30 November 2013

Penghuni Asrama

Cerita Horror


1385628060528527663

By: -Puput Happy -

Sekelompok perempuan muda menginjakkan kakinya di area LPK (Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan). Tawanya riang, penuh suka cita menyambut mimpi kecilnya. Kegembiraannya makin bertambah ketika mereka bercengkerama dengan siswa lain dari beragam daerah. Saling menyapa, kemudian berkenalan. Tak dihiraukannya penat yang menyelimuti raga, karena kebahagiaan adalah tercapainya harapan dan impian.

Akhirnya kelelahan mulai menghinggapi tubuh mereka hingga berbalut keringat. Peluh pun mulai mengaliri kening dan pelipis yang tak lagi bersih, penuh debu. Keinginan tak tertahankan untuk meluruskan kaki-kaki panjangnya di ranjang berkasur empuk. Hufft!Tubuh mereka butuh istirahat!

Waktu beranjak cepat hingga di ujung senja. Pelatihan di hari pertama usai sudah. Mereka segera berlari menuju asrama putri. Tiba di depan asrama, mereka pandangi bangunan tua berwarna kuning pucat. Dengan arsitektur klasik, berjendela kayu jati dan lebar membuka. Pintu kayu berdiri kokoh menanti penghuni asrama untuk masuk. Di atasnya bertuliskan “Asrama Putri” dengan tulisan Italic. Tepat di depan pintu masuk, tiba-tiba berdiri bulu roma para siswa . Entahlah, ada aura berbeda yang sangat tidak nyaman mereka rasakan. Kulit tangannya mendadak dingin, meremang, merinding tanpa sebab.

Mereka mengucap salam, namun tak terdengar jawaban dari penghuni asrama. Rupanya kamar-kamar masih sepi. Mereka, 10 siswa calon asisten perawat yang akan menghuni asrama ini, dan harus tinggal selama setahun lamanya. Ada rasa yang aneh ketika mereka memasuki kamarnya masing-masing. Begitu juga yang dirasakan oleh Nina, siswa dari Pemalang. Kenapa tubuhku terasa dingin dan tidak nyaman sama sekali? pikirnya. Ia perhatikan isi kamar satu persatu. Tak ada yang aneh dengan kamar ini …. Tapi kenapa kulit tanganku terasa dingin dan kaku? Rasa kantuk yang tadi tak mau kompromi pun tiba-tiba lenyap tak berbekas.

Ia lihat jam di dinding, pukul lima tepat, dan tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh suara jeritan dari sebuah kamar. Nina pun segera berlari menuju suara itu berasal. Ternyata jeritan Lia di kamar sebelahnya! Langkah Lia langsung terhenti seketika begitu melihat tubuh Lia mengejang, meronta tapi tetap tak mampu bergerak dengan posisi kedua tangan seolah sedang diikat kuat-kuat. Matanya mendelik merah dengan suara gemuruh, antara jeritan dan erangan.

“Aaaaaarrrgggghhhh!!!!”

Seluruh siswa penghuni asrama yang mengerumuninya segera mundur ke belakang. Tak satupun yang berani mendekat, bahkan satu persatu lari ketakutan.

“Panggil Ibu asrama!” perintah salah satu siswa kepada Nina yang berdiri mematung, tak tahu hendak berbuat apa. Wajah Nina pucat pasi, tubuhnya gemetaran, dan jantungnya berdetak cepat tak beraturan. Nina pun segera berlari mencari Ibu asrama dengan nafas memburu.

Namun ketika Nina kembali ke kamar Lia bersama Ibu asrama, Lia sudah normal kembali. Tak ada jeritan ataupun erangan, yang terlihat hanyalah tangisan Lia sambil meracau dan meringkuk ketakutan sambil menutupi mukanya yang putih.

“Ada yang mengikatku! Ada yang mengikatku!” teriaknya.

“Siapa?” tanya Nina dan teman-teman.

“Seorang wanita berambut panjang! Wajahnya pucat dan giginya mengkilat! Pokoknya aku mau pulang!“ jawabnya sambil menangis. Namun permintaannya urung ketika teman-temannya mengingatkan tujuan mereka ke asrama yang mengharuskan belajar di sini. Lia pun akhirnya terdiam, namun isak tangisnya tak jua berhenti.

Menjelang Isya, Retno yang merupakan siswa paling berani di antara mereka tengah mencuci piring. Namun tiba-tiba iamendengar suara gedor-gedor dari bawah westafel, seperti suara ketok palu! Berulang-ulang terus, hingga ia kaget lalu menjerit-jerit minta tolong ketika ia merasa ada yang menyeretnya dari belakang. Seluruh siswa pun akhirnya berdatangan. Dilihatnya Retno diseret-seret oleh seorang wanita berambut panjang bergaun putih, lalu diikatnya pada tiang dapur. Retno pun meronta-ronta dengan jeritan meminta tolong. Dan di atas tiang penyangga duduk dua wanita pucat berambut panjang dengan kaki terjuntai ke bawah dan diayun-ayunkannya sambil tertawa cekikikan. Semua mata dari para siswa pun terbelalak tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

“Kuntilanaaaaakkk!!!” seru semua siswa sambil berlarian tak tentu arah. Tak ada satupun yang berani mendekat. Mereka berlari keluar mencari pertolongan. Dibiarkannya Retno berteriak-teriak sendirian dengan suara tangis memilukan. Sementara sang kuntilanak hanya tertawa cekikikan sambil mengikat Retno kencang-kencang. Begitu juga dengan dua kuntilanak yang menontonnya dari atas sambil uncang-uncang angge.

“Hi….hihihihihi!!!!!” tawanya tanpa perasaan.

“Toloooooooongngng!!!!! Tolooooooongngngng!!!!” teriak Retno sekencang mungkin. 

Namun tak dihiraukannya tangis Retno, bahkan lengkingan tawa dari kuntilanak-kuntilanak itu semakin kencang.

Retno pun berontak dengan sekuat tenaga. Ditendangnya kuntilanak itu dengan kakinya yang kecil, namun tidak mengena sedikitpun. Bahkan ikatan Retno semakin terasa kuat dan menyakitkan. Retno menjerit, dan kuntilanak itu malah tertawa riang. Dua kuntilanak lainnya hanya menonton dan tertawa-tawa.

“Hi….hihihihihiiiiiii!!!!”

Beberapa menit kemudian Ibu asrama datang sambil membawa seorang ustadz yang dikenal sebagai orang pintar yang bisa mengusir setan. Namun saat sang ustadz datang, Retno terlihat sedang duduk lemas di lantai. Rupanya trio kuntilanak telah melepaskan ikatannya pada Retno. Dilihatnya Retno menangis ketakutan sambil mendekap kedua kakinya dan menelungkupi mukanya.

Dipapahnya Retno oleh ibu asrama dengan lembut. Setelah sang ustadz membacakan doa-doa dan ayat kursi, kemudian mereka disarankan untuk menerangi seluruh ruangan di malam hari dengan lampu neon yang bersinar putih terang, bukan lampu bohlam yang sinarnya kuning dan redup. Kata sang ustadz, setan sangat menyukai lampu yang bersinar redup dan tidak terang.

Esoknya suasana asrama menjadi lebih tenang tanpa gangguan. Namun, dua hari kemudian asrama dikejutkan lagi oleh suara jeritan Wulan yang tengah menerima telepon. Beberapa kali Wulan menjerit-jerit namun tak dilepaskannya genggamannya dari telepon tersebut. Setengah jam kemudian Wulan baru bisa melepaskan gagang teleponnya sambil menangis histeris. Kemudian ia bercerita bahwa ada yang menelponnya dengan menggunakan private number, namun suara yang ia dengar sangat aneh dan menakutkan. Ada suara dentuman, lengkingan, teriakan, cekikikan dan gemuruh hingga Wulan menjerit-jerit. Bahkan esok harinya lagi banyak siswa penghuni asrama yang menjerit-jerit juga karena melihat banyak kuntilanak yang bersliweran di dalam asrama. Ditambah lagi suara ketok-ketok palu yang memekakkan telinga hampir di seluruh penjuru ruangan asrama, dari kamar, dapur, ruang tamu, dan lebih sering dari kamar mandi. Hal itu yang membuat para siswa ketakutan dan tidak mau tidur dalam asrama. Mereka beramai-ramai tidur di kantor LPK. Namun tak berapa lama, suara ketok-ketok palu menjalar pula hingga ke kantor LPK, sehingga para siswa pun semakin ketakutan dan tak bisa tidur nyenyak.

Melihat para siswa enggan memasuki asrama, akhirnya pihak LPK mengundang ustadz kembali untuk mengusir setan-setan pengganggu. Setelah memberikan doa-doa dan ditelusurinya seluruh kompleks asrama, sang ustadz mengatakan:

“Usahakan kalian semua, sebagai penghuni asrama untuk memperbanyak membaca ayat kursi. Makhluk-makhluk halus pengganggu asrama berasal dari pohon mangga tua di depan SD samping gedung LPK. Mereka suka iseng dengan mengganggu para siswa baru yang menghuni asrama”

Akhirnya semua siswa mengamalkan perintah sang ustadz dengan membaca ayat kursi setiap saat. Alhasil, suasana asrama kini mulai kondusif, tak lagi terdengar jeritan-jeritan para siswa. Namun begitu, masih saja ada siswa yang merasa terganggu, seperti suara-suara ketokan palu yang dihantamkan ke meja, tembok, atap, bahkan lantai.

“Tok! Tok! Tok! Tok!”

Sebagian siswa juga masih merasakan adanya kehadiran seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Seperti Laila …. Siang itu, sekitar jam dua siang, saat memasuki asrama sehabis pelatihan, aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya langsung meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti,namun begitu ia tengokkan kepalanya, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamarnya, tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu teriknya. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak didapatinya seorang pun di kamarnya. Dan untuk mengusir rasa takutnya, ia nyalakan musik dari ponselnya sekencang-kencangnya.

“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi aku tak melihatnya sama sekali! Tapi aku yakin, dia memperhatikan aku!” seru Nilam, juga teman-teman lainnya yang merasakan hal yang sama. Dan ternyata hampir semua siswa penghuni asrama merasakan hal yang sama. Akhirnya mereka sepakat untuk selalu bersama-sama meskipun mandi harus berdua, sambil menyalakan musik sekeras-kerasnya, agar suara ketok-ketok palu yang hampir terdengar tiap hari tak masuk ke telinga-telinga mereka.

“Tok! Tok! Tok! Tok!” begitu terus suara yang menemani para siswa penghuni asrama setiap harinya. Lama-lama mereka jadi terbiasa mendengar suara itu, namun tak dihiraukannya sama sekali karena mereka sedang belajar. Belakangan tercium kabar burung, bahwa tahun lalu pernah ada seorang siswa yang meninggal dalam asrama karena diduga terkena serangan jantung.

Menjelang tengah malam, mereka masih asik menonton televisi. Film “Bad Teacher” mengundang tawa mereka, hingga tanpa disadari di belakang mereka ada yang ikut asik tertawa-tawa. Tawanya beda dan aneh, sangat nyaring dan panjang tiada henti. Mereka pun serempak menengok ke belakang. Mata mereka langsung terbelalak melihat tiga kuntilanak berdiri di belakang mereka dengan tawanya yang khas ….

“Hi ….hihihihiiiiiii!!!!!”

Lia, Retno dan Wulan pun mendadak pingsan.

***

NB: Tulisan telah dimuat di buku “Nek Klewek”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda