30 November 2013

Azzam dan Maryam

1385824485169097222
By: Puput Happy

“Zam, aku mau mengembalikan flashdisk nih! Temui aku di kantin putri sekarang ya? Mumpung masih istirahat. Sebentaaaar saja!”

Azzam tersenyum membaca SMS itu. SMS dari Maryam, teman akrabnya semenjak kecil dan selalu satu sekolah, meski kini setelah duduk di bangku SMA tidak satu kelas lagi, apalagi sekarang mereka sekolah di SMA Islam yang peraturannya super ketat, dimana siswa putra dipisah dengan siswi putri. Maryam adalah putri teman mamanya, Bu Eno. Maryam dan Azzam sudah bersahabat sejak kecil, bahkan mereka sudah seperti saudara. Dari kecil mereka selalu belajar di sekolah yang sama, hingga Maryam menganggap Azzam seperti kakaknya sendiri. Maryam yang lincah, cerdas, dan sangat perhatian terhadap Azzam, membuat Azzam semakin menyukainya.  Ia selalu merasakan kebahagiaan di saat Maryam ada dalam hati dan pikirannya. Ingin rasanya ia mengungkapkan isi hatinya kepada Maryam, tapi rasa malu telah membelenggu lidahnya. Hatinya semakin bergejolak jika mengingat Maryam.

Maryam, aku suka sekali sama kamu …..” bisik hati Azzam. Hanya kalimat itu yang selalu ada dalam hatinya, dan entah sampai kapan bisa terungkap.

“Zam! Gimana? Bisa tidak kita ketemu? Nanti keburu bel masuk berbunyi …..” Maryam SMS lagi. Sepertinya Maryam mulai kesal. Azzam pun mendadak kaget, dan ia pun segera membalas SMS Maryam dan segera berlari menuju kantin putri tempat Maryam menunggu. Tak dipedulikannya orang lain yang tengah memperhatikan langkah dan geraknya. Ia tidak peduli. Ia hanya ingin ketemu Maryam, titik!

Maryam sudah menunggunya dengan gelisah, karena khawatir ada yang memperhatikan dirinya dan Azzam, yang jelas-jelas dilarang masuk ke area putri. Ia sudah menunggu Azzam di samping kantin agar tak terlihat oleh teman-temannya. Betapa gembiranya hati Maryam begitu dilihatnya Azzam menghampiri dirinya.

“Lama sekali sih, Zam? Nih, flashdisk-nya! Makasih ya ….. Sudah, sekarang cepetan pergi dari sini! Nanti ketahuan Kepsek, bisa dihukum kamu!” perintah Maryam sambil memberikanflashdisk Azzam. Sesekali matanya memperhatikan sekitar kantin. Hatinya dag dig dug tak menentu, sebab ada beberapa teman putrinya yang memandangnya dengan tajam. Sementara Azzam tidak mempedulikan kegelisahan Maryam. Ia malah ingin berlama-lama dengan Maryam sampai bel masuk berbunyi.

“Azzam! Buruan pergi! Kok malah berdiri saja di situ!” perintah Maryam galak.

“Biarlah! Kenapa mesti takut sih? Masak cuma mengembalikan flashdisk saja dihukum?” jawab Azzam enteng. Ia memandang Maryam sambil senyum-senyum. Entah kenapa ia ingin bercanda dulu dengan Maryam. Maryam pun semakin gelisah dibuatnya. Bukan sikap Azzam yang membuat Maryam gelisah, tapi karena banyak mata yang memperhatikan dirinya dan Azzam ngobrol di samping kantin.

“Zam! Kamu bandel sekali sih?! Lihat tuh! Mereka sedang memperhatikan kita terus ….. Nanti disangkanya kita pacaran lagi!” kata Maryam mulai panik.

“Biarkan saja! Kan disini kita cuma ngobrol …. Ya nggak? Hehehe …..” jawab Azzam sambil senyum-senyum ….

“Pergi tidak?!” bentak Maryam sambil mengepalkan tinjunya, siap meninju Azzam. Karena Maryam terlihat serius dan mulai marah, Azzam pun segera berlari menuju ke kelasnya. Azzam sempat cekikikan melihat tingkah Maryam yang galak tapi menggemaskan.Sudahlah, yang penting aku sudah melihat Maryam, pikirnya.

Tepat di saat Azzam hendak memasuki kelasnya, bel masuk berbunyi, Azzam pun segera duduk manis di bangkunya sambil mengatur nafasnya yang turun naik setelah berlari-lari menuruti keinginan Maryam. Hufft! Kenapa sih Maryam takut sekali ketahuan Kepsek? Masak cuma bertemu sebentar dengan perempuan saja dihukum? Sadis amat! pikir Azzam tak mengerti.

Pak Ghiffar masuk kelas. Sekarang memang waktunya Pak Ghiffar mengajar. Beliau mengajar Biologi, dan dikenal guru yang sangat santun. Namun, sebelum menyampaikan ilmunya, beliau berkata kepada Azzam,

“Maaf Azzam, kamu dipanggil Bapak Kepala Sekolah di ruang BK ….”

Deg! Azzam kaget setengah mati. Yang dikhawatirkan Maryam sepertinya benar-benar terjadi. Pantas saja Maryam begitu ketakutan tadi. Wajah Azzam mendadak pucat pasi, sebab selama ini belum pernah melanggar peraturan sekolah.

“Ada apa ya Pak? Saya punya salah?” tanya Azzam, meski dia sebenarnya sudah menebak letak kesalahannya. Tubuhnya mendadak bergetar karena menahan kegelisahan yang teramat sangat. Ia tidak ingin dihukum! Rabbiii, semoga Mama tidak mengetahui hal ini …..batinnya.

“Tenang saja Zam, tidak apa-apa …. Mungkin ada sesuatu yang hendak disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah kepada kamu. Ayo, segera ke sana ….” perintah Pak Ghiffar lembut. Ia berusaha tersenyum untuk meredam kegelisahan Azzam. Azzam pun menurut, dan segera keluar dari ruangan kelas. Seluruh temannya memperhatikan Azzam yang melangkah gontai.

Sepanjang jalan menuju ruang BK, Azzam tak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan, semoga apa yang dikhawatirkan Maryam tidak terjadi. Demi Tuhan, jika harus ada yang dihukum, aku saja yang dihukum, jangan Maryam. Aku tidak ingin sesuatu terjadi pada Maryam hanya gara-gara aku tak menuruti perintah Maryam waktu itu. Oh Tuhan, ampuni aku …. bisik hati Azzam, resah.

Setibanya di depan ruang BK, Azzam terkejut, karena dilihatnya Maryam juga memasuki ruangan BK. Ia pun langsung menduga, jika yang dikhawatirkan kemungkinan bisa saja terjadi. Duh, Gusti …. Detak jantung Azzam semakin kencang, resah tak menentu.

“Silakan masuk, Azzam ….” perintah Pak Ridho, guru BK kepada Azzam sambil tersenyum. Azzam pun menurut. Sepintas Azzam melihat raut wajah Maryam yang tegang, seolah takut sesuatu yang buruk bakal menimpanya. Sementara Bapak Kepala Sekolah hanya memperhatikan Azzam dan Maryam.

“Azzam, Maryam, maaf …. Bapak mengundang kalian kesini sehubungan adanya laporan dari beberapa siswa yang mengatakan bahwa kalian bertemu di kantin tadi siang. Bukankah kalian sudah tahu peraturan disini, bahwa siswa putra dilarang bercampur dengan siswi putri dalam suatu ruangan. Apa benar apa yang disampaikan oleh mereka?” tanya Pak Ridho.

“Saya ….”

“Maaf Pak! Saya dulu yang menjawabnya!” kata Maryam, memotong jawaban Azam. Ia ingin lebih dulu menjawabnya sebelum Azzam menjawab. Maryam sepertinya tidak mau jika Azzam yang disalahkan, sebab ia yang menyuruh Azzam untuk menemuinya di kantin.

“Azzam tidak bersalah. Saya yang menyuruhnya ke kantin untuk menemui saya, karena saya mau mengembalikan flashdisk milik Azzam. Saya dan Azzam tidak ada maksud apa-apa. Kami sudah bersahabat sejak kecil. Kalaupun ada yang menganggap kami bertemu karena pacaran, itu salah. Kami sudah seperti saudara, karena Mama saya dan Mama Azzam adalah sahabat, jadi sudah tentu kami sudah sering bertemu. Mohon kami dimaafkan” kata Maryam berapi-api. Maryam memang sangat pemberani dan tegas dalam berkata-kata. Berbeda dengan Azzam yang cenderung melankolis dan sedikit penakut. Dan mendengar kata-kata Maryam yang membela dirinya, membuat Azzam semakin suka dengan Maryam. Namun setelah mendengar Maryam mengatakan bahwa di antara dirinya dengan Maryam hanyalah sebatas seperti saudara, ia sedikit kecewa. Entahlah, ia ingin sekali Maryam menganggap dirinya orang yang paling istimewa, tidak hanya sekedar saudara. Hufft! Apa Maryam tidak menyukaiku? bisik hati Azzam.

“Jika memang kalian sudah bersahabat sejak kecil dan sering bertemu, kenapa tidak bertemu saja di rumah kalian masing-masing? Kenapa harus ketemu di kantin segala?” tanya Pak Ridho, membuat Maryam jadi merasa terpojok.

“Tapi Pak, flashdisk itu harus saya kembalikan pada Azzam, sebab penting. Ya kan Zam?” Maryam bertanya kepada Azzam sambil melotot, seolah memaksa Azzam untuk mengiyakan pertanyaannya. Ditatap Maryam sedemikian rupa, Azzam pun menjadi gelagapan menjawabnya.

“I….i…iya Pak! Benar apa yang dikatakan Maryam. Flashdisk itu memang sangat penting, makanya saya meminta Maryam untuk mengembalikannya secepatnya” jawab Azzam sekenanya. Entahlah, tiba-tiba saja ia berani berbohong demi Maryam. Padahal ia sama sekali tidak meminta Maryam untuk mengembalikan flashdisk miliknya secepatnya. Lagi pula, memang benar apa yang dikatakan oleh Pak Ridho. Bukankah Maryam bisa mengembalikannya di rumah Azzam saja? Benar-benar aneh! Atau …. Jangan-jangan Maryam cuma mencari-cari alasan saja untuk bisa bertemu denganku? Wah, itu tandanya Maryam menyukaiku! seru hati Azzam penuh suka-cita. Senyum Azzam pun merekah. Begitu Maryam memperhatikan senyum Azzam yang tiba-tiba merekah, wajah Maryam langsung merah merona. Ia menduga, sepertinya Azzam mengetahui isi hatinya yang sesungguhnya. Pak Ridho dan Pak Kepsek yang memperhatikan mereka berdua yang tiba-tiba tersenyum tersipu malu, jadi ikut tersenyum. Pak Kepsek yang dari tadi hanya diam saja, mulai angkat bicara.

“Azzam, Maryam …. Bukannya kami melarang kalian untuk menyukai satu sama lain. Tapi disini memberlakukan peraturan seperti itu karena kami berpatokan pada ajaran Islam, agar tidak ada ikhtilat atau bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan, dimana tujuan utamanya adalah menjaga kehormatan kalian masing-masing untuk menghindari adanya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya. Kami hanya ingin mewujudkan sekolah yang bersih, jauh dari fitnah, dan tentunya untuk kemajuan bersama. Mudah-mudahan ajaran agama yang kami berikan pada kalian membuat kalian mengerti dan menerima peraturan itu dengan lapang dada. Pelanggaran yang telah dilakukan oleh kalian, kami maklumi. Namun kami berharap, hal itu jangan diulangi lagi. Kalian sanggup? Jika kalian masih sering mengadakan pertemuan di kantin, terpaksa kami akan menghukum kalian sesuai dengan aturan yang berlaku” jelas Pak Kepsek panjang lebar.

Azzam dan Maryam hanya menganggukkan kepala karena malu. Entahlah, tiba-tiba saja Maryam merasa malu terhadap Azzam, apalagi dari tadi dilihatnya Azzam senyum-senyum terus. Entah apa maksudnya …. Sementara hati Azzam berbunga-bunga, karena cintanya kepada Maryam ternyata tidak bertepuk sebelah tangan.

Akhirnya Pak Ridho mempersilakan Azzam dan Maryam untuk kembali ke kelas, setelah mereka meminta maaf kepada Pak Ridho dan Pak Kepsek. Mereka juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi.

***

Sore ini Azzam ceria sekali. Ia benar-benar semakin jatuh cinta sama Maryam. Di dalam kamar, ia genggam ponselnya erat-erat. Ingin rasanya ia segera mengirim SMS kepada Maryam, menanyakan isi hati Maryam yang sebenarnya. Tapi selalu saja urung. Ia malu, barangkali ternyata salah duga. Berulang kali ia melihat di layar ponsel, siapa tahu ada SMS masuk, dan SMS yang datang adalah dari Maryam. Tapi SMS Maryam tak kunjung tiba. Ia pun resah. Duh, apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan keresahan ini?batin Azzam tak menentu. Berdosakah jika aku mencintai Maryam, Tuhan? tanya hati Azzam kepada Tuhan. Ia takut jika Tuhan murka.

Tapi bukankah cinta itu anugerah? Usiaku sudah tujuh belas tahun. Apa tidak pantas aku mencintai seseorang? Aku tahu, pacaran itu ada saatnya, yaitu ketika menikah, dan itu lebih suci. Ya sudahlah, biarlah rasa ini kupendam saja. Itu lebih baik …. pikir Azzam. Namun, sekeras usaha Azzam untuk meredam perasaannya, tetap saja tidak bisa menahan keinginannya untuk mengirim SMS kepada Maryam. Aku harus tahu! seru hati Azzam.

“Maryam, kalau boleh tahu, kenapa kamu menyuruhku ke kantin hanya untuk mengembalikan flashdisk milikku? Bukankah kamu bisa saja kesini bersama Mamamu? Bahkan kamu bisa kesini sendirian, seperti yang biasa kamu lakukan kalau ingin belajar bersama denganku. Padahal kamu tahu resikonya kan? Tolong dijawab dengan jujur ya?” tanya Azzam hati-hati. Ia takut Maryam tersinggung.
Tapi hampir satu jam lebih SMS Azzam tidak juga dijawab oleh Maryam, membuat hati Azzam makin gelisah tak menentu. Hatinya semakin bergejolak. Kenapa tidak dijawab?tanya Azzam kepada dirinya sendiri. Ia mulai kesal, dan sudah tidak tahan lagi. Aku harus ke rumah Maryam! Aku tidak akan bisa tenang sebelum tahu jawabannya! seru hati Azzam. Akhirnya Azzam memberanikan diri untuk pergi ke rumah Maryam.

Setiba di rumah Maryam, hati Azzam semakin tidak karuan. Kenapa hatiku mendadak begini ya Tuhan? Di depan pintu rumah Maryam, Azzam diam saja, membisu. Ia jadi ragu untuk mengucapkan salam dan masuk ke rumah Maryam. Cukup lama Azzam berdiri mematung di depan pintu, hingga tiba-tiba pintu terbuka ….
“Ya Allah, Azzam! Ngapain kamu disini? Kenapa tidak ketok-ketok pintu?” tanya Bu Eno kaget. Tidak biasanya Azzam main ke rumahnya hanya diam membisu. Biasanya teriak-teriak memanggil Maryam. Azzam pun jadi gelagapan menjawabnya.

“I i iya Bu …. Saya mau ketemu Maryam. Ada?” tanya Azzam gugup. Bu Eno pun jadi tersenyum-senyum melihat tingkah Azzam yang tidak seperti biasanya. Kenapa Azzam jadi aneh begini ya? pikir Bu Eno tak mengerti.

“Ada Zam…. Silakan masuk. Nanti Mama panggilkan. Duduk dulu ya?” kata Bu Eno. Azzam pun duduk. Ia benar-benar gelisah. Ingin rasanya pulang saja, tapi sudah terlanjur kesini.

Jantung Azzam berdetak kencang sekali begitu Maryam keluar dan menemui dirinya. Maryam berusaha tersenyum meski malu-malu. Azzam dan Maryam masih tetap diam membisu. Mereka hanya berbicara dengan dirinya sendiri. Maryam menunduk malu, begitu juga dengan Azzam.

“Zam, Ibu keluar dulu ya? Tadi mau belanja ke pasar. Eh, tidak tahunya ada kamu di depan pintu. Silakan ngobrol dulu sama Maryam. Ibu tinggal dulu ya?” kata Bu Eno.

“Ya, Bu. Terimakasih” jawab Azzam.

“Maryam, kok SMS-ku tidak dijawab sih? Kenapa?” tanya Azzam to the point. Yang ditanya jadi gelagapan, padahal tidak biasanya Maryam diam tanpa kata di depan Azzam. Ia merasa terjebak oleh jebakannya sendiri.

“Ya karena aku ingin mengembalikan flashdisk kamu ….” jawab Maryam.

“Iya, aku tahu …. Tapi kenapa harus hari itu? Dan kenapa harus di kantin? Apa kamu lupa dengan peraturan sekolah? Untung kita tidak dihukum. Coba kalau Pak Kepsek dan Pak Ridho lagi marah, pasti kita dihukum kan?” kata Azzam, bingung.

Maryam diam saja. Ia jadi salah tingkah ditanya Azzam seperti itu. Rasanya ingin lari saja menghindari pertanyaan Azzam. Ia pun memainkan jari-jemarinya, untuk menghilangkan kegelisahannya itu. Duh, kenapa Azzam menanyakan itu terus sih? tanya Maryam dalam hati.

“Ehmm …. Maryam, kamu menyukaiku?” tanya Azzam tiba-tiba, membuyarkan lamunan Maryam yang dari tadi diam tak bersuara.

“Mm … Maksud kamu?” Maryam balik bertanya. Tiba-tiba saja ia merasa dirinya sangat bodoh, tidak bisa menjawab pertanyaan Azzam, apalagi menatap matanya.

“Maryam, sejujurnya aku sangat menyukaimu sejak dulu. Dan hari demi hari rasa itu semakin indah bagiku. Aku tidak tahu, apakah ini yang dinamakan cinta?  Kamu juga menyukaiku kan, makanya kamu ingin sekali bertemu denganku di kantin?” tanya Azzam beruntun. Ia tidak peduli dengan jawaban Maryam, yang penting ia bisa menumpahkan isi hatinya kepada Maryam.

Mendengar kata-kata Azzam yang terlalu jujur tanpa basa-basi, membuat Maryam kaget. Ia tidak menyangka, jika ternyata Azzam juga menyukainya. Ia menatap mata Azzam, ingin mencari kejujuran hati Azzam melalui matanya.

“Zam …. Maafkan aku. Entahlah, waktu itu aku ingin sekali melihat kamu. Meski kita sudah terlalu sering bertemu, tapi aku selalu kangen sama kamu. Tapi kamu tidak marah kan? Aku tahu, kita masih sekolah dan tidak pantas pacaran sebelum nikah. Tapi tolong ya Zam, sayangi aku untuk selamanya, hingga kita bisa dipertemukan di pelaminan kelak. Aku tidak ingin kehilangan kamu …. Please, mengertilah ….” jawab Maryam. Matanya berkaca-kaca. Azzam pun mengangguk pelan dan tersenyum manis.

*****

NB: Tulisan telah dimuat di buku “Senandung Sahabat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda