17 November 2010

Bagaimana Menulis Resensi

http://resensibukufpkm.multiply.com/journal/item/4/BAGAIMANA_MENULIS_RESENSIBAGAIMANA MENULIS RESENSI?
SEPERTI SARAN SEORANG KAWAN
- Catatan sederhana tentang menulis resensi

by Anwar Holid

RESENSI BUKU adalah contoh yang baik hasil seseorang membaca buku
sungguh-sungguh, merenungkannya, dan kemudian menempatkannya pada
konteks tertentu. Setelah membaca dia menuangkan pendapat, sari, atau
kesan dalam tulisan, mencoba menghargai buku selayaknya. Lebih dari
sekadar menuangkan atau semata-mata menyimpulkan, dia berusaha
`memandang' buku dengan adil, tepat, pantas, memberi saran kepada
calon pembaca atau pembeli lain. Saran yang baik biasanya harus
disampaikan secara bersahabat, tak memaksa, tak menghakimi, memberi
tahu sisi baik dan buruknya. Bila resensi buku diibaratkan saran
seorang kawan, saran itu adalah pernyataan yang paling jujur. Kawan
itu memberi sesuatu yang mesti dikatakan—mungkin menyenangkan atau
menjengkelkan. Mungkin saran itu tak didengar atau dilaksanakan waktu
pertama kali diutarakan, tapi akan tetap diingat, dilaksanakan pada
saat yang tepat. Begitu juga pembaca resensi. Mungkin calon pembaca
tidak segera ingin memiliki atau membaca buku yang diresensi, tapi
pada saatnya, ketika ada situasi yang tepat mengingatkannya pada
resensi dan buku yang dipilih tersebut (karena ditulis mengesankan),
barulah dia akan mencoba membaca buku yang disarankan. Oleh karena itu
menulis resensi juga harus dilakukan sebaik mungkin, agar pembaca
terkesan oleh pilihan buku yang ditentukan peresensi, teringat kenapa
buku itu layak baca, tahu persis pertimbangan nilainya dibandingkan
buku lain. Ketika memilih atau saat media massa memutuskan memuat
resensi, ada dua hal di sana: pertama, bahwa buku tersebut sudah
pasti layak disarankan; kedua, resensi itu ditulis dengan baik, isinya
layak diperhatikan calon pembaca lain.

Bagaimana menulis resensi yang baik? Inilah intinya. Ada banyak sekali
teknik menulis resensi dan masing-masing memiliki metode tertentu.
Sebagaimana menulis artikel lain, menulis resensi juga bisa didekati
dengan berbagai cara. Artinya menulis resensi bergantung pada
kebiasaan menulis dan membaca peresensi sendiri. Pemahaman atas sebuah
buku ditentukan oleh proses pembacaan; resensi yang baik sangat
terkait dengan kebiasaan menulis yang prosesnya kadang-kadang panjang,
bisa berubah-ubah, dan butuh pembelajaran intens.

SARAN paling utama kepada peresensi adalah mereka harus membaca buku
tersebut seluruhnya, utuh, sebaik mungkin, dan pada saat bersamaan di
pinggir halaman tandailah kalimat atau pasase yang penting, menarik,
mengundang pertanyaan, butuh perhatian, atau harus diberi penjelasan.
Membaca memang memakan waktu, butuh energi, menyita tenaga, tapi bila
resensi yang ditulis malah buruk hasilnya—misalnya hanya berupa
otak-atik comotan salinan pengantar penulis dan penerbit, pemberi
kata pengantar, termasuk sinopsis di back cover—adalah jauh lebih
berharga memahami sebuah buku daripada sekadar menulis resensi yang
dimuat di media massa. Kemalasan peresensi tak mau sungguh-sungguh
membaca biasanya akan terbukti oleh orang yang tahu persis isi buku
yang ditulis, atau pembaca yang sungguh-sungguh menyelami isinya.

Beri perhatian khusus pada topik yang ingin disampaikan, tuliskan buku
itu tentang apa, kemudian timbanglah dengan jernih. Peresensi boleh
menyatakan pendapat apa pun tentang sebuah buku, asal mampu
menjelaskannya dengan lancar, mudah dipahami, bertanggung jawab atas
resensi itu, bisa membuktikan pada sisi apa buku itu memiliki
kekurangan, di bagian apa memunculkan keistimewaan. Tentukan subjek
yang ingin dibahas, kemudian `kejar' subjek itu dalam pembahasan.
Seberapa jauh penulis berhasil mengungkapkan/menuangkan subjek itu
bila dibandingkan penulis tertentu. Buku kadang-kadang memiliki
sejumlah gagasan atau subjek; pilih satu yang paling utama atau yang
paling mampu didedah, atau tentukan sari buku tersebut dalam kalimat
yang jelas. Timbanglah buku itu dengan hati-hati. Bagaimana mementukan
nilai buku secara wajar? Andaikata ada sebuah buku isinya penting,
tapi penyampaiannya buruk, bahasanya kering; perhatikan cara
`menyarankan' buku seperti itu agar pas. Atau ada buku yang tak
terlalu bagus, namun merupakan satu-satunya atau yang pertama kali
membicarakan topik itu; peresensi harus sensitif terhadap hal-hal yang
belum disoroti penulis, seberapa berhasil penulis mengeksplorasi
subjek itu, caranya memaparkan. Tapi jangan hakimi penulis atas
sesuatu yang tak diusahakannya. Perhatikanlah maksud baik penulis;
jika penulis gagal mencapai ambisi karena subjek memang sukar namun
temanya penting, hargailah usaha itu. Usaha itu juga layak
diapresiasi, persis sebagaimana penulis yang berhasil mencapai tujuan
yang lebih mudah atau rendah hati. Bila ada judul lain di ranah yang
sama, penulis lain pernah membahas subjek serupa, atau buku itu bukan
karya pertama, carilah teknik perbandingan yang nalar. Ujilah manfaat
buku itu terhadap subjek yang dibahasnya, diskusikan metode dan
kualitas tekniknya. Apa dia memberi wawasan baru atau malas mencari
terobosan. Namun peresensi kadang-kadang juga terlalu bersemangat
membandingkan karya pemula dengan master; dan itu membuat resensi jadi
tidak pada tempatnya.

Untuk menguatkan argumen (pendapat) peresensi dapat mengutip bagian
tertentu yang dianggap perlu dari buku tersebut atau mengutip pendapat
orang lain. Carilah argumen yang definitif. Contoh tentang
skizofrenia; ambillah definisi otoritatif yang paling dikenal—misalnya
dari Sigmund Freud; atau yang paling berbeda dan lebih relevan dengan
masa sekarang—misalnya menurut Jacques Lacan. Bagaimana penulis
menyampaikan maksud, bagaimana buku disajikan, apa bahasanya mudah
dipahami, sesukar apa subjek tersebut dijelajahi, untuk siapa buku itu
dimaksudkan, apakah maksudnya tercapai menurut ukuran tertentu harus
diperhitungkan oleh peresensi.

Sebagai tambahan, peresensi bisa menulis sepintas tentang penulis buku
tersebut, jika memungkinkan ungkapkanlah informasi terkini atau yang
tidak banyak diketahui orang lain—kadang-kadang buku tak menyediakan
biodata penulis banyak-banyak. Siapa tahu buku itu telah diadaptasi
sebagai film atau sedang diproduksi oleh sutradara terkemuka,
bagaimana hasilnya. Informasi kecil kadang-kadang menjadi sesuatu yang
layak dikonsumsi calon pembaca, sebagai tambahan nilai saran.

SEBAGAIMANA disebut di awal, meresensi adalah tindakan membaca dan
menulis sekaligus. Sisi untungnya peresensi sudah memiliki bahan
tertentu untuk ditulis, memiliki sumber inspirasi untuk dinilai;
persoalannya adalah bagaimana memahami bacaan itu kemudian
menuliskannya dengan enak, memberi tahu hal paling esensial sebuah
buku; ide apa yang paling menarik untuk disorot peresensi. Karena
menulis adalah proses panjang, merupakan pembiasaan dan pembelajaran
terus-menerus, sudah selayaknya peresensi berlatih menulis setiap
saat, melemaskan syaraf menulis, mencoba berbagai pendekatan,
menentukan pilihan, terus mencoba mengungkapkan pendapat dalam bahasa
sendiri yang khas, tak mencoba meniru cara orang lain berpendapat;
peresensi perlu belajar berbagai cara teknik membaca dan menulis.
Meskipun bisa dikondisikan, bisa disemangati oleh orang lain atau
komunitas, menulis ternyata merupakan kegiatan personal, orang harus
mengalokasikan waktu dan mempraktikannya sungguh-sungguh. Manakah yang
ideal: belajar menulis dari panduan menulis atau mengeksplorasi
tulisan yang `menggetarkan' dan inspiratif? Sulit ditentukan dan
bergantung sejarah penulis itu sendiri. Kadang-kadang penulis tak
memiliki ilham/subjek yang layak ditulis; sebaliknya kadang-kadang
penulis tak mampu menulis meskipun memiliki ilham atau gagasan
cemerlang. Dengan meresensi kedua hal itu mungkin dilakukan. Pada saat
bersamaan peresensi diberi bahan tulisan, ilhamnya tersedia cukup
melimpah, tinggal peresensi belajar mengungkapkan, menilai, dan
menyarankan buku tersebut sebaiknya diperlakukan bagaimana.

Tujuan menulis resensi adalah mengomunikasikan penilaian yang sudah
ditimbang masak-masak kepada pembaca lain, agar mereka memutuskan
ingin membaca buku tersebut atau tidak. Penting menyajikan resensi
yang mudah dipahami pembaca, mampu memenuhi kebutuhan dan
karakteristik mereka. Dan sebagai saran seorang kawan, pembaca
diharapkan akan mempertimbangkan pula masukan tersebut. Ingat, seorang
kawan tak akan memaksa; andaipun terkesan memaksa, itu pasti demi
kebaikan atau karena rasa sayang. Bila saran itu dirasa datang dari
seorang kawan baik, orang yang tak akan mencelakakan, yakinlah saran
itu akan berpengaruh, setidak-tidaknya karena ada seseorang telah
bersaksi bahwa sebuah buku itu sungguh-sungguh layak diperhatikan.[]


Anwar Holid, eksponen komunitas TEXTOUR – Rumah Buku Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda