09 Maret 2010

menyinggung senja

Dari:
"Batas"

Kepada:
Forum_LingkarPena@yahoogroups.com


Lagi-lagi menyinggung senja
Kata ilalang itu tanda alam berganti keindahan
Kata majazi itu tanda akan segera berkumandang Maghrib
Aku tak lagi mengagungkan senja
Sebab sudah tak lagi memikatku, persetan ia jatuh tanpa
bulan atau disana hanya gemintang yang bersautan kerlipnya

Bertanya pada angin yg menerpa ditelingaku, sucikan nafsumu
Bertanya pada angin yg menerjang didada, rendahkan egomu
Setelah senja meredup dikota Sinjai, itulah awal
kebangkitanmu

-batas-
“Jalu…hidup itu tidak cukup hanya dengan membantu orang,
meskipun yg kau lakukan tanpa pamrih, tapi ingat kau juga butuh pedoman yang
mengarahkan hidupmu” ucap Daeng Ilyas.

“…” pria berkumis melintang itu diam tak bergeming menanggapi
pernyataan yg terlontar. Ia masih saja mengamati orang yang bersujud, kira-kira
berjarak lima meter dari ia bersila.

“itu yg dinamakan sembahyang, orang islam menyebutnya sholat
Maghrib, ketika senja berganti malam kaum muslim berbondong-bondong ke surau
utk mengkhusyukkan diri kepada Sang Khaliq”

“…” pernyataan Daeng Ilyas memaksa Jalu menelan ludah
sendiri, seperti ada yg mengganjal dalam hati, tetapi susah utk dikeluarkan,
hingga rasa sesak didada tak mampu keluar, bahkan terus menjalar dalam
batinnya.

“mengapa senja selalu menjadi kesimpulan akhir dari sebuah
kisah, ataukah ini berkaitan dengan orang lanjut usia yang diperumpamakan
dengan mendekati senja, atau karena berakhirnya sebuah hari ditandai dengan
munculnya senja, ataukah yang lain” batin Jalu.

“Maghrib, itu jawabannya, dalam darahku mengalir muslim.
Awal kebangkitanku setelah senja meredup dikota Sinjai”
[cuplikan cerita "Senja diKota Sinjai"]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda