01 April 2010

SUKA-SUKA


SUKA-SUKA

“Lagi nulis apa, Rin?”, tanya Nisa pada Ririn yang lagi asyik mengetik di depan komputer.

“Ini, biasa.........nulis artikel”, jawab Ririn.

“Artikel apaan?”, tanya Nisa lagi.

“Nanti kamu juga tahu.......”, jawab Ririn tanpa menoleh sedikitpun. Ia masih tetap tak bergeming depan layar komputer. Jari-jemarinya tetap ayik menekan tombol-tombol keyboard. Nisa, sahabatnya yang tinggal sekost dengannya segera mengambil kursi, dan ikutan duduk di samping Ririn, dan menemaninya ngobrol.

“Emang mo dikirim ke mana sih, Rin?”, tanya Nisa sambil menatap layar komputer. Sesekali memperhatikan tulisan-tulisan Ririn.

“Biasa, ke catatan facebook.....”, jawab Ririn.

“Halah! ke facebook mulu! Apa untungnya sih? Kenapa nggak dikirim aja ke media cetak? Yang bisa menghasilkan uang, gitu!”, tanya Nisa sedikit sewot.

“Iya sih......... Abis, dikirim ke media cetak suka nggak dilirik sih! Hehehe.... Boro-boro dapat duit! Sekali dimuat, cuma dapat souvenir! Itu aja kita yang minta! Ih, kaya pengemis aja! Dah gitu, belum tentu dibaca banyak orang. Kalau di facebook kan pasti dimuat dan dibaca teman-teman......... Ya kan?”, jawab Ririn panjang lebar.

“Ya karuan! Di facebook mah, nulis cuma sebaris aja diterbitkan! Gimana sih kamu! Tapi kan kita harus berusaha, Rin....... Siapa tahu ada media lain yang suka dengan tulisan kamu. Kan senang kalau bisa dapat duit dengan hasil jerih payah kita sendiri.... Ya kan?”, tanya Nisa.

“Tapi aku menemukan kebebasan di facebook, Nis..... Aku bisa mengeluarkan uneg-uneg di sini, tanpa dibatasi berapa halaman. Tulisan umum atau Islami, it's ok! Aku bebas berekspresi di sini. Dan yang paling penting, aku butuh komentar. Jadi aku bisa tahu kekurangan dari tulisanku. Selain itu, ada nilai dakwahnya, karena ada unsur keikhlasan. Kalau aku kirim ke media cetak, kesannya komersil. Dan kalau upah nulisnya tak seberapa, aku jadi takut nanti bisa menghilangkan nilai keikhlasan dalam hati. Kita sudah capek-capek nulis, hasilnya tidak seberapa. Hanya bikin kesel aja kan?”, jelas Ririn sambil tetap mengetik.

“Itu kan kalau dimuat di koran lokal. Kenapa kamu nggak nyoba bikin buku aja sih, Rin? Kan royaltinya lumayan! Hehe....”, ujar Nisa.

“Ah kamu! Jangankan bikin buku! Mana ada penerbit yang mau! Wong cerpen aja ditolak, apalagi buku! Jangan mimpi ah! Coba bayangkan, tulisan sudah disebar, tapi nggak ada beritanya sama sekali. Diterima atau ditolak, kita nggak tau..... Masak aku harus beli semua surat kabar, tabloid, dan majalah? Duit dari mana? Bayar kost aja suka nunggak! Kalau di facebook kan pasti diterbitkan! Iya nggak? Hehe.....”, kata Ririn sambil tertawa.

“Ah kamu! Bisa aja! Tapi kamu ingat nggak, waktu kita ikut pelatihan “Aku Jadi Penulis Hebat” di Purwokerto beberapa bulan yang lalu? Mbak Asma Nadia bilang, “Dari pada kita sibuk nulis status atau catatan di facebook, kenapa kita nggak nulis aja naskah yang bisa dikirim ke beberapa media cetak. Kan itu akan melatih kita untuk bisa jadi penulis yang baik dan profesional........”, kata Nisa mengingatkan Ririn.

“Iya, aku ingat....... Tapi aku tetap lebih suka nulis di facebook. Soalnya aku ingin berbagi dengan teman-teman. Bagiku rasanya lebih asyik ”, jawab Ririn.

“Lah, dasar facebooker sejati! Dibilangin ya susah! Terserahlah! Tapi aku sih lebih suka nulis cerpen atau puisi, dan dikirim ke media cetak. Terserah, mau dimuat atau nggak, yang penting ngirim. Kita kan nggak boleh menyerah, Rin.....”, kata Nisa.

“Trus, ngapain juga kamu di sini terus? Aku kan jadi nggak bisa mikir kalau kamu nyerocos terus....... Ntar nggak kelar-kelar nih! Sana nulis! Katanya nggak boleh menyerah........ Tetap nulis, tanpa kenal lelah......... Gimana Sih?!”, semprot Ririn.

“Tapi aku lagi males nulis, Rin.... Lagi nggak mood!”, jawab Nisa.

“Nulis kan nggak kenal mood! Justru kalau lagi nggak mood kita bisa nulis! Ingat kan kata Mbak Asma?”, tanya Ririn.

“Halah! Teori! Bagi aku sih, mood itu harus tetap ada!”, jawab Nisa.

“Ya terserah kamu! Mood atau nggak mood, yang penting kita harus tetap menulis!”, ujar Ririn penuh semangat.

“Iya! Nulis utang! Hehe....”, jawab Nisa.

“Huuuuuu..... Payah!”, umpat Ririn sambil nonjok pundak Nisa.

“Au! Sakit tau!”, jawab Nisa meringis kesakitan. Mereka pun jadi tertawa cekikikan.

***Puput Happy***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda