08 Maret 2010

Delapan Kesalahan Umum dalam Membuat Dialog

Delapan Kesalahan Umum dalam Membuat Dialog

Posted on 02. Dec, 2008 by admin in Kiat Penulisan

DialogDialog dalam sebuah karangan fiksi berfungsi sebagai penggerak cerita selain berguna juga untuk memperkuat karakter tokoh dalam cerita. Selain itu, dialog juga dapat membuat cerita menjadi lebih dinamis. Dialog antar tokoh dalam cerita apabila dikemas bisa pula menjadi “cara halus” untuk menyampaikan pesan-pesan moral tanpa terkesan menggurui.

Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang berhubungan dengan penulisan dialog:
1. Menulis dialog dengan kalimat-kalimat indah dan bersajak. Dialog semacam ini memang cocok bagi karakter tokoh yang memang suka berpantun, namun kurang tepat bila dikenakan pada tokoh yang hidup di lingkungan metropolitan yang berbicara serba ringkas dan cepat. Pelajaran pertama dalam membuat dialog adalah membuatnya tampak nyata seperti layaknya orang yang berbicara dalam konteks nyata. Untuk itu, penting kiranya bagi para penulis untuk aktif mendengarkan percakapan orang-orang serta dialek atau diksi apa yang sering diucapkan oleh orang-orang dengan suatu karakter tertentu. Perlu juga untuk melafalkan dialog Anda dengan suara keras untuk mengecek apakah dialog itu terdengar enak di telinga dan sudah seperti layaknya percakapan yang nyata.

2. Mengulang-ulang maksud dalam beberapa potong kalimat. Meskipun dialog sedapat mungkin dibuat agar nyata, namun dialog yang bertele-tele akan membosankan pembaca. Cukup membuat satu kalimat saja untuk menyampaikan sebuah maksud spesifik. Hal ini tentunya akan berlaku lain apabila Anda dengan sengaja ingin menciptakan kesan tokoh yang peragu atau obsesif kompulsif. Namun demikian, terlalu banyak efek justru akan berbalik menjadi bumerang bagi Anda. Dialog yang terlalu panjang juga akan menghambat pergerakan cerita. Jadi rumusnya, bijaksanalah dalam menuliskan dialog.

3. Tidak memperhatikan siapa yang berbicara apa. Sering kali kita mendapatkan beberapa dialog ditumpukkan tanpa menyebutkan siapa yang berbicara, seperti contohnya di bawah ini:
“Kamu kemarin pulang jam berapa?”
“Jam satu, kenapa?:
“Oh, tidak aku hanya penasaran siapa yang membuka pintu kulkas sekitar jam dua belasan…”
“Kamu yakin mendengar suara itu?”
“Ehm, iya. Tapi sekarang aku jadi agak ragu.”
“Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan hantu yang menjaga rumah ini?”
Ini sah-sah saja apabila kebetulan dialog itu hanya terjadi antara dua orang tokoh. Namun apabila tokoh yang ada lebih dari dua orang maka ceritanya jadi lain. Jika penulis tidak mencantumkan siapa yang berbicara, pembaca mungkin menjadi bingung untuk mengidentifikasi si pembicara. Namun terlalu banyak memberikan nama juga dapat menjemukan. Hal ini bias diakali dengan cara menyelinginya dengan tanda-tanda yang mengarah kepada totkoh tertentu. Seperti misalnya di bawah ini:
“Kamu pasti lupa membawa buku itu!” Tuduh Andi.
“Buku apa?” Tanya balik Rizal sambil memainkan rambutnya yang ikal.
“Buku harian Bu Nindi, Bodoh!” Andi tidak dapat menahan amarahnya.
“Oh itu…” Jawab si pemilik rambut ikal itu dengan enteng.
4. Menggunakan “dia” secara tidak cermat sehingga membuat pembaca bingung “dia” tersebut mengacu pada siapa. Hal ini sering terjadi pada dialog yang menceritakan beberapa orang. Ketika si tokoh mengatakan “dia” sebaiknya secara tepat mengacu pada sasaran yang dituju, seperti contoh di bawah ini:
“Kemarin aku bertemu dengan Dinda. Ia jalan sama cowok lain. Tahu nggak siapa orang itu? Dito! Dito yang itu…., Na!”
“Apanya yang heboh? Dia kan emang terkenal suka gonta-ganti pacar, kan?”

5. Melekatkan gaya berbicara yang sama kepada setiap tokoh. Tentunya setiap tokoh memiliki karakter unik. Keunikan itu juga salah satu di antaranya tercermin dari cara si tokoh tersebut berbicara. Penciptaan cara berbicara yang menjadi trademark, entah itu dari pemilihan diksi atau dialek, bagi seorang tokoh tertentu bisa membuat kehadirannya menjadi nyata.

6. Terlalu kaku dalam menggunakan narasi pengantar. Narasi pengantar yang umumnya digunakan adalah ”kata”, ”ujar”, ”tanya”, dan ”perintah”. Seperti contoh di bawah ini:
”Kita akan pergi besok,” ujar bapak.
”Pergi ke mana?” Tanyaku.
”Ke tempat kelahiran ibumu,” kata bapak.
Cobalah untuk mengeksplorasi istilah-istilah yang lain seperti misalnya: ”kilah”, ”lanjut”, ”potong”, ”tebak”, ”gumam”, ”bisik”, dll.

7. Menulis dialog terlalu panjang. Terkadang sebagai seorang penulis, kita tidak sabar untuk menyampaikan begitu banyaknya informasi kepada pembaca sehingga tanpa sadar dialog si tokoh jadi mengembang. Sebenarnya dialog yang panjang berpotensi besar untuk membunuh ketertarikan orang dalam membacanya tuntas. Panjangnya dialog juga bisa membuat suasana eksternal (setting, waktu, dll) yang coba untuk dibangun oleh si penulis menjadi kabur. Jika seandainya dialog memang dibutuhkan panjang, maka seyogyanya untuk memenggalnya menjadi beberapa bagian.
“Aku percaya ada beberapa orang yang ditakdirkan berbakat secara supernatural. Misalnya aku yang juga dianugerahi bakat cenayang. Namun aku pun masih tetap harus belajar untuk menajamkan kemampuanku. ….”
Cassandra mengambil beberapa bendel dokumen dari dalam tas kerjanya.
“Menurut dokumen ini, ada beberapa macam cenayang –yang kutahu– dilihat dari cara mereka menangkap pesan dan mendeteksi keberadaan fenomena supernatural….,” sambung Cassandra. (Dipetik dari Novel ORB: Galang Lufityanto)

8. Hanya mengandalkan dialog saja untuk menciptakan situasi yang diinginkan. Penggunaan dialog yang terlalu sering, tanpa diselingin jeda penjelasan narasi, akan membuat alur cerita berjalan dengan cepat. Gaya seperti ini cocok untuk cerita detektif atau thriller. Namun untuk cerita yang sifatnya lebih umum, gaya seperti ini tidak selalu cocok. Kekurangan dari gaya dialog yang sambung-menyambung adalah kurang dalamnya pelukisan tentang situasi yang tengah terjadi. Contoh:
”Pak Hugo, mengapa Anda harus membawa..ta..tas itu? Bukannya malah semakin berat?” Tanya Roni merasa aneh melihat Hugo memanggul tas besar yang diikatkan dengan erat pada tubuhnya.
“Oh…, ini?” Hugo menjawab di sela-sela napasnya yang memburu. “Kupikir ini akan bisa menyelamatkanku nantinya. Siapa tahu?”
Sementara itu mereka bertiga berlari semakin jauh ke dalam hutan. Malam sudah sedemikian pekat sehingga Hugo dan Rani hanya bisa mengandalkan senter dan Cassandra yang berlari mendehului mereka, dan yang secara tidak langsung telah membukakan jalan bagi mereka berdua. Cassandra melompati akar sebuah pohon yang melata lumayan tinggi di atas permukaan tanah dengan lihai seakan-akan hutan ini adalah taman bermain Cassandra sejak kecil. Hugo dan Roni lagi-lagi dibuat terpukau oleh kemampuan wanita ini.
”Seno!!” Teriak Cassandra.
Sayup-sayup terdengar suara.
”Di sini…..” (Dipetik dari Novel ORB: Galang Lufityanto)
Dengan menyelipkan beberapa pokok narasi (dalam contoh: Sementara itu mereka…..) di antara baris-baris dialog, pembaca dapat melihat adegan cerita sebagai suatu keseluruhan: karakter beserta situasi di sekelilingnya. Ini membuat pembaca mendapat bayangan yang jelas tentang adegan yang berlangsung dan merasakan emosi yang berusaha dibangun oleh si penulis.

Galang Lufityanto

Source: http://yogya.forumlingkarpena.net/2008/05/22/writing-tips-delapan-kesalahan-umum-dalam-membuat-dialog/
46 Comments

oned

07. Dec, 2008

good artikel..

iszur

09. Dec, 2008

saya sering kesulitan ketika membuat dialog yang beranggotakan lebih dari dua orang. terutama ketika mencari celah orang ketiga masuk dalam percakapan. agar terasa natural dan tidak dipaksakan, bagaimana cara menulisnya dengan baik?

Iin Syah

14. Dec, 2008

Setahun yang lalu aku nyelesain sebuah naskah Novel, yang emang masih mentah banget. Salah satu kelemahan yang paling
kerasa adalah ya itu… ngasih karakter ke tiap tokoh dalam setiap dialog. Thanks for artikelnya!

Adam Marsudi

15. Dec, 2008

Artikel yang membangun,………
Semoga akan ada lebih banyak lagi artikel seperti ini.
Saran-saran tentang cara menulis yang baik juga oke tuh, bisa menjadi informasi yang benar-benar berguna untuk saya dan orang-orang yang lain.

Ditunggu ya…..

Andi

25. Dec, 2008

Assalamu alaikum, salam kenal.

Terima kasih, artikel ini berguna banget bagi saya. Apalagi saya sering mengedit naskah-naskah yang terdapat percakapannya.

areta

30. Dec, 2008

aih aih aih…
senang sekali ketemu tulisan ini.
jadi bisa mengoreksi diri.
makasi yah!

arind

04. Jan, 2009

jadi semangat perbaikin tulisan nich..
thx ya

jou

08. Jan, 2009

menarik juga bahasannya. kerap kali aku merasa kesusahan jg untuk buat dialog. matursuksma

toge jigo

08. Jan, 2009

makasih banget nih…
saia mang lagi blajar nulis n then i found this…
btw, cara gabung d FLP Jakarta gimana ya..?

elindasari

09. Jan, 2009

Terima kasih atas artikelnya yang sangat menarik :) :) :)
Best regard,
Bintang
http://elindasari.wordpress.com

ayu

13. Jan, 2009

Terima kasih artikelnya!!

vivi

13. Jan, 2009

makaci banget y artikelny…nmer2 ngbantu bget..

zen

17. Jan, 2009

artikel ini memberikan saya sedikit gambaran tapi, saya masih bingung dalam memberikan penokohan dan ceritanya semakin jauh semakin tak nyambung

zakky

20. Jan, 2009

good idea
u’rs same with me

joko kisworo

21. Jan, 2009

Ok juga ,,,

mesti aku koreksi ulang deh tulisannku…

maturnuwun
joko kisworo

pipin

23. Jan, 2009

wah thank’s yach… atas ilmu’y

Doni

03. Feb, 2009

nice info… thx..

Raka (Nobu)

07. Feb, 2009

Waw, ternyata menulis dialog tidak sembarangan yah…

Tapi saya punya kondisi aneh nih…
1) Saya pernah membuat tulisan dengan gaya bahasa terjemahan (meski sebenarnya itu adalah karya asli saya), sehingga banyak teman saya yang mengira kalau saya menerjemahkan novel asing ke bahasa Indonesia. Dan di dalam tulisan tersebut dialog ’sengaja’ saya buat dengan kesan kaku dan baku.
misalnya :
Aku seperti ditarik ke dalam ruang kosong dalam pikiranku. sesekali aku melayang di udara yang tidak kumengerti. Dimensi yang berbeda dengan zahirku Suara tersebut seperti menyihirku sesaat, kemudian menyentakku di saat yang lain. Aku bagai terkocok dalam blender penuh susu.
“Kenapa diam, The Perfect Lizzy?”
“May I know who the hell are you?”
“Itu tidak penting, Pirang…”
“What!” Aku berteriak, “You called me BLONDE? Aku paling benci dipanggil begitu…”
Suara itu tertawa. Kemudian terdengar desah nafas berat seperti kerbau yang melenguh. Desahanyang menandakan kelenjar tiroidnya sebesar tinju. Aku masih berusaha menebak siapa orang di seberang sana. Tapi tak kunjung kutemukan jawaban.
“Aku hanya ingin bilang satu hal padamu”
“Ya?”
“Kamu tidak usah khawatir,” ujarnya. Aku makin tidak mengerti, “semua yang kamu miliki sekarang akan aku jaga selalu. Kecantikan kamu, kepandaian kamu, kesempurnaan kamu. Aku akan selalu mejadi orang yang senantiasa berkorban untuk kamu.”
Aku tertawa. Kemudian kukatakan dengan nada serius, “It’s not fun! Kamu bicara tentang apa sih!”

–taken from : The Poetry of The Darkness : Nobu Raka

2) Saya juga pernah membuat tulisan dengan dialog yang berbeda gayanya dengan contoh di atas.
misalnya :
Dengan sejuta aksi, aku pura-pura menguap seakan baru bangun tidur. Lalu entah mengapa aku tersenyum padanya seperti orang bodoh.
Dia balas tersenyum padaku. Ah, manis juga senyumnya.
“Baru bangun?� dia bertanya seraya menjulurkan kepalanya keluar jendela. Bukunya sudah ditutup namun masih dalam genggamannya. “Semalam mimpi indah?�
“Hah?�
Dia hanya tersenyum. Memandangku dengan pandangan yang tak kumengerti maksudnya.
“Lagi ngapain?�
Diperlihatkan buku yang ada di tangannya. Dari sini mana mungkin kelihatan judulnya. Aku cuma tahu buku tersebut berwarna kuning dengan gambar kupu-kupu di tengahnya.
“Max Kern Stark,� ujarnya memberitahuku, “The Metamorph. Pengarang muda. Bagus dibaca oleh kita.�
“Psychology book?�
Dia menggeleng. “It’s novel.Haven’t you read this book?�
Aku menggeleng. Aku bukan tipe orang yang suka baca novel sih. Jangan-jangan itu buku best seller. Malu juga nih kalau dia menganggap aku cewek norak yang nggak pernah baca buku.
“It’s newly published. I’ve read twice. Yeah, reading is my hobby. I can read two or more books in a week. And I very love a romance. What’s your hobby, girl?�
Belum sempat kujawab pertanyaannya, suara Mama terdengar nyaring memanggilku.

–taken from : Guy in The Window : Nobu Raka

Nah, dari itu semua kayaknya saya termasuk yang paling salah dech cara penggunaan dialognya…
huhuhu….T.T
Terima kasih atas artikelnya, saya jadi tambah semangat untuk belajar menulis dengan baik.

dinkem

08. Feb, 2009

hebat sekali isi artikel diatas tadi, semua karakter yang aku miliki dibuatnya mati.
kejam sekali tapi penuh arti. artikel itu memacu ku untuk berlari. kembali bereksplorasi selami harta termahal yang masih terpendam dalam diri.

Ningsih

11. Feb, 2009

Thx artikelnya untuk tambah2an pengetahuan.

candra

15. Feb, 2009

thanj,,Aku suka. Ni berguna

aritri

17. Feb, 2009

alhamdulillah nemu nie artikel…sebagai seorang yang berambisi besar dalam penulisan cerpen tapi juga memiliki kendala besar….artikel ini adalah salah satu jalan keluar yang ……… siiiiiiiippp!!!!!!!thx flp,,,

idhajumpbee

19. Feb, 2009

yeahhh, ,,like it much ..
thanks flp! !

prita pr4rd!@n

20. Feb, 2009

aku gabung dund, tp ke flp kids jkrt, kira-kira aku bisa telpon kemana, ya? atau, aku ikut milis aja gimana?

Galang Lufityanto

23. Feb, 2009

Trims atas respons poitifinya. Oh ya ada beberapa tips penulisan yang bisa diliat di websiteku di http://www.galang.biz (konten depan dalam bahasa Inggris, tapi artikelnya mayoritas pake bahasa Indo kok). Kalau mau tahu keseharian proses kreatif saya bisa kunjungi blog gokil saya di http://galanglufityanto.blogspot.com
N the last but not the least, is segera miliki novel terbaru saya yang berjudul “ORB” Terbitan Tiga Serangkai.
Trims!

Kania Anisa

07. Mar, 2009

Wahhhhhhhhhhhhhhh Kerenz banget artikelnya ntar ku cek lagi deh karangan novelku mudah-mudahan orang tertarik amien
Thanks banget artikelnya………………..TOPBGT

Ion

08. Mar, 2009

Keren!!
So Cool.
Thank’s ya…

agus

17. Mar, 2009

Makasih banyak yach

FLP Yaman

01. Apr, 2009

Assalamu alaikum wr. wb.
Alhamdulillah di Yaman sudah dibuka cabang FLP, semoga saja kami bisa berpartisipasi dalam dakwah bilqolam. Salam kenal dari FLP Yaman buat antum semua. Syukron. Wassalam

basmin

12. Apr, 2009

artikel nya bagus nih udo.

mari kita sukseskan kampanye damai pemilu indonesia 2009 untuk pilpres mendatang

feri

19. Apr, 2009

Salam Sastra,

Excellent !!

Tp bagaimana dengan penulisan Prosa Puisi, apakah pemilihan kata/ Diksi dan dialek berlaku juga ?

am-am

22. Apr, 2009

artikelnya kuereeeen bangget!!!
kalo aku sih udah nyoba ngurangin dialog, pi pas mulai ada dialog, susah banget buat diselesein………
gimana dunkzz???????????

siti hajar

26. Apr, 2009

assalamu’alaikum,wah artikelnya sangat bermanfaat,bagi saya yang masih proses belajar menulis cerpen dan novel.

rika ayu lizani

13. Aug, 2009

makasih banget atas infonya, jadi makin semangat untuk menulis….!!!

bobby eko faizal

05. Sep, 2009

thsnks banget, buat infonya…….. memacuku tuk menulis

Anik Rusdianto

13. Sep, 2009

makasih ya untuk artikelnya. aku copy buat arsip..

Deny

04. Oct, 2009

Syukron atas artikelnya…
Oya saya mo nanya,maaf kal agak ga nyambung..
Saya punya tulisan yg berisi kisah2 tentang kehidupan,gmn caranya agar tulisan sy bisa diterbitkan? Apa sy boleh ebrgabung dg FLP? Gmn caranya?
Jazakumullah…

xyl

06. Oct, 2009

hehehehehehehehehehehe.

rame artikelnya!

tapi sayangnya saya udah terlanjur suka nulis dialog yg panjang-panjang euy, terutama waktu orang-orangnya lagi debat….

tapi kalau lagi situasi normal, coba ah dipake tips-tipsnya….

Rivai

10. Oct, 2009

heee…………..

Agung

19. Oct, 2009

Bagus (kapur ajaib). Terima kasih!

Salsabila Tsurayya

01. Nov, 2009

assalamualaikum!
artikel yang bagus. gimana si cara berlangganan artikel-artikel seperti ini?

tien rose

21. Dec, 2009

alhamdulillah..akhirnya nemuin juga artikel yang bisa bantu aq bwt bkin tulisanku lebih baik…mau gabung donk di flp bandung,caranya gmn ya..?

hiuayati

14. Jan, 2010

hhhhhh

Ahmad S. Muslih

23. Jan, 2010

Cukup menarik dan bisa dipahami penjelasannya. Artikelnya, tamam!!
Jazakallahu khair atas shadaqah ilmunya.
Wassalamu’alaikum wr wb.

Rizwan Zainal M

26. Jan, 2010

Terimakasih penjelasannya.

ahmad topan

06. Feb, 2010

mohon doa restu buat LAUNCHING FLP CAB LEBAK.dari kami,untuk semua di luar sana LITERASI.bukan jargon politik dan kampanye murahan…………………………………tapi IDEALISME Untuk kemaslahatn melalui PENA.,,ahmadTopan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda