KONSOLIDASI
KADER
Bersama
Ust.
Musyafa Ahmad Rahim, LC. MA
(Ketua
Kaderisasi DPP PKS)
Slawi, 31
Oktober 2013
BY: Puput Happy
Menang dan kalah bagi kader PKS itu biasa,
sebagaimana biasanya membaca alma’tsurat setiap hari. Kalau menang ya syukur,
kalau kalah ya tidak usah “wirang” (kecewa). Kalau menang gak perlu pesta,
kalau kalah juga gak perlu berduka. Sebab Allah memberikan atau mencabut
kekuasaan atau kemuliaan seseorang itu bukan dalam satu paket. Yang dapat
kekuasaan itu tidak selalu satu paket. Allah membuat paketnya itu terpisah. Doa
terbaik kita hanyalah: “Ya Allah, berikan yang terbaik buat kita”
Ajaban lil mu’minin.
Serba baik bagi mu’minin, jika menggembirakan ia bersyukur, jika tidak
menggembirakan ia bersabar. Sebagaimana kisah Nabi Yusuf a.s. Beliau saat kecil
sangat disayang oleh ayahnya, Nabi Ya’kub. Disayang hal yang menggembirakan,
tapi juga membawa musibah, karena membuat saudara-saudaranya iri dan mencelakainya
dengan menjatuhkan ke dalam sumur. Jatuh dalam kegelapan hal yang tidak
menggembirakan, tapi bukan berarti harus
larut dalam kesedihan. Kita tetap harus berdoa, jangan berpikir nanti harus bagaimana
dengan kekhawatiran-kekhawatiran yang belum terjadi. Begitu juga dengan Nabi
Yusuf, ia tetap berharap pertolongan
Allah akan datang, yang kemudian ada yang mengeluarkannya dari sumur (kegelapan)
menuju cahaya terang benderang, meski pada akhirnya ia dijual sebagai budak
pejabat Negara. Keluar dari sumur hal yang menggembirakan bagi Yusuf, tapi
sebagai budak bukan hal yang menyenangkan baginya, namun ia tetap bersyukur. Rasa
bersyukurnya tersebut membuat ia beruntung, karena ia jadi tahu dan belajar kenegaraan,
sebab ia hidup di lingkungan pemerintahan. Perjalanan hidupnya yang semakin
dewasa, dengan ketampanannya yang membawa musibah hingga ia harus masuk ke
dalam penjara. Ketampanan adalah hal
yang menggembirakan, karena banyak yang menyukainya, tapi itu musibah baginya,
karena istri Tuannya menyukainya hingga ia harus masuk penjara atas kehendak
Tuannya. Dalam penjara Nabi Yusuf tetap bersabar, hingga kesabarannya membawa
keberkahan baginya. Kemampuannya dalam membuka tabir-tabir mimpi membuatnya
beruntung dan bisa keluar dari penjara hingga menjadi pejabat Negara. Begitulah,
wolak-walike zaman yang dialami Nabi Yusuf a.s. menjadi gambaran, itulah yang
terbaik bagi kita. Gembira dan tidak gembira akan selalu menyelimuti kehidupan kita, silih
berganti. Bersyukur dan bersabar, itu kuncinya.
Dalam al-Quran disebutkan: “Jika kiamat hendak
menimpa kita, dan kita melihat ada benih di depan kita, maka tanamlah benih
itu.” Jika dipikir, tidak ada keuntungan duniawi yang kita dapatkan setelah
menanam benih itu, toh setelah itu kita mati. Tapi bukan itu yang menjadi
tujuan seorang mukmin, sebab keuntungan yang kita cari adalah keuntungan
akhirat, yaitu pahala kebaikan kita yang telah menanam (bekerja). Sama dengan kisah
saat Rasulullah SAW yang telah mengislamkan seorang anak yahudi yang sedang
sakaratul maut, mungkin kita berpikir: “Apa untungnya mengislamkan anak yahudi
yang setelah itu mati?” Tapi bagi Rasulullah itu keuntungan yang besar, sebab
ia telah berhasil mengeluarkan anak itu dari siksa api neraka, sebab yang menjadi
prioritas utama Rasulullah adalah keuntungan ukhrawi, yaitu pahala kebaikan. So,
tugas kita hanyalah: menanam (bekerja). Masalah hasil serahkan saja kepada
Allah SWT. Meski kita hampir mati, tanam saja, karena yang kita tanam akan ada pahalanya
di sisi Allah SWT. Jangan melihat dari segi keuntungan duniawi saat kita
menanam. Kata Hasan AlBanna: “Dalam bekerja, motivasi yang diutamakan adalah melakukan
karena kewajiban, kedua mengharapkan pahala akhirat, dan ketiga barulah
mengharapkan keuntungan duniawi.” Yang penting adalah ikhlas melakukannya. Pekerjaan
seorang aktivis itu motivasinya adalah mendapatkan keberkahan yang berlipat
ganda. Sebab jika tidak bekerja , tidak akan mendapat keuntungan apa-apa, baik
keuntungan akhirat maupun keuntungan duniawi.
****