Membaca tulisan "Emak Ingin Naik Haji",aku jadi ingat dengan ibuku. Ibuku yang sekarang sudah mulai beranjak tua,kira-kira usianya berapa ya? Ibu bilang,lahir pada tahun 1955....berarti sekarang berusia 54 tahun. Wah,sebentar lagi usianya 60 tahun. Tapi menurutku,ibuku masih kelihatan muda jika mengenakan baju muslimah,dengan jilbab indah di kepalanya,saat mau bepergian. Kalau di rumah sih,ibuku berpenampilan biasa saja,dengan baju daster tanpa jilbab,sehingga kelihatan rambutnya yang sudah mulai tumbuh uban. Namun begitu,ibuku tetap kelihatan cantik meski tanpa lipstik dan bedak.
Tahu tidak,ibuku dulu langsing loh! Tapi sekarang jadi gendut! he he he..... Mungkin karena sikap ibuku yang selalu enjoy meski banyak masalah,yang membuatnya tetap segar dan sehat. Padahal ibuku hampir tiap hari menghadapi kesulitan uang,tapi tidak pernah dibikin stres! Sehingga ibuku tetap terlihat gembira dan tersenyum. Hebat kan ibuku?
Pernah suatu ketika,ibuku bertanya padaku:
"Put, kapan ya Ibu dan Bapakmu bisa pergi naik haji?" Deg, aku terperanjat mendengarnya. Puput adalah nama panggilanku. Tidak disangka,orang tuaku ingin sekali bisa naik haji. Saat itu aku hanya menjawab:
"Insya Allah kalau dapat rejeki yang banyak,Bapak sama Ibu pasti bisa pergi ke kota suci. Doakan saja anak-anak Ibu ada yang bisa menghajikan Ibu sama Bapak." Ibupun menjawab,
"Iya...Mudah-mudahan bisa ke sana ya Put?"
"Ya Bu,amin......",jawabku. Aku jadi menitikkan air mata karena terharu. Yah,siapa lagi yang mampu menghajikan orang tuaku kalau bukan anak-anaknya. Apa aku bisa? Hanya Allah yang bisa menjawabnya.
Ibuku bernama Nur Aini,yang artinya cahaya mata. Ibu diberi nama demikian oleh Eyangku,mungkin dengan harapan Ibuku benar-benar bisa menjadi anak yang menyejukkan mata jika dipandang,yang menyenangkan jika dilihat,dan kelak bisa menjadi anak yang sholihah. Dan Allah ternyata mengabulkan harapan Eyangku,dengan menjadikan ibuku sebagai orang yang paling berjasa di mataku,juga di mata semua anak-anaknya. Alhamdulillah....aku bangga sekali menjadi anaknya,ibu terbaik di dunia.
Ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga,yang mempunyai banyak ketrampilan,di antaranya adalah menjahit,yang hingga kini menjadi mata pencahariannya,yang dapat membantu Bapak di kala Bapak tidak memiliki uang untuk menafkahi kami. Yah, Bapakku hanyalah seorang penjual mie ayam di seberang jalan dekat masjid di belakang rumahku. Namun, Bapak memiliki banyak kelebihan. Meskipun Bapak hanya berprofesi sebagai pedagang kecil-kecilan, Beliau sangat disegani oleh masyarakat di desaku,hingga dipercaya untuk menjadi Ketua Pengurus Masjid "Jami'ul Anwar",masjid terbesar di desaku,sekaligus menjadi Imam Masjid dan Ustadz bagi masyarakat. Alhamdulillah....... Dan, Bapakku memang patut menjadi Imam Masjid,karena selain pintar berkhutbah,juga 'alim dalam hal keagamaan. Mungkin karena Bapak pernah dibekali ilmu agama sejak hidup di pondok pesantren,saat Bapak masih berusia belasan tahun.
Orang tuaku yang baik,dan kehidupannya yang sangat sederhana,menjadikan anak-anaknya hidup prihatin dan apa adanya. Tekun belajar di sekolah,dan jauh dari gaya hidup hedonisme dan penuh hura-hura. Sudah terbiasa makan seadanya,nasi dengan lauk-pauk ala kadarnya.
Keluarga besar orang tuaku,seperti Bu Dhe,Pak Dhe,Paman,Bibi sudah pernah pergi haji. Tinggal orang tuaku yang belum diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa naik haji. Mudah-mudahan tahun depan keinginan mereka untuk bisa naik haji terpenuhi,amin.....
Bapakku sering dianggap sebagai tempat curhat bagi warga sekitar,karena nasehat-nasehatnya yang sederhana dan selalu mempunyai solusi. Bapakku memang sangat peduli dengan kesusahan warga,dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain. Dan hebatnya lagi, Bapakku sangat berani menegur dan "meluruskan" kesalahan seseorang yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Di saat orang lain tidak berani menegur,karena takut terjadi kesalahpahaman, Bapakku berani maju ke depan. Dengan sikapnya yang tegas dan berwibawa,dan selalu merujuk pada tuntunan agama,membuat orang lain mau mengikuti kata-kata Bapakku. Alhamdulillah.......aku bangga karenanya.
Dulu aku berpikir,hanya dengan kekayaan materilah yang dapat membuat hidup kita jadi terhormat dan disegani masyarakat. Ternyata pemikiranku salah. Kebaikan dan ilmu yang bermanfaatlah yang mampu membawa hati masyarakat menjadi cinta dan menaruh hormat kepada kita. Justru kekayaan materilah yang sering jadi bumerang bagi kehidupan kita.
Setiap aku dan orang tuaku bertemu dengan saudara-saudaraku dari keluarga besar Bapak atau Ibu,selalu saja yang ditanyakan oleh mereka adalah "kapan bisa segera naik haji". Sebenarnya hal itu bukan masalah bagiku. Tapi jika terlalu sering ditanyakan,membuat kami gerah dan ingin sekali bisa menunjukkan kepada mereka bahwa Bapak dan Ibuku pun bisa naik haji. Andai aku punya uang banyak,tentu aku bisa segera menghajikan orang tuaku. Duh,kenapa aku masih suka berandai-andai? Padahal aku tahu,itu salah satu jalan pembuka pintu setan untuk mempengaruhi jalan pikiranku.
Ya Allah,beri kesempatan kepadaku untuk bisa mewujudkan keinginan orang tuaku pergi naik haji. Aku yakin,tidak mustahil orang-orang yang susah seperti kami bisa naik haji. Engkau Maha Pemurah dan Maha Kuasa. Segalanya bisa saja terjadi,meski mungkin tidak sesuai dengan daya nalar kita.
Kita manusia hanya bisa berpikir dan berencana,tapi Engkaulah yang menentukan akhir dari segalanya. Niat dan do'alah yang dapat meyakinkanku,bahwa kelak orang tuaku pasti bisa naik haji. Salahkah aku,jika aku mempunyai harapan yang sangat besar untuk bisa menghajikan kedua orang tuaku? Aku memang tidak bisa membalas budi baik kedua orang tuaku yang telah mengayomi aku dari kecil hingga dewasa. Bahkan di saat sekarang pun,aku masih belum bisa membahagiakan orang tuaku,dengan segala permasalahan yang pernah kuhadapi selama aku masih bersama dengan suamiku dulu. Tanpa kebaikan dan ketulusan orang tuaku terhadap aku dan anakku,mungkin kami sudah menjadi orang gelandangan,yang hidup dari belas kasihan orang lain.
Ah sudahlah,itu dulu....dan sudah menjadi bagian dari masa laluku. Yang kuhadapi sekarang adalah: Bagaimana aku bisa membalas jasa kedua orang tuaku dan membahagiakan mereka. Tuhan,aku lemah dan tidak punya apa-apa. Aku hanya punya cita-cita dan harapan yang besar,agar bisa mewujudkan impian Bapak dan Ibuku untuk bisa pergi naik haji,biar Bu Dhe,Pak Dhe,Paman,atau siapapun bisa menyaksikan,bahwa orang tuaku pun bisa naik haji. Ya Allah,ampuni aku jika harapanku salah dan bukan karena mencari ridho-Mu...... Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
"Put !!"
Aku tersentak kaget. Ternyata Ibu ada di depanku,dan menegurku tanpa kusadari'
"Jangan suka melamun........nanti kemasukan setan loh!",tegur Ibu.
"He he.........Nggak kok Bu! Aku hanya lagi memikirkan sesuatu......",jawabku sekenanya sambil senyum-senyum tersipu malu.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Ceritakan ke Ibu....",tanya Ibu sambil tersenyum. Duh,Ibuku memang paling bisa diajak bicara. Senyumnya selalu bisa mencerahkan suasana.
"Bu,kapan ya aku bisa menghajikan Bapak sama Ibu?",tanyaku hati-hati. Sekarang giliran Ibu yang kaget. Dan entah kenapa,Ibuku menitikkan air mata. Tiba-tiba aku jadi merasa bersalah. Tuhan,maafkan aku........ Aku tidak bermaksud membuat Ibuku sedih.
"Jika Allah melapangkan rizki kita,dan memberi kesempatan pada kita,Ibu sama Bapak pasti bisa naik haji. Tapi kita jangan memaksakan diri,Put.....Kita syukuri saja apa yang ada. Pergi haji kan wajib bagi kaum muslimin yang mampu. Jadi bukan kewajiban kita sebagai orang yang terbiasa hidup susah. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk kemashlahatan ummat....bukan hanya kepentingan pribadi saja yang kita pikirkan. Jangan terlalu berharap,sebab itu tidak baik,dan bisa membuat kita kecewa dan dapat mengurangi rasa syukur kita kepada Allah....",jawab Ibuku dengan lembut. Duh,bijaksana sekali cara Ibu menyampaikan sesuatu,membuatku merasa teduh dan nyaman.
"Ya Bu,memang benar kata Ibu...... Tapi apa salah,jika kita bisa melaksanakan rukun Islam yang kelima? Jadi bukan hanya orang-orang kaya saja yang bisa melaksanakannya. Kita sebagai orang kecil tentu berhak dong bisa pergi naik haji! Aku ingin Ibu sama Bapak bisa melihat Ka'bah di Mekkah. Syukur-syukur aku juga bisa menyusul Ibu pergi naik haji. Ya kan Bu?"
"Ah,kamu ini... Harapannya terlalu tinggi! Mbok ya jadi orang jangan terlalu muluk-muluk.......seperti si punguk merindukan rembulan saja!",kata Ibu.
"Bukan begitu Bu........ Kita kan hidup harus optimis,penuh harapan dan cita-cita demi masa depan yang lebih baik...... Apa pemikiranku salah, Bu?",aku mencoba berargumen.
"Iya iya....... Ibu mengerti. Ya kita berdo'a saja,mudah-mudahan impian kita terkabul. Dan jika terkabul,tidak mengubah kita menjadi orang yang tidak pandai bersyukur........",jawab Ibu sambil mengelus-elus kepalaku. Duh,damainya....
Entahlah,meskipun aku sudah punya anak,Ibu tetap menganggapku seperti anak bungsu,padahal aku adalah anak tertua. Tapi sejak aku bermasalah dengan suamiku,aku tidak lagi bersikap layaknya orang dewasa. Aku kembali jadi "anak gadis" lagi di mata Ibu,yang diperlakukan hati-hati dan penuh kasih sayang.
Sebenarnya aku cukup bahagia dengan kehidupanku yang sekarang. Tapi mungkin aku akan lebih bahagia lagi jika orang tuaku bisa pergi naik haji. Impian kami yang mungkin bisa menjadi kenyataan. Semoga.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda