Silaturrahmi Bersama
Ustadz Tjahyadi Takariawan, S. Si. Apt
(Ketua Wilda Jatijaya dan Calon Anggota DPD RI)
Gedung Rakyat
Slawi, 5 November 2013
Acara taujih dihadiri oleh pengurus DPD, DPC, dan caleg PKS, dihadiri juga oleh Ki Enthus Sumono
yang telah memenangkan pilbup kemarin dan akan menjabat sebagai Bupati Tegal periode 2014-2019. Beliau
memberikan sambutan dan sempat menyampaikan pesan Ustadz Fikri Faqih kepada Beliau
agar para pendukungnya tidak lagi mengatakan PKS itu wahabi, sebab ini fitnah
yang sangat menyakitkan bagi para kader PKS. Bahkan Ki Enthus sendiri sangat
salut kepada para kader PKS yang terbilang mumpuni. Ia mengajak masyarakat
Tegal khususnya PKS untuk bersama-sama memajukan Tegal menjadi lebih baik lagi.
Selanjutnya, sambutan Ustadz Tjahyadi Takariawan yang menyemangati para kader PKS
untuk mengikuti slogan Annis Matta di tahun ini, yaitu: Tetap Optimis!
Menurut Beliau, ada 3 modal untuk tetap optimis,
yaitu:
Pertama, modal visi yang kita miliki, sebagai visi
peradaban.
Pembinaan rutin setiap sepekan sekali yang kita
lakukan bukan dalam koridor
memperjuangkan seseorang, tetapi dalam rangka mencapai tujuan yang kita
harapkan. PKS yang didirikan sejak tahun
1998, sebagai satu-satunya partai yang pemimpinnya disebut “Presiden”, dengan
tujuan agar kadernya tidak berambisi untuk menjadi presiden. Jadi visi yang kita
miliki bukan berdasarkan proposal-proposal atau keinginan-keinginan pribadi/seseorang.
Kegiatan yang kita lakukan bukanlah keinginan pribadi, tapi keinginan partai,
seperti kegiatan mukhoyyam, jadi malasnya seperti apa ya tetap dijalani, karena
itu kegiatan wajib dalam PKS. Politik jangan
dilihat dari segi praktisnya, sebab nantinya hanya capek yang didapat, tapi
lihatlah dari segi ideologinya. Film “Alangkah Lucu Negeri Ini” bisa kita
tonton dan diambil ibrohnya. Politik itu untuk menjaga agama dan dunia. Politik
itu bagian yang utuh dari agama, seperti kita aman mengenakan busana muslimah
karena ada dukungan dari agama. Kita lihat di negeri Perancis, ada larangan
memakai simbol-simbol agama di tempat umum. Kenapa dilarang? Itu karena di sana
tidak ada yang menjaganya, yaitu agama, sehingga orang Islam menderita di sana.
Sama ketika terjadi pembantaian di Andalusia. Oleh karena itu, jangan semata-mata
melihat politik dari segi praktisnya,
tapi ujung yang kita lakukan untuk meretas peradaban, bukan dari
peradaban-peradaban personal.
Saat ini kita belum memiliki media yang memadai. Seperti
ungkapan Jokowi yang sering mengadakan blusukan-blusukan, itu karena jasa
media. Padahal kader-kader PKS dari dulu juga sering blusukan, tapi tidak
dipublikasikan/diberitakan oleh media, sebab kita blusukan untuk mendekatkan
diri dengan masyarakat. Seperti Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba,
Beliau adalah aktivis PKS yang selalu blusukan tapi tidak pernah diberitakan. Sementara
Jokowi memiliki tim branding yang diatur
untuk diberitakan. Justru kita bekerja bukan dengan tujuan untuk masuk Koran-koran
dan terkenal. Jadi sebenarnya kita yang lebih blusukan dari Jokowi atau pejabat-pejabat yang
diekspose media. Yang kita kerjakan karena punya visi, yang membuat kita tidak
capek.
Kedua, modal kesejarahan.
Sebelum PKS berdiri di tahun 1998, di tahun 1982
hanya ada 4 orang (ustadz Hilmi, Ali Segaf Aljufri, Rahmat Abdullah, dan
Mashadi) yang mendirikan PK (Partai Keadilan).
Mereka (baca: yang membuat partai) adalah orang-orang yang menyamakan
visi dan misi, yang berbekal konsistensi.
Kita punya sejarah dari 4 orang itu, yang hingga kini telah menjadi besar. Kader
kita sudah banyak yang duduk di pemerintahan.
Ketiga, modal SDM (Sumber Daya Manusia), dalam hal
ini generasi muda yang penuh semangat dan ide, sebab yang selalu melakukan
perubahan adalah yang muda.
Kembali kepada sikap yang tetap optimis, bahwa
segala musibah yang sedang mengguncang
PKS pasti akan bisa teratasi, terbukti kini bahwa apa yang telah dituduhkan
kepada LHI adalah salah dan kini telah mulai terkuak kebenarannya, dengan
adanya pengakuan-pengakuan Fathanah belakangan ini. Padahal seharusnya LHI
harus divonis bebas murni! Dua tuduhan terhadap LHI, yaitu tuduhan korupsi dan
TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) adalah dalam rangka mempengaruhi
kementerian pertanian untuk menaikkan quota harga impor daging. Itu bukan
korupsi, tapi perdagangan pengaruh, yang hingga kini belum ada
Undang-Undangnya. Ini pengadilan cacat dan sesat. Sekali lagi, tuduhan pertama
LHI itu bukan korupsi, tapi perdagangan pengaruh. TPPU yang dituduhkan LHI
seharusnya kepada Yudi Setiawan (pembobol bank), jadi logikanya gak nyambung. Yudi
Setiawan harusnya diperiksa semuanya, terutama keluarganya. Mereka semua
harusnya diadili. Tapi kenapa cuma LHI yang dituduh? Inilah bagian-bagian dari
ketidakjelasan di negeri ini. Masyarakat sering menuduh serampangan terhadap
PKS dengan sebutan SAPI. Opini orang terhadap sebutan SAPI terhadap PKS seperti
telah dirancang di pengadilan-pengadilan. LHI sudah terlanjur dianggap sebagai
orang yang bersalah, itu karena akibat opini media. Sementara kasus Century
hingga kini masih gelap dan seolah dibiarkan begitu saja.
Kita sudah memiliki banyak bekal untuk membuat kita
tetap optimis, karena itu kita tetap harus bergerak. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda