09 Maret 2010

BELAJAR MENULIS DARI FILM

25 September 2006 - 01:47 (Diposting oleh: Rumah Dunia)

[Nulis Yuk 7] BELAJAR MENULIS DARI FILM

Oleh Gola Gong

Berjam-jam kita duduk di depan komputer. Tersenyum sendiri, bahkan sampai menitikkan air mata. Kesepuluh jari kita menari-nari di tust-tust keyboard. Kata-kata pun tumpah bagai air bah. Di ujung sepertiga malam, kita menghela napas karena berhasil menyelesaikan sebuah cerita pendek. Tapi, saat teman-teman membaca cerita kita reaksi yang muncul, “Kok, lambat banget, ya? Bosen ngebacanya! Nggak ada greget!” Huh!

MEMILIH TEMA
Kita sudah capek menghabiskan enerji, waktu, dan materi, seenaknya saja orang bilang begitu! Kok, bisa ya begitu? Bisa saja. Tanpa disadari, kesalahan pertama yang kita lakukan adalah memilih tema yang tidak akrab dengan teman-teman kita tadi. Itu terkait juga dengan majalah yang akan kita tuju dengan target pembaca seperti apa. Misalnya majalah kesayangan kita, Annida, tentu punya kekhasan tersendiri, yaitu bernafaskan islami.

Ya, mulailah dengan memilih tema yang akrab dengan kita. Kalau kita mengadopsi ”soap opera convention” yang diimpor dari negeri seberang, ada tema-tema besar yang menarik digarap, yaitu konflik dua keluarga, cinta terlarang, cinta segitiga, perselingkuhan, orang dari masa lalu, petualangan, fantasi, anak yang durhaka pada orang tua, dan gadis miskin mendapatkan cinta seorang pangeran. Tapi, tetap saja tema itu tidak menarik jika kita tidak piawai mengolah alur dan plot cerita.

PLOT POINT
Maka plot point atau sesuatu (peristiwa) yang menggerakkan cerita sangatlah penting. Di dalam novel klasik ”Romeo and Juliet” karya Shakespeare, plot pointnya adalah ketika Romeo mengikuti pesta topeng dan bertemu dengan wanita cantik (Juliet). Dari situlah cerita bergulir dan plot point-plot point berikutnya bermunculan. Atau yang paling mudah kita ingat di film Iran; Children of Heaven. Kita lihat bagaimna si pembuat cerita pandai sekali mengaduk-aduk emosi penonton, ketika tokoh Ali meletakkan sepatu adiknya – Zahra, di sembarang tempat. Lalu datang si pemulung. Tas plastik berisi sepatu Zahra yang baru saja diambil Ali dari tukang sol sepatu diambil si pemulung. Tas plastik itu dikira si pemulung barang rongsokan. Ali kehilangan tas plastik berisi sepatu adiknya! Cerita pun bergulir.... Kita terus menikmati dan menanti plot point-plot point lainnya. Tanpa kita sadari, waktu pun habis dan lampu bioskop dinyalakan.

Di film orang menyebutnya “plot point”. Di penulisan fiksa, kita mengenalnya dengan “plot” atau rangkaian sebab-akibat yang memicu krisis dan menggerakkan cerita menuju klimaks. Di dalam alur ada plot. Tapi plot bukanlah alur. Ibarat tubuh, alur adalah fisiknya, dan plot adalah ruh atau ‘kekuatan dinamis’ yang penuh gairah membangun konflik, atau mesin yang menggerakkan cerita ke arah klimaks dan ending. Jadi alur saja tanpa adanya plot, cerita kita jadi garing juga. Plot haruslah dinamis, juga berisikan konflik. Banyak penulis pemula atau bahkan saya melupakah unsur ini. Sebagai penulis harus pandai menggali konflik.

FILM
Film adalah tempat belajar yang paling efektif. Jika kita malas membaca novel yang tebal-tebal, nonton film saja. Ada banyak VCD atau DVD. Kita bisa memilihnya. Lalu di akhir pekan kita menontonnya. Film “Children of Heaven” layak kita tonton dan kaji. Mulailah kita belajar memindahkan bahasa film itu ke dalam tulisan. Terjemahkanlah bagaimana tokoh Ali mendatangi tukang sol sepatu, membeli gula, meletakkan tas plastik berisi sepatu Zahra, lalu dia panik ketika tas plastik itu hilang! Cobalah tuangkan ke dalam bentuk kata-kata!

Ketika masih bujangan, proses kreatif saya selain melakukan perjalanan dalam rangka riset, juga membaca dan menonton. Jika jenuh membaca, maka saya menonton. Kegiatan menonton bisa di rumah atau pergi ke mall; menonton film di cineplex. Film yang saya tonton terserah apa adanya yang tersedia di sana. Kadang di hari Minggu saya habiskan di mall, dari sejak buka sampai tutup. Selesai menonton di studio 1, berpindah ke studio 2. Saya hanya ingin melihat, bagaimana penulis skenario mengelola ceritanya! Sekarang dengan adanya teknologi DVD, saya tidak perlu menghabiskan waktu dan enerji ke mall. Sambil tidur-tiduran, ngemil, dan ditemani istri, kami membicarakan kehebatan penulis skenario! Usai menonton, saya bermimpi suatu hari akan menulis sbuah cerita yang hebat!

Bagaimana dengan kamu?

***

*) Rumah Dunia, akhir mei 2006
*) Tulisan ini dimuat di rubric Bengkel Cerpen Annida Juni 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda