17 Oktober 2025

Layar Cinta di Senja Biru

 


“Layar Cinta di Senja Biru”

Di bawah langit biru yang menua,
ombak berbisik lembut di kaki pantai,
dan angin menari di antara kelapa tua
seolah membawa pesan dari masa silam—
tentang dua hati yang pernah berlayar,
menyusuri waktu tanpa peta, tanpa pelabuhan.

Kau tahu, kasih,
laut ini bukan sekadar biru—
ia adalah cermin dari rinduku yang tak bertepi.
Setiap riaknya menyimpan namamu,
terpantul di ujung layar perahu yang menepi pelan,
seakan enggan meninggalkan senja
yang sedang melukis kita dalam diam.

Lihatlah layar-layar itu,
putihnya seperti janji yang dulu kita ikrarkan,
di antara desir ombak dan aroma garam,
bahwa cinta akan tetap berlayar
meski badai datang tanpa ampun,
meski malam menelan cahaya bulan.

Di bawah rindang kelapa yang berayun,
aku menunggu seperti pantai menunggu ombak,
sabar, setia, dan penuh doa.
Sementara di kejauhan, perahu-perahu kecil itu
menjadi puisi yang berlayar di langit jingga,
membawa pesan rahasia dari hatiku
kepada hatimu yang jauh di seberang.

Kasih, bila angin laut membawa bisikan,
itulah aku—
memanggil namamu di antara desir waktu,
mendoakan kau tetap utuh,
meski jarak menghampar luas seperti samudra.
Sebab cinta yang sejati,
tak butuh jangkar untuk berdiam,
ia akan terus berlayar,
menyusuri biru abadi yang bernama kenangan.

Dan ketika malam akhirnya turun perlahan,
di sela bayang pohon kelapa dan suara ombak,
aku tersenyum sendiri—
karena di dunia yang luas ini,
masih ada satu tempat yang selalu kutuju:
hatimu,
yang menjadi pelabuhan terakhir dari segala rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda