuk itu, para guru sedapat mungkin untuk mengemas
pertunjukan secara baik, interaktif dan segar, serta melibatkan anak-anak dalam
cerita.
3. Menentukan Cerita Berdasarkan Tema Acara. Tentu saja satu
cerita tidak pas kalau kita bawakan di segala macam suasana. Sesuaikan cerita
dengan situasi yang sedang terjadi. Misalnya Hari Ulang Tahun Salah satu anak,
Hari Besar Islam, Hari Besar Nasional, dan lain sebagainya. Hal ini sekaligus
memberikan pemahaman kepada anak untuk mendalami dan situasi yang sedang
terjadi.
4. Berlatih dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang
harus diperhatikon oleh seorang guru sebelum memulai aksinya. Berikut hal-hal
yang harus dilatih oleh seorang pencerita secara rutin agar memiliki kemampuan
yang baik:
a. Olah Vocal: Vokal sangat perlu dilatih secara rutin. Baik
melatih untuk penyampaian narasi ataupun dialog. Ketika kita sudah piawai
membedakan mana vocal untuk narasi dan mana dialog tokoh-tokoh yang ada di
dalam cerita, maka anak-anak akan mudah membedakan dan secara Iangsung dapat
menikmati pertunjukan. Seorang penutur cerita yang baik setidaknya memiliki
minimal 3 karakter suara yang berbeda. Lebih jauh lagi penutur sebisa mungkin
melatih menggunakan ilustrasi-ilustrasi suara seperti suara angin,
hujan,kereta, pesawat, suara binatang, dll.
b. Olah Ekspresi. Yang dimaksud ekspresi pada tulisan ini
adalah mimik muka. Sebisa mungkin seorang pencerita berlatih membentuk sedemikian
rupa mimik agar anak-anak dapat ikut terbawa suasana.
.Bagaimana
mimik tersenyum, senang, tertawa, sedih, menangis, marah, kesal, dan lain
sebagainya. Bila kita tampil mendongeng tanpa membentuk sedemikian rupa mimik
kita, maka jalannya cerita akan terasa kering tanpa kekuatan.
c. Olah Tubuh : Ketika melakukan pemeranan tokob yang ada
dalam cerita, maka perlulah kita melakukan peragaan. Dengan demikian maka
pertunjukan dongeng akan semakin hidup.
Visualisasi gerak ini sangat diperlukan bagi penutur yang tidak menggunakan alat
peraga.
d. OIah Media. Media yang dimaksudkan di sini adalah alat
peraga yang oleh seorang penutur digunakan untuk bercerita. Seperti boneka, buku,
papan panel, wayang, dll. Bila memutuskan untuk menggunakan alat peraga, maka
sangat dibutuhkan latihan agar tangan kita tidak kaku saat memainkan peraga tersebut.
e. OIah komunikasi dan bahasa : Berlatihlah untuk memilih
bahasa dan komunikasi yang mudah dipahami oleh anak-anak. Jangan sampai
anak-anak bingung dengan diskripsi yang sulit dipahami.
f. Pendukung lainnya : Adakalanya pencerita menggunakan alat
musik sebagai pendukung cerita. Bila memang demikian, maka sangatlah perlu
dipersiapkan yang matang. Lagu atau ilustrasi dibuatlah terlebih dahulu dan
melakukan latihan yang cukup agar saat tampil bisa terjadi kombinasi yang baik
dan seimbang.
‘Ciptakan suasana akrab sebelum bercerita”
Sebelum memulai bertutur sangatlah perlu seorang pencerita
membuat magnet agar anak-anak begitu lengket. Berilah candaan-candaan yang
membuat mereka tertawa bahagia.
Berikut contoh-contoh:
1. Tebak-tebakan yang segar dan menghibur
a. Bertanyalah “Siapa yang mau ikut ke kebun binataaaang?”
(anak-anak akan berebut tunjuk tangan dan menjawab) “sayaaaaa”. Lalu
teruskanlah, Siapa penghuni kebun binatang?” (anak-anak akan berebut
tunjuk tangan dan mengucapkan “sayaaaaa”
b. Bertanyalah “Siapa yang sudah pintar mandi sendiri?” “Sipa
yang sudah pintar tidur sendiri?” “Siapa yang tidurnya berdiri?” dan
lain sebagainya.
2. Nyanyian Lagu-lagu ringan
Lagu-lagu yang sudah akrab di telinga anak-anak dapat kita
gubah liriknya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Anak-anak akan
lebih senang dengan lagu-lagu yang pada ujungnya mereka dapat menjawab
pertanyaan. Sebagai contoh lagu di sini
senang di sana senang yang bisa dirubah:
“Di siniii senaang, di sanaaa senaang... siapa mau dengar
cerita?” anak-anakpun akan menjawab “Saya. Duduk yang rapi, Mulut
dikunci, tak ada suara Iagi………. dan lain sebagainya.
3.
Ajaklah anak-anak untuk melatih kekompakan
Kekompakan
yang dimaksud di sini adalah untuk mengkondisikan anak-anak agar tetap fokus
pada cerita yang kita bawakan.
‘Menutup cerita’
Ada teknik membuka cerita, ada pula
teknik menutup cerita atau closing. Tutuplah
cerita juga dengan mengesankan agar anak-anak terus meminta pada hari-hari
berikutnya. Sehingga kegiatan bercerita akan rnenjadi materi keseharian untuk anak-anak.
Berikut hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menutup cerita.
1. Lakukan tanya jawab tentang tokoh baik yang harus ditiru
dan tokoh jahat yang harus ditinggalkan.
2. Lantunkan lagu yang sudah populer dengan menggubah
liriknya dan disesuaikan dengan tema cerita
3. Jangan berlalu dari hadapan anak-anak ketika mereka masih
berkomentar dan bertanya. Jawablah dengan kasih sayang yang tulus.
Penutup
Janganlah berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan
baik di hadapan anak-anak didik kita apabila kita tidak dengan sungguh-sungguh
melakukan latihan yang serius. Jangan pula berharap untuk berhasil menyiapkan
cerita dengan sukses apabila kita tidak total dan masih malu-malu. Dan Jangan
pula berharap untuk berhasil menyajikan cerita dengan hebat, apabila kita tidak
sering-sering mencoba untuk terus tampil. INGATLAH, bahwa bercerita itu salah
satu bagian dari keterampilan mengajar. Untuk itu, SELAMAT UNTUK BERBAGI CERITA UNTUK ANAK-ANAK DIDIK KITA, DAN SUKSES
MENYERTAI KITA SEMUA’
Salam
dongeng,
Kak
Awam Prakoso
Mobile:
O821-1288-O189
Facebook:
maprakoso@yahoo.com
Twitter:
@dongengkakawam dan @kompungdongeng
Email: wongawam@yahoo.com dan
dongengkakawam@gmail.com
Blog
: http://wongawam.blogspot.com
makasiiih...
BalasHapus