25 Desember 2009

Menggapai Syukur Alloh



Ya Ikhwah ……….

Tahukah kita di antara Asmaul Husna yang tercantum dalam Al Quran adalah : الشاكر – الشكور yang menurut Al Qohthony maknanya adalah :


الذى لا يضيع سعي العاملين لوجهه بل يضاعفه أضعافا مضاعفة.
"Rabb yang tidak menyia-nyiakan upaya para pelaku amal ikhlas karenaNya, bahkan dilipatgandakan berkali-kali lipat".


Di dalam Shahihain Rasulullah saw bersabda:


كل عمل ابن آدم له يضاعف الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف
"Setiap amal (kebaikan) anak Adam dilipatgandakan dengan 10 hingga 700 kali lipat".
Pertanyaannya ya ikhwah, kriteria yang bagaimana seseorang dapat menggapai syakir dan syakur Allah swt ?


Di antara kriteria yang Allah swt sebutkan antara lain :


وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَأِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Dan barang siapa yang mengerjakan tathawwu` dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:158)
Makna tathawwu` adalah :


قام بالعبادة طائعا مختارا دون أن يكون فرضا الله
"Menegakkan ibadah yang bukan fardhu dengan penuh keta`atan dan tunduk karena Allah".
Intinya "Kerja lembur dari batas minimal kewajiban yang sudah ditentukan".


Seorang pelembur adalah seorang yang tahu diri, bahwa apa yang dilakukannya pada batas waktu-waktu wajib tidak cukup untuk mengabdikan dan menyumbangkan diri dalam mengabdi cintanya pada pekerjaan atau tuannya. Atau paling minimal bahwa upah yang didapatnya hanya dengan melalui kerja wajib minimal itu saja hanya mampu menghidupi sesaat, tanpa memenuhi hidup di masa depan atau hanya cukup untuk dirinya sendiri, tanpa mampu memberikan yang lebih kepada sanak kerabat dan keluarganya.


Kita akan melihat dia bercucuran keringat, di saat orang lain sudah kering keringatnya. Dia tetap berpikir mengolah otak di saat orang lain sudah mulai bersenda gurau dengan sang keluarga tercinta. Bahkan dia bangun di waktu malam untuk bermunajat mencari kesejukan bersama Rabbnya di saat orang lain sudah nyenyak di pembaringannya, tanpa sedikitpun dia merasa didzalimin karena kerja lemburnya yang tak mengenal waktu.


Alangkah bahagia sang da`i yang melemburkan waktu, pikiran dan tenaganya melebur dengan kehidupan umatnya, tanpa dia melihat orang lain lebih sedikit waktunya untuk melebur diri seperti dia. Karena dirinya tahu bahwa rasa syukur Allah akan diberikan kepadanya dan hanya untuknya.


Alangkah bahagia sang thalibul ilmi yang melemburkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk meleburkan dirinya dengan ilmu dan amal, walaupun semua yang harus dia korbankan itu lebih banyak dibandingkan rekan-rekannya yang lain. Karena dia tahu bahwa rasa syukur Allah akan diperolehnya di saat orang lain menyesal karena tak meraihnya.


Alangkah bahagia orang tua yang selalu setia memberikan bimbingan dan arahan kepada sang putra tanpa lelah dan henti, walaupun sang putra tak pernah memberikan ucapan terima kasih atau sikap hormat kepadanya, karena dia tahu syukur Allah yang amat agung dan terhormat sedang menunggunya di dalam jannatun na`im.



Kriteria yang kedua Allah swt berfirman :


إِن تُقْرِضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun. (QS. 64:17)


Siapakah orang yang meminjamkan pinjaman yang baik kepada Allah, para ulama tafsir setidaknya mensifati mereka dengan 2 sifat utama :


1. دون ربح و فائدة تجارية دنيوية Tanpa mengharapkan keuntungan dan hasil perdagangan duniawi.


2. دون من ولا أذى tanpa mengungkit-ungkit dan menyakiti yang menerima.


Intinya dia selalu memberi tanpa hitungan matematis untung duniawi semata. Walaupun yang dia dapatkan di dunia lebih kecil dibandingkan waktu dan tenaga yang dia korbankan, baginya dia tetap memberi yang lebih baik tanpa dia ungkit sedikitpun dengan melupakannya atau bahkan tidak keluar kata-kata umpatan yang membandingkannya dengan orang lain. Karena dirinya tahu bahwa syakir dan syakur Allah akan diraihnya cepat atau lambat.


Bahagialah para da`i yang selalu banyak memberi kepada Allah tanpa membandingkannya dengan hasil yang diperolehnya di dunia untuk kemudian dia lupakan kebaikannya itu tanpa ungkitan atau tanpa umpatan. Selesai satu pemberian yang dia persembahkan kepada Allah, diapun bergerak untuk memberikan pemberian yang lain untuk dipersembahkan secara baik kepada Rabb yang menciptakannya. Dia yakin sekali bahwa sebanyak yang dia berikan secara baik kepada Allah akan semakin memberikannya rasa yakin bahwa keridhaan Rabbnya akan dia gapai.


Berbahagialah para thalibul `ilmu yang banyak memberikan apa saja kemampuannya dalam mencari nurullah (ilmu Allah) dan mengabdikannya, tanpa mengitung-hitung dengan matematis duniawi atau matematis pengorbanan orang lain. Dia berlomba memberikan yang terbaik kepada Rabbnya tanpa dia ungkit atau umpat. Dia hanya berharap Rabbnya merasa senang dan ridha menerima pemberiannya, walaupun di dunia yang fana ini dia tidak pernah mendengar pujian dari teman atau kerabatnya, atau bahkan mungkin cacian dan ejekan yang diraihyan. Karena dia tahu Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan persembahan dan utang yang dipersembahkan olehnya.


Beruntunglah kaum muslimin yang berkorban apa saja dalam mengabdikan dirinya, hartanya dan seluruh kemampuannya untuk dien Allah, kemuliaan Islam, keagungan kaum Muslimin dan ketinggian kalimat Allah, tanpa mengharap kembali dari manusia, tenpa mengangan-angankan ucapan terima kasih atau balasan hadian dari siapapun. Semuanya mereka lakukan hanya karena imannya telah menjadikan dirinya melebur dalam alur pengabdian yang tak henti kepada Allah Rabbul `Alamin yang sepanjang masa tidak pernah mengabaikan dan meninggalkannya.


Tidak ada kata-kata yang keluar dari mereka "Ah sudah sering sholat, tapi tak kaya-kaya juga", karena dia tahu bahwa shalatnya bukan untuk mencari harta. Tak ada kata "Ah, fanatic amat sih, toh akhirnya juga dicaci orang", karena dia tahu Allah pasti membalas keteguhannya dengan ajr yang amt besar. Tak ada kata "ah, yang penting mah sendiri, biarkan saja orang lain sih", karena dia tahu bahwa keislaman dan keimannya kepada Allah tidak akan sempurna tanpa upayanya membimbing orang lain kea rah keridhoan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda