By: Futicha Turisqoh
Kurikulum terbaru yang
ada kini adalah pendidikan yang berkarakter, yang akan memacu kecerdasan
intelektual pada peserta didik. Akan ada program seminar tiap semester atau
paling tidak setahun sekali di TK/MI Miftahul Ulum Gumayun, Kecamatan
Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ketua
Yayasan Miftahul Ulum Gumayun, Bp. Akhmad Salim, SE pada acara Seminar
Pendidikan dengan tema “Peran Orangtua dalam Peningkatan Mutu Pendidikan yang
Berkarakter” di Kampus KB – TK/MI Miftahul Ulum Gumayun, Senin, 17 Juni 2013
lalu.
Narasumber di acara
seminar tersebut Drs. Ahmad Zahid, M. Pd. Beliau mengingatkan peserta seminar
yang dihadiri oleh wali murid TK-MI Miftahul Ulum Gumayun agar meniatkan
kehadirannya untuk mendapatkan ilmu dan ridho dari Allah SWT.
Apa itu karakter? Banyaknya
tawuran, geng motor, pengguna narkoba, maraknya keping CD porno, generasi tua
yang masih suka minum-minuman, korupsi, remaja merokok, main kartu, main suap,
demo/unjuk rasa, dan lain-lain merupakan karakter anak Bangsa yang jauh dari
harapan Bangsa itu sendiri. Lalu, bagaimana cara merubah karakter anak menjadi
positif? Pertanyaan inilah yang membuat pemerintah mencoba dengan membuat kurikulum pendidikan
barkarakter di tahun 2013.
Beliau mengamati perbedaan
sistem pendidikan organisasi Muhammadiyah dengan NU. Menurutnya, Muhammadiyah
lebih condong kepada kerjasamanya, sedangkan NU lebih condong kepada
kekeluargaannnya. Keduanya sama baiknya.
Banyaknya orangtua siswa
yang hanya mengandalkan pendidikan putra-putrinya kepada beberapa guru dan satu
kepala sekolah, apa itu adil dan fair? Sama sekali tidak! Bagaimanapun orangtua
tetap punya andil penting dalam mendidik anak. Guru hanya bisa mendidik
murid-muridnya di sekolah, selebihnya orangtualah yang punya banyak waktu di
rumah untuk anak-anaknya. Waktu yang tersisa itulah yang seharusnya
dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para orangtua untuk mendidik anak, terutama
pendidikan karakter pada anak.
Anak yang suka tawuran
merupakan cerminan kurangnya pendidikan anak di rumah. Untuk mengantisipasi hal
itu, tugas orangtua yang utama adalah memberi nama anak yang baik, nama yang
mengandung doa, kemudian memperbagus akhlak anak, mengajarinya tulis baca,
berenang, memanah, dan tidak memberinya makanan kecuali yang halal dan baik,
lalu menikahkannya jika ketemu jodoh. (HR. Al-Hakim)
Ada beberapa pertanyaan
yang dilontarkan guru dan orangtua murid pada acara seminar tersebut, di
antaranya:
1. Apakah
pendidikan karakter bisa dirubah? Sebab ada yang berpendapat, bahwa
karakter/watak seseorang itu tidak bisa dirubah, karena sudah mengakar pada
diri seseorang.
Jawaban:
Pendidikan
karakter bisa dirubah. Ada kisah, di Thailand tadinya tidak ada buah durian. Durian
montong itu lebih besar dari durian-durian yang ada. Adanya durian montong
karena ada budidaya. Disemaikan dulu, diberi pupuk, dan dipelihara dengan baik,
sehingga ketika sudah berbuah menjadi durian yang enak.
Kurikulum
berkarakter punya gambaran seperti itu. RPP dan lain-lain sudah ada
skenarionya. Karakter bisa dirubah! Jangankan gen, yang lainpun bisa dirubah. Sebenarnya
tidak hilang watak/karakter jelek itu, tapi yang ada: bagaimana cara
memunculkan yang baik, agar yang jelek-jelek itu bisa hilang. Untuk itu perlu
ada pembiasaan. Pembiasaan-pembiasaan buruk saaat kita kecil akan memunculkan sifat
individual. Yakinkan, bahwa karakter anak itu bisa berubah. So, kuatkan pembiasaan! Seperti kebiasaan
berdoa, bersedekah, sholat, ngaji, dan lain-lain.
2. Disebutkan
pada kisah seorang Johannes yang bisa mendidik seorang anak yang paling tidak
bisa menjadi bisa hingga diikutkan pada olympiade dan berhasil memenangkannya,
ini merupakan kisah yang menginspirasi kita, bahwa sebenarnya merubah seseorang
dari gak bisa menjadi bisa, bisa kita
lakukan. Pertanyaannya: adakah contoh lain dari kisah itu? Terutama kisah dari
seorang muslim, bukan dari non muslim.
Jawaban:
Kisah
muslim banyak, tapi mengambil kisah Johannnes yang non muslim karena kisah itu
bisa menggugah kita untuk bisa merubah sesuatu yang mustahil menjadi tidak
mustahil. Seperti kisah Imam Juhairi yang anaknya disusui orang lain, padahal sudah
ada pesan jangan menyusui anaknya selain ibu kandungnya sendiri. Maka setelah
Beliau mengetahuinya, dengan spontan beliau membersihkan perut anaknya dengan
cara memuntahkannya, yang akhirnya setelah besar anak tersebutpun menjadi imam.
3. Dari
kisah-kisah yang ada, seperti adanya tawuran, pecandu narkoba, remaja yang
merokok, yang mengindikasi orangtua yang tidak berhasil mendidik anak. Lalu,
bagaimana dengan fenomena-fenomena yang ada, dimana orangtua atau lingkungan
keluarga sudah mendidik sedemikian rupa, namun si anak ternyata hanya manis di
depan orangtua, sementara di belakang orangtua sikapnya berandalan atau tidak
mencerminkan anak yang sholih. Jadi kesimpulannya, perilaku negatif anak tidak
mutlak kesalahan orangtua/keluarga, tapi bisa juga dari faktor lingkungan, bisa
dari lingkungan sekolah, atau bisa juga dari pergaulan di lingkungan luar
sekolah. Apa solusinya, supaya anak bisa terdidik dengan baik, meskipun di
lingkungannnya tidak kondusif?
Jawaban:
Islam
memerintahkan kita untuk pandai memilih teman. Ketika anak di rumah atau di
sekolah, pastikan anak berteman dengan siapa, supaya kita sebagai orangtua
tidak kecolongan.
4. Sebagai
seorang pendidik PAUD, adakah trik-trik jitu untuk merubah karakter anak
menjadi baik, seperti anak yang masih manja menjadi mandiri, yang masih suka
berantem menjadi anak baik, anak yang malas menjadi rajin? Sebab, kadang kita
sebagai guru sudah berusaha merubahnya meski mungkin belum maksimal, tapi si
anak masih saja pada karakter awal, kalaupun berubah, hanya seberapa persen
saja.
Jawaban:
Intinya
adalah: kesabaran. Pupuk kesabaran mendidik anak lebih tinggi lagi. ^_^