14 November 2009

TELEVISIKU













http://www.leutika.com/catatan/1103215/tayangan_televisi_yang_bikin_frustrasi




*TAYANGAN TELEVISI YANG BIKIN FRUSTASI



"Kamulah makhluk Tuhan yang tercipta yang paling seksi! Cuma kamu yang bisa membuatku ikut menjerit! au! au! au!"

Hah?! Aku benar-benar terpana dibuatnya. My young children sedang asyik bernyanyi, penuh ceria, tanpa merasa bersalah. Mereka yang merupakan tunas bangsa, masih bocah, tapi begitu hafalnya mendendangkan lagu milik Mulan Jameela, lagunya orang dewasa. Duh, kenapa jadi begini? Apa aku telah salah dalam mendidik mereka? Mereka murid-muridku, murid Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu..... Tapi kok?

Aku hanya bisa mengelus dada. Selesai bernyanyi, aku tanya mereka satu persatu. "Kamu belajar dari mana lagu itu?" dan mereka serempak menjawab, "Dari TV......."

Yah, begitulah anak-anak. Mereka belajar dari lingkungan. Meskipun di sekolah diajarkan untuk menjadi anak yang sholih, bukan seperti anak-anak kebanyakan, yang jauh dari nilai-nilai Islami. Tapi mereka hidup berawal dari rumah mereka masing-masing. Keluargalah yang ternyata paling dominan dalam membentuk pola didik mereka. Mungkin orang tua mereka hanya bisa memaklumi, karena mereka mendengar lagu itu dari televisi. Dan mungkin karena intensitas menonton televisi lebih banyak dari kegiatan lain di rumah, membuat mereka cepat hafal dengan lagu-lagu yang ada, terutama lagu dewasa yang sedang ngetrend dewasa ini. Orang tua mereka menyukainya,dan berimbas kepada putra-putrinya yang ikut-ikutan menyukai lagu-lagu yang disukai orang tuanya. Walhasil, jadilah mereka tumbuh dewasa sebelum waktunya. Jika tumbuh dalam nilai-nilai yang positif, it's okay! Tapi kalau mereka asal tumbuh dan menjalani aktivitas kesehariannya layaknya orang dewasa, sepertinya ada yang masih harus dibenahi. Yang menjadi pertanyaan saya: "Apa pantas seorang anak kecil menyanyi lagu seperti di atas?" Aku yakin, semua orang beradab pasti akan menjawab, "Tidak!" Kenapa? "Karena belum waktunya!" Mungkin itu jawaban klasik yang akan kita dengar.

Yup! That's right! Aku setuju dengan jawaban itu, meskipun mungkin ada sebagian yang berpendapat "Oke-oke saja mereka menyanyikan lagu itu, toh cuma sebatas nyanyian ini......." Oke-lah, jika memang itu alasannya. Tapi miris sekali rasanya jika semua orang tua berpendapat demikian.

Sebenarnya, yang paling disalahkan itu siapa? Mereka yang masih kecil, atau orang tuanya yang kurang bisa mengawasi putra-putrinya saat menonton televisi. Rasanya tidak bijak juga jika harus menyalahkan mereka. Bagaimanapun, mereka hanya menyadap apa yang dilihatnya di televisi. So, siapakah yang salah? televisi?

Sebenarnya bukan televisinya yang salah, karena ia hanyalah benda mati. Yang salah adalah isinya......isi dari tayangan-tayangan televisi yang kurang mendidik, bahkan sangat tidak mendidik! Coba lihat, tayangan televisi yang kita lihat sehari-hari.......


Tayangan Iklan Televisi


Begitu banyak iklan bermunculan bak jamur di musim hujan. Aku sendiri salut sekali dengan tayangan-tayangan yang begitu kreatif dan inovatif, yang merupakan bikinan anak negeri. Bagus memang! Bahkan kalau diikuti satu persatu, sangat menarik untuk dinikmati. Kenapa? Karena begitu bagus dalam mengemas iklan yang dibuat, dan terkesan lucu, sehingga kita langsung suka dan hafal dengan isi iklan tersebut. Apalagi kita, anak-anak pun ikut hafal dan langsung menyukainya. Tapi dibalik itu semua, ternyata banyak hal yang perlu kita cermati dan kita perlu perihatin dengan dampak selanjutnya. Mungkin kelihatannya sepele, tapi itu bisa berbahaya bagi anak-anak kita, jika kita mendiamkan saja. Coba perhatikan baik-baik deh, kalau masih tidak percaya.........

Banyak iklan komersial menerpa kita. Kapanpun dan di manapun. Iklan dikatakan manjur, bila pesannya mampu mengubah kesadaran konsumen, dari tak butuh dan tak ingin, dan setelah melihat iklan, seolah ia sangat perlu dan harus membeli produk yang ditawarkan iklan. Melalui layar televisi, banyak penonton yang diperdaya oleh ratusan bahkan ribuan tayangan iklan komersial'


Bagaimanapun, daya dukung finansial (keuangan) penonton televisi tidak akan kuasa mengimbangi guyuran tiada henti siaran iklan televisi. Oleh karena itu, penonton televisi perlu cerdas mensikapi bombardir iklan komersial, agar tak terjebak membeli produk tidak berguna, yang membuat kita dan anak-anak kita jadi korban iklan, yang artinya kita jadi bergantung pada produk yang ada, padahal mungkin tidak terlalu penting buat kehidupan kita.


Tayangan Sinetron di Layar Televisi


Ketika dunia perfilman lesu di tanah air ini yang ditandai dengan runtuhnya bioskop-bioskop, maka muncullah dunia hiburan baru yang tidak kalah menariknya atau bisa jadi juga pengganti perfilman. Adalah sinetron (Sinema Elektronika)

Tayangan sinetron dapat kita nikmati hampir di semua televisi, baik televisi milik pemerintah maupun swasta. Ada baiknya juga dengan sinetron tersebut, artinya memberikan hiburan kepada kita, baik hasil rekayasa penulis sinetron maupun kenyataan hidup sehari-hari di masyarakat.

Kalau kita perhatikan, sinetron-sinetron yang ditayangkan di layar televisi umumnya memang menghibur dan memberikan tontonan gratis kepada masyarakat dari pada harus membayar ongkos untuk menonton di bioskop atau menyewa VCD atau DVD.

Dari sinetron-sinetron yang kita tonton akan menimbulkan 2 anggapan, yaitu baik dan tidak baik. Ada orang satu mengatakan baik, dan ada pihak lain mengatakan tidak baik. Memang pandangan atau anggapan ini berpaling pada persepsi masing-masing individu.

Ada banyak tayangan sinetron yang sifatnya tidak mendidik para generasi muda. Sebut saja misalnya sinetron "Kawin Muda" dan sinetron "Pengantin Remaja" yang ditayangkan di salah satu televisi swasta. Secara pribadi, aku salut dengan kreativitas penulis, apalagi aktor dan aktrisnya berada di papan atas pemain sinetron Indonesia. Namun bila dilihat dari dunia pendidikan, sangatlah bertentangan dengan kenyataan di sekolah. Misalnya, seorang anak muda yang masih berstatus sebagai siswa atau pelajar sudah menikah dalam usia dini. Bahkan dari cerita sinetron itu pihak sekolah (baca : guru) sudah tahu persoalan. Apakah ini trend? Apakah kita mau menghancurkan generasi penerus bangsa dengan berpura-pura atau masa bodoh? Apakah sudah habis tontonan lainnya yang mendidik generasi penerus bangsa ini? Di awal tulisanku di atas sudah merupakan contoh, bahwa begitu mudahnya anak-anak sekarang untuk bisa mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya. Itu baru lagu, jadi tidak terlalu mengkhawatirkan, mungkin.... Tapi kalau sampai mengenai kekerasan yang dijadikan contoh, duhai....! Alangkah seramnya generasi kita yang akan datang. Apa kita sebagai orang tua tidak khawatir sedikitpun dengan masa dapan anak-anak kita?

Aku pikir dengan penayangan sinetron tersebut bukan hal sepele, apalagi saat ini kecenderungan untuk meniru sangat mungkin terjadi. Tetapi ini adalah suatu persoalan yang mesti dikaji ulang pengaruhnya terhadap dunia siswa. Siswa adalah anak kita, penerus generasi bangsa. Kepada generasi muda, tontonlah hiburan yang sesuai dengan usia kita dan kelayakan dari tayangan tersebut untuk ditonton, agar memiliki pengetahuan yang baik. Sebagai orang tua, mari kita dampingi mereka ketika mereka berada di depan televisi. Dan mari kita bangun generasi muda penerus bangsa ini menuju manusia yang bermoral, memiliki pengetahuan, dan selalu memiliki pandangan optimis dan positif. Kalu bukan kita, siapa lagi?


Mencermati Tayangan Televisi dan Dampaknya


Setuju atau tidak, kehadiran televisi yang makin marak di Indonesia dengan berbagai program tayangan dan jualan tidak dapat dihindari. Apapun yang muncul dan sifatnya baru, ada yang menilainya positif dan ada juga negatifnya.

Sudut pandang positif, sudah pasti akan melihatnya, dan memandangnya sebagai sebuah kemajuan teknologi, dan perlu dimanfaatkan sesuai dengan porsinya. Ada yang melihat kehadiran televisi sebagai sebuah lahan subur untuk meraup keuntungan tidak terbatas. Selagi kreativitas belum pudar, selama itu pula sarana tontonan yang bersifat hiburan dan informatif ini bisa meraup keuntungan.

Pada sisi lain, cukup banyak keluhan masyarakat terhadap dampak negatif dari berbagai program tayangan, sehingga mengkhawatirkan sejumlah kalangan. Sudah banyak kasus yang mengiris kalbu tentang kriminalitas yang sering diltayangkan televisi, dari pelaku anak-anak sampai orang dewasa. Dan usut punya usut, ternyata banyak yang meniru adegan yang ada di televisi. Astaghfirullah al-Adziim........
Bahkan pihak pemerintah sendiri sudah membaca kekhawatiran tersebut dengan membentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hingga ke tingkat provinsi dengan KPID-nya.


Tayangan Televisi Kurang Perhatikan Kepentingan Publik


Belakangan ini timbul keresahan di tengah masyarakat menyangkut isi media massa, khususnya televisi ; yang cenderung kurang memperhatikan kepentingan publik dan lebih berorientasi pada bisnis.

Hal itu dikemukakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono pada acara dialog publik bertema "Tayangan Televisi, antara Komersialisasi dan Degradasi Moral" di Jakarta, Kamis (6/9)

"Hal itu terlihat jelas dalam tayangan televisi banyak yang menyuguhkan kekerasan, seks dan pornografi, mistik, mengabaikan moralitas dan sarat dengan bias gender. Sajian media cetak pun tidak jauh berbeda dengan hal-hal yang terdapat di televisi," katanya.

Meneg PP mengakui perkembangan teknologi dan globalisasi informasi yang disertai kebebasan berekspresi telah memberikan dampak positif dan juga negatif.

Di satu pihak media massa saat ini merupakan media yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial. Namun di pihak lain, kebiasaan untuk merespon dan bersikap kritis terhadap sajian media massa dapat dikatakan belum tumbuh dan menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.

"Sebagian dari mereka masih cenderung pasif dan menerima apa saja yang tersaji di media, bahkan menjadi rujukan perilaku dan nilai. Dengan kata lain, saat ini televisi merupakan sarana transformasi nilai yang sangat efektif dan baik di tengah posisi masyarakat yang cenderung lemah," tambah pakar antropologi dari Universitas Indonesia ini.

"Artinya, kita semua harus sadar bahwa apa yang disajikan bisa menimbulkan kerugian dan dampak negatif di masyarakat yang rentan terhadap pengaruh negative media massa seperti anak, remaja dan perempuan," katanya.

"Kita semua mempunyai kewajiban untu mendidik bangsa kita dan tak terkecuali, tugas ini juga diemban oleh media. Berkenan dengan itu pertanyaan saya selanjutnya adalah jika pers dan dunia media komunikasi kita mampu menghasilkan karya-karya film, sinetron, VCD yang berkualitas dan insan pers cerdas untuk mengangkat nilai budaya yang baik di negara kita, mengapa pers tidak menggunakannya untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita?," tambahnya.

Hampir di seluruh lapisan masyarakat, di segala tingkat strata pendidikan, tiada hari yang terlewat tanpa menonton televisi. Setiap orang, dari anak-anak, muda dan dewasa, bahkan yang sudah uzur bisa dipastikan akan menghabiskan beberapa jam bahkan hampir seharian duduk dan menikmati tayangan televisi. Kehadiran televisi menyuguhkan berbagai acara yang beragam dan menarik tanpa kompromi. Artinya, ia hadir di tengah-tengah kita dengan sukarela, kapanpun kita ingin menikmatinya, kita cukup menekan sebuah tombol. Ditambah lagi dengan hadirnya 11 stasiun televisi nasional, seolah tidak ada kata bosan, kita merelakan setiap hari waktu kita bersamanya.

Salah satu yang sangat menggelisahkan kita yakni saat menyaksikan tayangan-tayangan televisi belakangan ini. Hampir semua stasiun televisi menayangkan program acara (terutama sinetron) yang cenderung mengarah pada tayangan berbau kekerasan (sadisme), pornografi, mistik, dan kemewahan (hedonisme).

Tayangan-tayangan tersebut terus berlomba demi rating tanpa memperhatikan dampak bagi pemirsanya. Kegelisahan itu semakin bertambah karena tayangan-tayangan tersebut dengan mudah bisa dikonsumsi oleh anak-anak.

Para tokoh agama, budaya, dan cendekiawan yang selalu konsen mengkritisi setiap gerak tayangan televisi, belakangan seakan ikut terkesima dengan tayangan-tayangan yang tidak lagi semipornografi, tapi malah betul-betul menampilkan tayangan yang sangat memalukan sebagai bangsa yang selama ini cukup bangga dengan "Orang Timur" yang berbudaya tinggi. Bahkan terkesan tiarap dan tidak lagi sesuai dengan kaidah dan norma agama.

Sebuah survei yang pernah dilakukan salah satu harian di negara bagian Amerika Serikat menyebutkan, empat dari lima orang Amerika menganggap kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu sangat berbahaya kalau anak-anak sering menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah (Era Muslim, 27/07/2004)

Sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat juga menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun terbukti memperoleh nilai lebih rendah dibanding anak yang sedikit menghabiskan waktunya menonton tayangan yang sama (KCM, 11/08/2005)

Dua survei itu sebenarnya bisa jadi pelajaran. Di Indonesia suguhan tayangan kekerasan dan kriminal seperti Patroli, Buser, TKP, dan sebagainya, tetap saja dengan mudah bisa ditonton oleh anak-anak.

Demikian pula tayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi. Persoalan gaya hidup dan kemewahan juga patut dikritisi. Banyak sinetron yang menampilkan kehidupan yang serba glamour. Tanpa bekerja orang bisa hidup mewah. Anak-anak sekolahan dengan dandanan yang "aneh-aneh" tidak mencerminkan sebagai seorang pelajar justru dipajang sebagai pemikat. Sikap terhadap guru, orang tua maupun sesama teman juga sangat tidak mendidik.


Peranan Orang Tua



Dikhawatirkan anak-anak sekolahan meniru gaya, sikap, serta apa yang mereka lihat di sinetron-sinetron yang berlimpah kemewahan itu. Televisi memang bisa berdampak kurang baik bagi anak, tetapi melarang anak sama sekali untuk menonton televisi juga kurang baik. Yang lebih bijaksana adalah mengontrol tayangan televisi bagi anak-anak. Setidaknya memberikan pemahaman kepada anak-anak mana yang bisa mereka tonton dan mana yang tidak boleh. Orang tua perlu mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi.

Memberikan berbagai pemahaman kepada anak-anak tentang suatu tayangan yang sedang disaksikan. Selain sarana membangun komunikasi dengan anak, hal ini bisa mengurangi dampak negatif televisi bagi anak. Kebiasaan mengkonsumsi televisi secara sehat ini mesti dimulai sejak usia dini.

Meski demikian, pihak pengelola program tayangan televisi pun punya tanggung jawab untuk melakukan penyaringan acara-acara yang seronok, apalagi tayangan-tayangan iklan dengan menampilkan kemulusan kulit perempuan yang bisa disebut 70% sudah telanjang.

Perlu dipahami bahwa tempat pendidikan paling utama adalah di keluarga, di mana orang tua adalah yang paling bertanggung jawab di dalamnya. Kenapa mesti orang tua? Karena orang tua yang bisa mengawasi anaknya lebih lama. Orang tua paling dekat dengan anaknya. Dalam keluargalah anak bertumbuh kembang. Membiarkan anak menonton televisi secara berlebihan berarti membiarkan tumbuh kembang dan pendidikan anak terganggu. Kewajiban orang tua juga untuk memantau kegiatan belajar anak di rumah. Perkembangan si anak tidak bisa terlalu dibebankan pada sekolah.


Tayangan Televisi Tidak Mengindahkan Nilai Agama


"Televisi tidak mengindahkan nilai agama," ujar Ketua Umum MUI Amidhan dalam jumpa pers di Departemen Komunikasi dan Informatika, Rabu. Majelis, Amidhan melanjutkan, menerima ribuan laporan terkait penayangan sinetron, pertunjukan musik dan infotainment selama Ramadhan.

"Pelanggarannya sendiri berjumlah 2166," katanya. Setiap episode sinetron, MUI rata-rata menemukan 5 pelanggaran.

Meski tak bisa menindak televisi karena menayangkan adegan yang bertentangan dengan nilai agama, MUI berharap orang tua dan masyarakat bisa memilih tayangan yang baik untuk anak dan keluarga.

Hendaknya kita memperhatikan hal ini. Mendidik anak adalah bagian dari jihad. Apabila kita tidak bisa berjihad dengan kekuasaan untuk mencegah berbagai kemungkaran yang ada di televisi, bisa dengan lisan kita. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : "Berjihad melawan orang fasik dengan lisan merupakan hak orang-orang yang memiliki ilmu dan kalangan para ulama yaitu dengan cara menegakkan hujjah dan membantah hujah mereka, serta menjelaskan kesesatan mereka, baik dengan tulisan ataupun dengan lisan."

Saranku, marilah kita pantau anak-anak kita dalam menonton televisi, agar supaya mereka tidak terjebak dalam pergaulan yang tidak baik dan membahayakan kehidupan mereka di masa yang akan datang.Kita mengajak orang lain kepada kebaikan karena Allah Ta'ala, dan kita membenci kemungkaran juga karena Allah Ta'ala. Maksudnya, kita melakukan pengawasan yang baik terhadap anak-anak kita demi kebaikan mereka, juga mengajak orang lain untuk berhati-hati dalam menonton televisi, tidak mengikuti acara televisi begitu saja, dan menerimanya mentah-mentah. Bukankah katanya kita orang yang cerdas dalam memilih dan memilah acara yang ada? Terus, kenapa kita tidak menyadarinya saat kita "terpeleset"? Dan kita membenci tayangan-tayangan televisi yang mengandung racun demi kebaikan kita semua karena Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda : "Tiga perkara barangsiapa yang pada dirinya terdapat 3 perkara ini, maka dia akan mendapatkan kelezatan iman : Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari pada yang lainnya, ia mencintai seseorang hanya karena Allah dan dia benci kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api neraka." (Bukhari dan Muslim)

"Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan tidak memberi karena Allah, maka dia berarti telah sempurna imannya." (Abu Dawud)

So, apakah kita tidak ingin menjadi hamba Allah yang sempurna imannya? Jika ya, tentunya kita tidak menginginkan tayangan-tayangan televisi yang bikin kita frustasi menjadi makanan kita sehari-hari, bukan? Wallahu a'lam bishshowab........



By : FUTICHA TURISQOH

(Penulis adalah anggota FLP Tegal)



Sumber :

http://www.tempointeraktif.com

http://www.sripoku.com

http://www.arsip.pontianakpost.com

http://www.indonesiatvguide.blogspot.com









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda