02 April 2006 - 19:25 (Diposting oleh: Rumah Dunia)
[Nulis Yuk 3] MENGGALI KONFLIK LEWAT DIALOG
Oleh Gola Gong
Saya mengingatkan lagi, bahwa (calon) penulis pemula biasanya sulit menemukan ide. Ketika sudah ketemu, eh, malah bingung menuliskannya. Ketika sudah siap menuliskan, ada lagi masalah lain, yaitu selalu berpikir apakah kalimat pembukanya bagus, bisa dikategorikan sastra serius atau populer. Dan steelah selesai menuliskannya, dia menyuruh temannya membaca karyanya. Apa coba kata temannya? ”Yah, kayak gini, gue juga bisa!” Runtuhlah mental si (calon) penulis pemula. Kerja kerasnya selama ini dihargai seperti itu oleh temannya.
BELAJAR COLUMBUS
Ini juga terjadi pada Cristhopher Columbus. Ketika dia menemukan benua Amerika, beberapa pejabat teras kerajaan Spanyol mengejeknya, “Nemuin dataran aja bangga. Saya juga bisa. Tinggal naik perahu, siapin perbekalan, sewa awak kapal, berlayar saja. Nanti juga ketemu sama daratan!”
Columbus dengan tenang mengambil telor rebus. Dia menantang mereka, ”Siapa yang bisa memberdirikan telor ini?”
Mereka berebut dan dengan sombong mencoba memberdirikan telor rebus itu. Ujungnya yang lancing diletakkan di permukaan meja yang datar. Telor itu terguling terus, tidak ada yang berhasil.
Columbus dengan santai mengambil telor itu dan menetaskan ujung telor yang lancip ke meja sehingga rata. Telor itu pun bisa berdiri. “Siapa yang berani bilang, ‘kalau gitu caranya, saya juga bisa!’ Ayo! Ada yang berani bilang?” tantang Columbus sambil bertolak pinggang.
Tak ada yang menjawab.
Columbus meninggalkan ruangan kerajaan dengan senyum kemenangan.
Jika kita membaca peristiwa Columbus dan para pembesar kerajaan Spanyol itu, dari dialog mereka saja sudah terasa konfliknya. Karakter Columbus yang petualang dan para pembesar yang cenderung menganggap remeh kaum biasa. Di sisi lain, kita juga bisa mendapat pelajaran dari peristiwa ini, bahwa yang terpenting adalah kita tidak menjadi peniru atau epigon, apalagi penjiplak alias plagiator. Seperti halnya Columbus, dia menjadi pionir dan inspirasi bagi para petualang.
BERANI
Itulah semestinya yang kita lakukan. Jangan pernah ada perasaan takut gagal saat menulis. Lakukan saja. Tentu dengan rambu-rambu yang bisa kita baca di buku-buku teori. Kadang kita memang suka gagap jika hendak menciptakan konflik para tokoh. Sekali lagi, jangan takut gagal. Seperti Columbus, berani menjadi pionir, atau pelopor. Tidak bagi orang lain, bagi diri kita saja dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda