http://leylahana.blogspot.com/2011/07/tips-menulis-menulis-novel-itu-sangat.html
Leyla Hana
Setiap orang harus menjadi penulis, meskipun sudah memiliki profesi lain. Kenapa? Banyak sekali alasannya. Seorang dokter sebaiknya juga seorang penulis, sehingga bisa mengabadikan segala hal yang berkaitan dengan profesinya itu dalam tulisan. Begitu juga dengan seorang presiden, menteri, anggota DPR, sampai buruh nelayan sekalipun, sebaiknya juga bisa menulis. Menulis membuat kita semakin hidup. Menulis membuat kita semakin kaya. Bukan hanya kaya secara materi, tapi juga kaya oleh ilmu. Sebab, untuk menjadi penulis kita memang harus banyak membaca.
Namun sayangnya, banyak orang yang tidak tertarik dengan profesi ini. Atau tertarik, tapi sudah patah semangat karena hasil karyanya sering ditolak, misalnya. Jangankan menulis novel yang panjang, menulis cerpen saja selalu berhenti di tengah jalan. Penulis pemula yang belum-belum sudah berhenti di tengah jalan, selamanya tidak akan berhasil menjadi penulis. Sebab, kegagalan itu akan selalu ada. Seorang penulis yang sudah berpengalaman sekalipun, ada kalanya menemui kegagalan.
Itulah sebabnya, menjadi seorang penulis bukan hanya berbekal ide, tapi juga mental baja dan kerja keras yang tidak pernah berhenti. Seorang penulis, baru bisa disebut penulis kalau hasil karyanya sudah dipublikasikan. Jadi, kita baru bisa disebut penulis yang berhasil kalau tulisan kita sudah diterbitkan. Buku yang best seller, atau terjual banyak, bukanlah ukuran bahwa buku itu paling bagus. Buktinya, banyak buku bagus yang penjualannya biasa-biasa saja. Sebaliknya, banyak juga buku yang biasa-biasa saja, tapi terjual sampai jutaan kopi.
Nah, sekarang bagaimana cara supaya tulisan kita bisa dipublikasikan? Setiap penulis pasti berpikir bahwa hasil tulisannya itu bagus, tapi tidak demikian dengan penerbit. Kalau penerbit tidak sependapat, ya gagallah tulisan tersebut dipublikasikan. Untuk menjadi penulis yang berhasil, berikut ini tips-tipsnya:
1. Banyak Membaca
Menjadi penulis itu harus banyak membaca. Membaca apa saja. Membaca buku, lingkungan, orang-orang di sekitar, dan lain-lain. Kalau kita cuek kepada lingkungan dan orang-orang sekitar, tentu saja hanya sedikit yang bisa kita tulis. Paling-paling hanya berkisar pada diri kita sendiri. Padahal banyak sekali yang bisa kita angkat dari kehidupan di sekitar kita. Keluarga, teman-teman, tetangga, orang-orang yang kita temui di jalan, dan lain-lain.
Membaca buku adalah hal yang paling penting lagi untuk menjadi seorang penulis. Jangan membatasi buku yang kita baca sebatas yang kita suka. Kita harus mencintai semua jenis buku, kecuali buku porno. Kalau ingin menjadi penulis novel, ya banyak-banyaklah membaca novel. Selain bisa belajar penulisan novel dari novel yang kita baca, sering kali kita juga bisa mendapatkan ide dari sana. Asal bukan plagiat, ya.
Jangan menutup diri dari bacaan yang tidak kita sukai karena itu cuma akan membatasi apa yang kita tulis, padahal kita harus menulis banyak hal. Saya bahkan pernah bertemu dengan seorang calon penulis yang TIDAK SUKA MEMBACA. Bayangkan, dia tidak pernah membaca buku karangan Enid Blyton yang sangat terkenal dan melegenda itu. Kenyataannya, usahanya untuk menjadi penulis, mandeg di tengah jalan karena tidak punya ide. Kalaupun ada ide, hasil tulisannya sangat “kering.”
Dengan membaca karya penulis lain, kita bisa belajar banyak hal, antara lain: cara penulis itu membuka ceritanya, gaya berceritanya, bahkan cara penulis menutup ceritanya (ending). Saya sendiri kalau sudah menemukan jalan buntu dalam menyelesaikan novel saya, pasti akan segera ke toko buku, membeli buku-buku yang harus saya baca sebagai amunisi. Minimal sehari, kalau kamu memang sangat malas membaca, kamu harus membaca dua halaman buku apa saja. Kalau tidak… wah… sudah deh.
2. Rajin Menulis
Awali dengan menulis hal-hal yang kamu temukan di jalan. Apa saja. Buat kamu yang suka menulis di buku harian, kamu sudah punya potensi untuk jadi penulis, tuh. Mulanya memang hanya buku harian, tapi tahu tidak, itu bisa jadi pembelajaran kamu menjadi penulis. Bahkan tulisan-tulisanmu di blog, bisa dibukukan, lho!
Abadikan semua yang berkesan dalam hidupmu, siapa tahu suatu hari nanti bisa kamu kembangkan menjadi cerpen atau novel. Dulu, saya hanya suka menulis di buku harian. Bahkan, saya mengoleksi buku harian saking banyaknya buku harian yang saya punya. Lama-lama, saya menulis ulang buku harian itu menjadi cerpen atau novel.
3. Tentukan Jenis Tulisanmu
Apa yang ingin kamu tulis? Cerpen? Novel? Esai-esai pendek? Atau buku nonfiksi lengkap? Tentukan dulu di mana ketertarikanmu. Lebih bagus lagi kalau kamu tertarik menulis semuanya, baik itu cerpen, novel, atau esai. Tapi untuk langkah pertama, pilih yang paling kamu sukai. Saya sendiri memulainya dengan menulis novel. Tetapi karena dulu baru pemula, seorang teman menyarankan agar saya memulainya dengan menulis cerpen. Akhirnya, saya belajar menulis cerpen.
4. Belajar Menulis
Menulis saja mesti belajar?! Iya, dong. Segala yang kita lakukan di dunia ini diawali dengan BELAJAR. Bahkan meskipun hanya berbicara. Mungkin kamu lupa, tapi waktu kecil, sebelum kamu bisa berbicara, kamu pasti mempelajarinya dari orang-orang di sekitarmu. Nah, begitu juga dengan menulis. Jadi, jangan percaya dengan ucapan sebagian orang yang mengatakan kalau menulis adalah bakat. Memang, bakat mempengaruhi, tapi hanya satu persen. Sisanya lagi, adalah belajar. Setelah kamu menemukan jenis tulisanmu, pelajarilah jenis tulisanmu itu.
Cerpen, misalnya. Menulis cerpen itu tidak sama dengan menulis esai yang panjang dan hanya dijedakan dengan paragraph. Di dalam cerpen itu ada narasi dan dialog. Nah, cara membuat narasi dan dialog ini yang mesti kamu pelajari. Di buku bahasa Indonesia, sering kita temui pelajaran ini, tapi untuk lebih konkritnya, belajarlah langsung dari cerpen itu sendiri. Artinya, kamu harus sering membaca cerpen di majalah. Lihat, bagaimana bentuk narasi dan dialog. Pelajari cara penulisnya bertutur, diksi yang digunakan, dan lain-lain.
Ketika masih menjadi Editor di Lingkar Pena Publishing House, saya banyak menemukan naskah yang “hancur.” Penulisnya tidak tahu cara membuat dialog, tidak tahu batasan bercerita dalam cerpen, dan lain-lain. Memang, tugas editor adalah memperbaiki ketidaktahuan itu. Akan tetapi kalau naskahnya seperti itu, editor mana pun akan malas meloloskannya. Sayang kan, kalau tulisanmu bagus tapi tidak bisa diterbitkan karena editornya “malas” membaca.
Misalnya saja, ada seorang penulis pemula yang menulis cerpen tapi ceritanya terlalu kompleks dan panjang, sehingga malah lebih bagus dibuat novel. Penulis itu pasti belum tahu perbedaan cerpen dengan novel. Di dalam cerpen, kamu cuma akan mengangkat satu kejadian yang menjadi inti cerita. Sedangkan di dalam novel, kamu bisa mengangkat banyak kejadian. Jadi, kalau di dalam cerpen ada banyak kejadian yang kamu angkat, ceritanya jadi tidak fokus, padahal jumlah halamannya maksimal hanya dua belas halaman.
5. Gabung di Komunitas Kepenulisan
Yang satu ini juga sangat penting. Contohnya adalah Forum Lingkar Pena (FLP). Di sini kamu akan bertemu dengan para penulis atau minimal calon penulis juga, orang-orang yang tertarik untuk menjadi penulis. Setidaknya, kita bisa berbagi satu sama lain, bagaimana agar bisa menjadi penulis yang berhasil. Atau, kalau ada anggota yang sudah menjadi penulis, kita bisa tanya-tanya bagaimana caranya menjadi penulis.
Ingat, di komunitas ini kamu cuma akan berbagi mengenai kepenulisan. Jadi, jangan berharap naskah kamu akan diterbitkan. Soal diterbitkan atau tidak, itu tergantung usaha kamu masing-masing, apakah kamu bisa menghasilkan karya yang berkualitas sehingga membuat penerbit tertarik untuk menerbitkan karyamu, atau tidak. Kebanyakan calon penulis berharap karyanya bisa diterbitkan setelah bergabung dengan FLP, padahal FLP bukan penerbit. FLP hanya membantu kamu mencari penerbit yang kira-kira mau menerima naskahmu.
Kalau kamu sering berkumpul dengan teman-teman di FLP, kamu akan terus termotivasi untuk menulis. Apalagi kalau ada anggota FLP yang produktif. Nah, di situlah kelebihan FLP. Para anggotanya akan saling menyemangati.
6. Mulai Menulis
Mau jadi penulis, sudah belajar tentang kepenulisan di mana-mana, tapi belum pernah mencoba menulis sekali pun?! Ya, nggak jadi-jadi, dong. Nah, setelah kamu mendapat banyak teori menulis, membaca banyak tulisan, dan mendapat ide menulis, segeralah menulis! Penting buat diingat, lupakan dulu soal teori-teori menulis yang sudah kamu pelajari. Langsung tulis saja apa yang ada di kepalamu. Lupakan soal cara membuka cerita yang baik, membuat konflik yang menarik, membuat ending yang berkesan, dll. Untuk langkah awal, pokoknya langsung saja menulis.
7. Minta Orang Terdekat untuk Ikut Membaca dan Mengomentari Hasil Karyamu
Naskah yang sudah jadi jangan hanya disimpan di laci. Sebagai awalan, minta orang-orang terdekatmu untuk memberikan masukan. Dulu saya juga begitu. Dari hanya teman dekat yang membaca, akhirnya malah seisi kelas ikutan baca. Di akhir buku tulis saya yang berisi cerpen-cerpen itu, saya membuat kolom komentar. Teman-teman saya yang ikut membaca, mau tidak mau harus menuliskan kritik, saran, dan masukannya di situ. Seneng deh baca komentar mereka. Tentu saja tidak cuma yang bagus. Yang mengkritik pedas juga banyak. Mungkin kamu bisa ikuti langkah saya.
8. Terbitkan!
Untuk awalan, pajang saja dulu karyamu di media yang terjangkau, misal: Majalah Dinding Sekolah. Hitung-hitung untuk menguji mentalmu, sudah siap belum karyamu dibaca orang. Sebab, banyak calon penulis yang justru malu karyanya dibaca orang. Tulisannya sudah jadi, malah disimpan di dalam lemari.
9. Pilih-Pilih Penerbit
Kalau sudah berani mengirim ke media, apakah itu majalah, tabloid, koran, atau penerbit, kamu tetap harus pilih-pilih penerbit. Sebelum mengirim, lihat dulu visi, misi, segmen pasar, karya-karya yang sudah dimuat, di media tersebut. Jangan asal kirim. Misalnya, kalau cerpenmu bergenre teenlit atau remaja gaul, ya jangan dikirim ke Kompas? Bisa langsung ditolak karena tidak sesuai dengan yang diinginkan Kompas.
Makanya, sebelum mengirim ke media atau penerbit, beli dan baca dulu majalah atau buku yang diterbitkan oleh penerbit tersebut. Pelajari visi-misinya, sesuaikan dengan karya yang kamu buat, kalau sudah, baru dikirim ke media tersebut. Jangan cuma lihat majalah atau bukunya di toko buku, terus mencatat alamatnya, tanpa tahu apa yang diinginkan penerbit tersebut.
10. Jangan Putus Asa
Ditolak? Terus...? Putus asa, bunuh diri?! Duh, nggak banget.... Ada orang yang cuma butuh sekali kirim terus diterima, ada yang berkali-kali kirim baru diterima. Saya sendiri baru di cerpen yang kesembilan bisa menembus majalah. Ada penulis yang baru bisa menembus media massa di karyanya yang keenampuluh. Pokoknya, banyak deh penulis yang perlu berjibaku dulu sebelum akhirnya berhasil. Kesuksesan itu memang butuh usaha, perjuangan pantang menyerah. Misalnya nih, kamu berhenti di cerpen yang kesepuluh. Siapa yang tahu kalau sebenarnya justru di cerpen yang kesepuluh itu kamu mendapatkan keberhasilan?
11. Nulis Apa Saja
Punya spesialisasi pada genre tertentu, sah-sah saja. Sebab, masing-masing orang punya kecenderungan yang berbeda. Tapi, akan lebih baik lagi kalau kita bisa menulis apa saja. Cerpen, novel, feature, nonfiksi, dll, deh. Jenis cerpen pun banyak macamnya. Cerpen romantis, religius, komedi, dll. Novel juga begitu. Untuk awalan, ya tulis aja yang lebih menarik minat kita. Tapi jangan menutup diri untuk menulis yang di luar minat. Cobalah untuk menyukai semuanya. Nggak rugi, kok!
12. Produktif
Kalau belum punya nama, ada baiknya kamu menghasilkan karya sebanyak-banyaknya, minimal untuk dongkrak nama. Ada sih, penulis baru yang namanya langsung melejit. Tapi jarang-jarang, dan kita tidak pernah tahu apakah karya kita itu nantinya akan melejit atau tidak. Kalau kamu cuma menulis satu, lalu karyamu tidak meledak, ya namamu tidak akan diketahui orang. Tapi kalau kamu menulis banyak, minimal kalau orang tidak membaca karyamu yang satu, dia membaca karyamu yang lain. Nanti kalau sudah terkenal, pelan-pelan perbaiki kualitas, oke?!
13. Perhatikan Kualitas
Nah, ini lanjutan dari poin delapan. Yang namanya maju, berarti setiap hari selalu menjadi lebih baik. Begitu juga dengan karya yang kita tulis. Jangan sampai deh, karya pertama bagus, selanjutnya malah ambruk.
14. Revisi Tiada Akhir
Yang satu ini juga dalam rangka untuk memperbaiki kualitas. Memang sih, kita akan terserang kebosanan kalau terus-menerus merevisi. Tapi, ada lho penulis yang justru paling suka merevisi. Satu cerpen saja bisa berbulan-bulan, karena tidak yakin hasilnya bagus. Tapi, memang cerpen-cerpennya selalu berkesan.
15. Punya Misi
Kalau kamu punya misi, kamu akan selalu punya alasan untuk menulis. Misalnya, kamu punya misi untuk memperbaiki moral masyarakat yang sekarang ini semakin terpuruk. Maka, kamu tidak akan berhenti menulis kalau masih melihat banyak orang yang moralnya hancur.
16. Ikut Tren atau Menciptakan Tren?
Dua-duanya sama pentingnya. Misalnya sekarang lagi trennya teenlit dan chicklit. Tidak ada salahnya kamu ikut tren, karena memang yang sedang dicari orang ya yang seperti itu. Kecuali... kamu bisa ciptakan tren sendiri yang bisa mengentak. Tidak semua penulis bisa, lho. Paling hanya bisa dihitung dengan jari. Misalnya, Harry Potter. Atau tren teenlit itu sendiri yang diawali dengan Dealova, dan teman-teman.
17. Etika, Dong...!
Perhatikan etika dalam kepenulisan. Kamu tidak boleh mengirim satu karya yang sama ke beberapa media sekaligus. Memang, kalau dimuat semua kamu bisa dapat honor dobel-dobel. Tapi, kalau ada pembaca yang tahu karena membaca satu karyamu di banyak media, dia bakal ilfil! Batinnya, nih penulis gimana, sih? Ngirim karya ke banyak media gini. Gue kan percuma dong beli majalahnya. Cerpennya udah gue baca di majalah yang lain. Nah!
Padahal, kepercayaan pembaca kepada kita adalah hal yang suangat pentuing! Serius! Pembaca akan bosan kalau membaca karyamu yang itu lagi-itu lagi. Banyak penulis yang melakukan pengulangan kepada karyanya. Dan hanya dalam hitungan tahun dia ditinggalkan oleh pembacanya. Buku-bukunya menjadi tidak laku. Sebaiknya kamu terus mengeluarkan karya yang berbeda dari sebelumnya. Memang, kamu akan jadi susah nulis karena susah cari ide.
Etika penulisan lainnya yang perlu kamu hindari adalah... PLAGIAT. Atau mencontek karya orang lain, dengan hanya mengubahnya seidkit-sedikit. Jangan sampai melakukan hal itu. Biasanya, plagiat terjadi kalau kita menyukai suatu karya dan ingin membuat karya yang sama.
Itu saja dulu tips-tips menulis dari saya, semoga bisa menjadi masukan. Oke, selamat menulis! Ingat, kerja keras dan maju terus pantang mundur!
thanks info'a, ya
BalasHapussya juga mw jdi penulis,.
tapi tolong font colour'a ganti dong, jgan wrna hijau gtu, bikin mata pegel,.
*(just critic)