Salam semangat untuk pemikir yang terus bergerak.
Salam cinta untuk jiwa-jiwa yang terus memberi inspirasi.
Ikutan lomba yuk!...
Pengantar: Bismillahirrahmanirrahim... Sesuatu
yang biasa, akan menjadi luar biasa. Jika kita memiliki kesungguhan,
untuk menjadikannya luar biasa. Demikian pula secarik surat cinta yang
sederhana. Ia akan menjadi Istimewa, ketika kita berani menyatukannya
dalam sebuah buku yang berjudul “99 Surat Cinta Untuk Presiden”.
Surat
“cinta” adalah salah satu media, untuk menyampaikan pesan dari hati
untuk seseorang. Meskipun saat ini, teknologi semakin canggih, tapi ia
tetap memiliki nilai tersendiri. Wujudnya yang spesial, bisa disentuh
dan dapat diabadikan. Menambah keunikan surat cinta yang tidak dimiliki
oleh media lain.
Lalu, keunikan apa yang tercipta? Jika surat cinta tersebut kita tujukan untuk seorang Presiden? Pasti dahsyat bukan?!
Surat
cinta yang kita tulis, bukan lagi dalam bentuk secarik kertas yang
berwarna pink. Tapi dalam bentuk buku. Kumpulan 99 surat cinta yang
berisi impian, curhat, gambaran lokalitas, serta kritik membangun. Dari
penulis Nasional maupun pemula. Yang berasal dari seluruh pelosok
Nusantara. Memiliki pengalaman hidup yag berbeda, selama berpijak di
bumi Indonesia tercinta.
***
Sahabat-sahabatku yang idealis dan kritis. Tangan ini pernah memegang microfon (TOA)dan
berorasi di jalan, di lapangan, di depan kantor. Memimpin demonstrasi
ratusan orang. Untuk menuntut keadilan. Tapi aku yakin, Ibu pertiwi
pasti mulai merasakan lelah. Melihat generasinya yang hanya bisa
berteriak di jalanan. Meneriakkan sumpah serapah untuk
pemimpin-pemimpin yang aku pilih sendiri. Aku malu pada generasi
berikutnya. Olehnya itu, izinkan aku berkarya bersama sahabat kita yang
lainnya. Yang memiliki pena dan tinta yang belum mengering.
Kami ingin menyampaikan keprihatinan, gagasan, solusi kongkrit, dan cita-cita mulia. Dengan cara damai dan mendamaikan. Lewat surat cinta ini, kami memotret wajah bangsa yang sedang gundah. Biarlah ini menjadi bukti sejarah, bahwa kami pernah berfikir untuk Indonesia.
Salam cinta. Dari pemuda sederhana, yang terus belajar menjadi ada. Erpin Leader (EL)
#Syarat dan Ketentuan Lomba:
Lomba ini terbuka untuk umum. Tidak mengenal batasan usia, status, profesi dan sebagainya.
Naskah di tulis dalam bentuk surat cinta. Yang diawali dengan kata: “Teruntuk Ayahanda Presiden di Istana Cinta”. Di
akhir surat jangan lupa dicantumkan: Tempat, Tanggal, Nama lengkap dan
Profesi. Jika bagian ini tidak tertulis, maka isi surat dinyatakan
tidak berlaku.
Isi Surat merupakan kata hati penulis berdasarkan realitas kehidupan yang benar-benar dijalani sendiri (true story).
Baik berupa curhat, impian, gagasan, solusi kongkrit untuk kemajuan
bangsa dan Negara. Maupun kritik yang bersifat membangun. Dimana semua
itu, disampaikan secara santun dan bijak. Tanpa ada hujatan, cacian maupun hinaan. Serta tidak menyebutkan nama Presiden/keluarga Presiden.
Naskah surat maksimal 350 kata, termasuk kalimat pembuka dan keterangan tempat, tanggal, nama lengkap dan profesi pada akhir surat.
Naskah ditulis pada kertas A4, margin setiap sisi: 3 cm, huruf: Times New Roman, ukuran font: 12, spasi 1,5.
Setiap penulis, melampirkan biodata berupa narasi maksimal 80 kata. Yang ditulis di lembar bawah tulisannya (terpisah dari surat).
Naskah surat dikirim ke email: antologi.erpinleader@ymail.com berupa attachman, bukan di badan email.
Tulis judul email: Surat Cinta Untuk Presiden-Nama Lengkap. Tulis nama file word: SCUP-Nama Pena.
Lomba ini dibuka pada tanggal 01 Nopember 2011 sampai dengan 22 Nopember 2011 (Jam 22:00 WIB)
Hasil lomba akan dimumkan pada tanggal 12-12-2011.
90
surat cinta yang terpilih sebagai nominator, akan dibukukan bersama
surat cinta dari dewan juri dan penulis hebat lainnya. Termasuk surat
cinta Erpin Leader.
Dewan juri akan memilih 3 surat cinta
paling inspiratif, yang akan mendapatkan hadiah masing-masing: *Juara I
= Rp 200,000. *Juara II = Rp 150,000. *Juara III = Rp 100,000
90 orang nominator akan mendapatkan e-sertifikat dari Erpin Leader.
Jika
Allah memberi keberkahan/setitik keajaiban dalam penerbitan buku ini.
Setelah biaya penerbitan buku tertutupi. Insya Allah 50 % royalti akan
kita sumbangkan untuk anak yatim piatu dan media belajar menulis.
Apresiasi lainnya, akan EL persembahkan untuk nominator, jika keajaiban
itu benar-benar terwujud. Maaf karena hanya ini apresiasi yang bisa
diberikan untuk kalian yang luar biasa. Kita hanya berencana, Dia lah
maha penentu segalanya.
Demikian info ini saya sampaikan dengan penuh tanggung jawab. Berharap banyak peserta yang akan berpartisipasi.
Hayalkan
dalam imajinasi bahwa: Surat cinta kita akan dibaca oleh Presiden dan
para pemimpin di tingkat daerah. Buku kita akan ada di perpustakaan
pribadi bapak Presiden. Lalu menginpirasi jutaan orang. Bermimpilah!
Lalu yakini dan lengkapi dengan do’a. Semesta akan memeluk mimpimu.
Salam cinta,
Pelaksana lomba, sponsor sekaligus penggagas ide. Erpin Leader
Syarat:
- Tema bebas, non
SARA, karya sendiri, blm pernah dipublikasikan (di media cetak)
- Cerpen min 4 maks 8
halaman A4 Times New Roman 12 spasi 1,5
- Boleh mengirim lebih
dari 1 cerpen
- Deadline 31 Desember
2011 jam 24.00 WIB
- Diposting langsung
di Rubrik “Cerpenmu” website duniapenulis.com
Pengumuman pemenang 15 Januari 2012, di website: duniapenulis.com,
leutikaprio.com, leutika.com, dan seluruh akunFB/ twitter group Leutika.
Hadiah:
- 10 cerpen terbaik
akan dibukukan oleh LeutikaPrio, dicetak secara POD (Print On Demand) dan
dijual hanya secara online di www.leutikaprio.com
- 10 Paket buku dari
Leutika Publisher, judul tidak bisa memilih, dikirim ke alamat pemenang (alamat
Indonesia)
- Masing-masing
pemenang mendapat 1 buku bukti terbit
- Masing-masing
pemenang mendapat diskon Paket Penerbitan Reguler 50% di LeutikaPrio
- Penulis TIDAK
mendapat royalti, seluruh royalti akan disumbangkan ke yayasan sosial
Lomba Cerpen Terfavorit DP (DuniaPenulis.com)
Selain memilih 10 cerpen terbaik juga akan ditetepkan 1 cerpen terfavorit
berdasar jumlah REVIEW terbanyak untuk mendapatkan paket buku dan diskon Paket
Penerbitan Reguler 50% di Leutikaprio.com.
Saya
sempat tertegun setiap Bagus, salah satu muridku, selalu menangis histeris
begitu ayahnya pergi setelah mengantarnya sekolah. Ia sama sekali tak mau
ditinggal, ingin selalu ditemani ayahnya selama belajar di sekolah. Sebagai
murid Taman Kanak-Kanak yang masih duduk di kelompok A, para guru memakluminya,
meski sebenarnya semua murid diharapkan mandiri dan lepas dari orangtua begitu tiba di sekolah.
Yang
membuatku heran, meski Bagus mau ditinggal, jika ia sedang ngambek, langsung
nangis dan memanggil-manggil ayahnya. Padahal hampir semua siswa jika menangis,
yang dipanggilnya adalah ibunya. Tapi berbeda dengan Bagus. Ia tak pernah
sekalipun memanggil ibunya, meski hanya sebentar. Yang ada dalam pikirannya
seolah cuma ayahnya.
“Ayaaaaahh!!
Ayah! Bagus pengin pulang….! Cepetan telepon Ayah! Ayaaahh…..!” teriaknya tiap
menangis. Semua guru sering kewalahan menghadapi Bagus yang cenderung memaksa
ayahnya segera datang ke sekolah. Dia bisa bertahan berjam-jam menangis hingga
ayahnya datang menjemputnya. Tak dihiraukannya segala nasihat ataupun rayuan
para guru untuk diam dan kembali belajar.
Dan
begitu ayahnya datang, Bagus langsung menghentikan tangisnya. Ia mendadak ceria
dan bercengkerama dengan ayahnya, seolah lupa bahwa ia baru saja menangis.
Pemandangan yang menyenangkan ketika melihat mereka tertawa-tawa dan bercerita.
Didorong
rasa penasaran dan ingin tahu kebiasaan Bagus yang selalu memanggil ayahnya,
bukan ibunya ketika menangis, membuatku ingin berbincang-bincang dengan ayah
Bagus.
“Maaf
ya Pak, kalau boleh saya tahu…. Kenapa Bagus selalu memanggil “Ayah” ketika
menangis, bukan “Ibu” atau “Mama”? Bukankah seorang anak biasanya selalu
memanggil ibunya jika menangis? Ini yang mengherankan kami sebagai gurunya
Bagus….” tanyaku.
Ayah
Bagus sempat tersenyum dan bercerita tentang keluarganya.
“Iya
Bu…. Bagus sangat bergantung pada saya, begitu juga kakaknya. Saya juga tak
pernah jauh dari anak-anak. Mereka sangat dekat dengan saya, sampai kemana-mana
selalu bertiga.”
“Lho,
memangnya Ibu kemana?” tanyaku heran.
“Ibunya
anak-anak jarang di rumah. Setiap pagi jam enam sudah berangkat kerja, dan
pulangnya sore. Jadi Ibunya anak-anak jarang komunikasi. Meskipun istri saya
ada di tengah-tengah mereka, mereka jarang sekali bertanya atau becanda. Bahkan
mereka tidak pernah menanyakan atau merasa kehilangan jika Ibunya tidak
pulang-pulang. Mereka seolah tidak butuh seorang ibu. Justru mereka akan
menangis histeris jika saya tidak ada di samping mereka…..” jawabnya panjang
lebar.
“Terus,
ibunya anak-anak tidak merasa cemburu dengan kedekatan Bapak dan anak-anak?”
tanyaku.
“Tidak,
Bu…. Istri saya juga sepertinya tidak ambil pusing dengan sikap mereka yang
seolah tidak peduli dengan kehadiran ibunya. Istri saya memang orangnya cuek
dan tidak mempermasalahkan hal itu. Dia malah bersyukur jika mereka tidak rewel
ketika hendak berangkat kerja, sehingga ia merasa tidak terbebani.”
“Memangnya
istri Bapak kerja di mana?” tanyaku lagi.
“Mengajar,
Bu…”
“Ohh….
Berarti istri Bapak seorang guru ya? Terus, Bapak tidak kerja? Kok bisa selalu
ada di rumah?”
“Saya
juragan kambing, Bu, hehehe…. Jadi
bisa nyantai kerjanya.” jawabnya sambil tertawa.
Mendengar
penuturan dari ayah Bagus tersebut membuatku banyak berpikir. Kenapa ada
seorang ibu yang kurang peduli dengan keadaan dirinya dan anak-anaknya?
Bukankah sudah menjadi fitrahnya jika setiap anak membutuhkan kehadiran seorang
ibu? Mungkin ini akibat dari aktivitas rutin seorang istri di luar rumah untuk
bekerja atau menggapai karir.
Saya
jadi salut dengan peran ganda ayah Bagus di rumah. Ia bisa membagi waktunya
untuk anak-anak. Ia tetap bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, tapi masih
sempat memberikan waktunya untuk anak-anaknya tercinta. Kasih sayangnya tak
terhingga. Ia mampu menjadi Ibu bagi anak-anaknya di saat istrinya tidak bisa
mendampingi mereka. Sementara saya dan guru-guru yang lain jadi tidak
bersimpati dengan ibunya Bagus yang kurang
respect dengan kegiatan Bagus di sekolah. Jika ada pertemuan wali murid,
pasti yang datang ke sekolah adalah ayahnya, tak pernah sekalipun kami melihat
ibunya.
Ini
mengherankan, sebab peran dan fungsi seorang ibu
adalah sebagai “tiang rumah tangga” amatlah penting bagi terselenggaranya rumah
tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan bahagia, membuat rumah tangga
menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling
menyayangi bagi suaminya. Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam
keluarga dibutuhkan isteri yang shaleh, yang dapat menjaga suami dan
anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah sehingga tempat rapih,
menyenangkan, memikat hati seluruh anggota keluarga.
Menurut Baqir Sharif al-Qarashi
(2003 : 64), bahwa para ibu merupakan sekolah-sekolah paling utama dalam
pembentukan kepribadian anak, serta saran, untuk memenuhi mereka dengan
berbagai sifat mulia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya: “Surga
di bawah telapak kaki ibu”, menggambarkan tanggung jawab ibu terhadap masa
depan anaknya. (Zakiyah Daradjat, 1995 : 50)
Dari segi kejiwaan dan kependidikan,
sabda Nabi di atas ditunjukan kepada para orang tua khususnya para ibu, harus
bekerja keras mendidik anak dan mengawasi tingkah laku mereka dengan menanamkan
dalam benak mereka berbagai perilaku terpuji serta tujuan-tujuan mulia.
Para ibu bertanggungjawab menyusun
wilayah-wilayah mental serta sosial dalam pencapaian kesempurnaan serta
pertumbuhan anak yang benar. Sejumlah kegagalan yang terjadi diakibatkan oleh
pemisahan wanita dari fungsi-fungsi dasar mereka.
Ibu-ibu yang sering berada di luar
rumah yang hanya menyisakan sedikit waktu untuk suami serta anak-anak telah
menghilangkan kebahagian anak, menghalangi anak dari merasakan nikmatnya kasih
sayang ibu, sebab mereka menjalankan berbagai pekerjaan di luar serta
meninggalkan anak disebagian besar waktunya. Lalu, bagaimana dengan peran ayah
Bagus yang seolah tengah menggantikan peran ibu, sementara ibu Bagus masih ada
di samping ayahnya? Mungkin ini yang perlu menjadi perenungan buat kita
bersama.
Jumat siang, tanggal 20 Mei 2011
pukul 14.00 WIB saya dan teman-teman dari Mawar Keadilan diajak oleh Ketua
Bidang Keperempuanan DPD PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Kabupaten Tegal, Ir.
Rahmi Mardiningsih untuk mengadakan bakti sosial dengan mengunjungi sebuah
yayasan Panti asuhan Darul Farroh yang mengasuh anak-anak yatim, bertempat di Jl.
Mbah Santri No. 24 Desa Harjosari Kidul, Kecamatan
Adiwerna, Kabupaten Tegal Jateng Kode Pos 52194. Tempatnya jauh dari jalan raya, bahkan bisa dikatakan
keberadaan panti asuhan tersebut mungkin tidak banyak orang yang mengetahui jika
di sana ternyata ada panti asuhan yang perlu mendapat santunan.
Melihat kondisi Panti asuhan Darul
Farroh yang kurang terekspos di masyarakat Tegal dan sekitarnya, serta
kemandirian dari panti asuhan tersebut yang tidak ditopang oleh bantuan dari
manapun juga membuat tim Bidang Keperempuanan DPD PKS Tegal tergerak untuk
berbagi dengan 30 anak yatim yang kini ditampung oleh Panti Asuhan Darrul
Farroh tersebut berupa pemberian sembako dan sejumlah uang. Sikap yang diambil
oleh tim tersebut berdasarkan visi dan misi PKS yang berusaha memperjuangkan
kesejahteraan hidup kaum wanita dan anak-anak sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menyantuni anak yatim.
“Barang
siapa yang mengusap kepala anak yatim karena Allah maka baginya kebaikan yang
banyak dari setiap rambut yang ia usap. Dan barang siapa yang berbuat baik
kepada anak yatim perempuan atau laki-laki maka aku dan dia akan berada di
surga seperti ini, Rasulullah SAW mengisyaratkan antara jari telunjuk dan jari
tengahnya.” (HR. Ahmad dari Abu Umamah)
“Sebaik-baiknya
rumah di antara orang-orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim
yang diperlakukan dengan sebaik-baiknya, dan seburuk-buruknya rumah adalah
rumah yang di dalamnya ada anak yatim namun diperlakukan dengan buruk. Apabila
sebuah keluarga memelihara, menyantuni, dan memuliakan anak yatim, Allah SWT
akan meliputinya dengan rahmat, kebahagiaan, dan keberkahan.” (HR. Ibnu
Majah dari Abu Hurairah)
Panti Asuhan Darul Farroh yang telah
berdiri sejak tahun 1997 hingga kini di bawah pimpinan Bapak Ahmad Rifa’i yang
lebih dikenal dengan sebutan Pak Rifa’i. Orangnya ramah dan familiar, membuat
penduduk sekitar mempercayakan Bapak Rifa’i untuk mengurus anak-anak yatim yang
dinaunginya. Semoga menjadi amalan yang penuh berkah dan mendapat ridho dari
Allah SWT. Amin.
Dan tujuan utama tim Bidang
Keperempuanan PKS ke yayasan tersebut selain untuk berbagi kebahagiaan dan
rezeki kepada anak-anak yatim juga mengajak kita sebagai makhluk Allah SWT
untuk lebih banyak bersyukur atas segala karunia dan rahmat-Nya yang sudah
banyak kita nikmati. Sebab dengan makin banyak kita bersyukur, hidup kita akan
lebih berkah dan bahagia.
Sungguh merupakan suatu perbuatan
yang terpuji jika kita yang berkelebihan harta, berbagi rezeki dengan orang
lain yang kekurangan, terutama anak-anak yatim. Sebab memang ada hak anak yatim
di setiap rezeki yang kita dapat dari Allah SWT.
Pembaca, sebagai renungan, kita
dianjurkan berbagi dengan anak yatim karena berkah menyantuni anak yatim antara
lain :
Meraih
peluang menjadi teman Rasulullah SAW di surga
Dijamin
masuk surga
Hati
dan perasaan menjadi lembut
Senantiasa
mendapat pertolongan Allah SWT
Mempermudah
terkabulnya doa
Terhindar
dari siksa akhirat
Sebaliknya
jika menelantarkan anak yatim bahayanya yaitu :
Menutup
peluang menjadi teman Rasulullah SAW di surga
Tergolong
sebagai pendusta agama
Hati
dan perasaan menjadi keras
Terhalang
dari pertolongan dan rahmat Allah SWT
Tidak
terkabulnya doa
Kelak
mendapat siksa akhirat
Naudzubillah min zaliik. Semoga kita terhindar dari-hal-hal demikian.
Semoga dengan kegiatan berbagi
dengan anak yatim bisa menjadi suatu kebiasaan yang dapat kita lakukan secara
rutin, sebagai tanda bersyukur dan mencari ridho Allah SWT. Amiin ya robbal
a’alamin.
Saya sempat
bingung ketika beberapa orangtua murid mengeluhkan anaknya yang sekolah
di Taman Kanak-kanak (TK) tempat saya mengajar yang belum bisa membaca, menulis
dan berhitung (calistung). Padahal, teman-temannya sebagian besar sudah
lancar calistung. Karena khawatir anaknya ketinggalan dan tidak bisa masuk ke
Sekolah Dasar (SD) favorit pilihannya, ia pun beberapa kali menyampaikan
keinginannya kepada saya untuk bisa sesegera mungkin mengajari anaknyamenjadi pintar membaca, menulis, dan berhitung. Seolah menuntut agar
anaknya cepat pintar dalam waktu singkat, bagaimanapun caranya! Saya sebagai
guru mereka jadi merasa dipaksa untuk menyulap anak-anak mereka dalam waktu
secepat mungkin untuk menjadi anak yang bisa dibanggakan dari segi akademisnya.
Mereka memohon kepada saya:
“Bu, tolong
dong, anak saya dipacu untuk segera bisa membaca, menulis, dan berhitung, biar
nanti saat masuk SD sudah bisa semuanya. Kan malu Bu, sekolah TK selama dua
tahun tapi nggak ada perubahan sama sekali .…”
“Aduh Bu,
bagaimana dengan anak saya? Kenapa anak saya belum bisa membaca, padahal sudah
mau masuk SD? Bantu saya dong Bu .…”
“Bu, saya
pusing, ditegur suami saya terus, gara-gara anak saya nggak pinter-pinter.
Tolong dong Bu, dorong anak saya biar jadi pinter …. jadi kan saya nggak
diomelin suami saya terus ….”
“Bu, tolong
awasi anak saya, untuk tidak kebanyakan main di sekolah …. Suruh anak saya
belajar serius. Kalau main terus, kapan pintarnya?”
“Bu, saya
capek mengajari anak saya membaca. Masak tiap hari belajar tapi nggak bisa-bisa
juga? Saya harus bagaimana, Bu? Tolongin saya dong Bu …. Saking kesalnya, sampai
aku cubitin anak saya. Habis, menjengkelkan sekali!”
“Tolong dong
Bu, anak saya di-les privat di rumah, biar cepat pintar, nggak bodoh terus .…
Bisa ya Bu, nanti datang ke rumah?”
***
Itu beberapa keluhan
yang saya dapat dari orangtua murid yang anaknya kurang bisa mengikuti
pelajaran calistung. Dari keluhan-keluhan itu, bisa saya ambil kesimpulan, bahwa
sebagian besar dari orangtua murid masih belum mengerti akan arti pendidikan di
Taman Kanak-kanak, di mana anak-anak belajar sambil bermain atau bermain sambil
belajar. Ini artinya hakikat pendidikan pra-sekolah masih belum dipahami benar
oleh mereka selaku guru utama dalam keluarga.
Masuk akal
juga mengapa banyak orangtua - khususnya para ibu - bereaksi keras merespon
keterlambatan anaknya dalam membaca. Bagi mereka, keterampilan anak membaca
bisa jadi merupakan sebuah "prestasi" membanggakan yang layak
diceritakan kepada kerabat dan relasi. Makin kurang berkenan lagi, bila para
orangtua juga mempersepsikan, lancar baca adalah jaminan paling oke untuk bisa
mengikuti pelajaran di jenjang pendidikan selanjutnya.
Kalau sudah
begitu, yang terjadi bisa ditebak. Banyak orangtua lalu beramai-ramai menempuh
"jalan pintas" yakni memanggil guru les privat mengajari anaknya
supaya cepat bisa baca. Kalau perlu, "Anakku
harus lebih lancar daripada teman-teman di kelasnya!”
Sungguh tidak
salah, membaca merupakan salah satu kemampuan dasar yang sangat penting untuk
dikuasai supaya anak dapat belajar lebih luas. Oleh karena itulah, tahapan dan
cara mengajarkan membaca perlu dicermati supaya tidak salah dalam menanamkan
dasar yang sangat penting ini.
Huruf
merupakan lambang bunyi yang abstrak untuk anak yang sedang belajar membaca dan
menulis. Anak yang dipaksa untuk menghafalkan lambang bunyi dapat merasa
bingung atau cenderung menolak jika suasana dan cara yang digunakannya tidak
disesuaikan dengan pemahaman dan perhatian anak. Kebingungan anak itu dapat
tampil dalam kekeliruan menulis huruf "d" padahal yang diharapkan
adalah "b"; menulis huruf "p" padahal yang dimaksudkan
adalah "b", dan seterusnya.
Keinginan
orangtua supaya anaknya bisa baca dalam waktu singkat sering dituruti oleh para
guru dengan menempuh jalan pintas. Guru lalu memaksa diri dan muridnya belajar
membaca dengan menghafalkan lambang bunyi. Murid "dipaksa" melafalkan
rangkaian huruf sebagai kata, tetapi tanpa makna yang dipahami dan menjadi
perhatian anak yang sedang belajar.
Kalau
situasinya demikian, guru akan mengajar membaca dengan metode: ba-bi-bu-be-
bo, ca-ci cu-ce-co,da-di-de-do sebagai jurus mujarab guna
menjawab keresahan orangtua. Lebih parah lagi, banyak orangtua juga tak acuh
akan tahap kepekaan anak dalam membaca dan cara yang benar dalam mengajarkan
membaca yang mengembangkan kecerdasan. Umumnya, orang tua hanya ingin agar
anaknya trampil membaca.
Mengharuskan
semua anak TK untuk bisa baca tulis, tampaknya menjadi hal yang kurang
bijaksana mengingat setiap anak memiliki kemampuan dan kesiapan belajar baca
tulis yang berbeda satu sama lainnya. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang
penting untuk dapat diajarkan pada anak TK, ketimbang hanya terfokus pada
kemampuan baca tulis semata, misalnya penanaman disiplin, kemandirian, tanggung
jawab serta budi pekerti yang baik. Stimulasi terhadap kecerdasan intelektual
anak, seperti pada kegiatan baca tulis, memang penting, namun perlu diupayakan
jangan sampai stimulasi terhadap kecerdasan intelektual terlalu berlebihan
sehingga cenderung memaksakan anak dan melupakan aspek-aspek kecerdasan lain
yang juga perlu mendapat stimulasi seperti kecerdasan sosial, emosional, dan sebagainya,
yang semuanya sangat diperlukan agar dapat menjadi bekal bagi anak dalam
menghadapi masa depannya kelak.
Namun, karena
melihat banyaknya orang tua murid kelompok B yang menghendaki anaknya cepat
bisa calistung demi persiapan memasuki Sekolah Dasar, akhirnya kami dari pihak
sekolah mengambil jalan alternatif dengan memberikan jam pelajaran tambahan
bagi kelompok B sebelum pulang sekolah. Dan itu mendapat respon positif dari
semua orang tua murid. Bahkan, ada beberapa orang tua murid yang mendatangkan
guru privat ke rumahnya demi terwujudnya keinginan mereka.
Berbicara
tentang anak TK, hingga saat ini masih menjadi polemik mengenai boleh tidaknya
mengharuskan anak-anak TK untuk bisa membaca dan menulis. Pendapat yang
mengharuskan anak TK bisa baca tulis, biasanya dilatar belakangi oleh keinginan
untuk bisa masuk SD dengan mudah karena pada saat tes masuk SD, ada banyak
sekolah yang mensyaratkan calon siswanya untuk bisa baca tulis. Sedangkan pendapat
yang berlawanan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa mengharuskan anak TK bisa
membaca dan menulis, berarti memaksakan anak untuk memiliki kemampuan yang
seharusnya baru diajarkan di SD. Hal ini membuat aktivitas bermain anak yang
seyogyanya dominan untuk usia mereka, menjadi berkurang atau bahkan terabaikan,
sehingga dikhawatirkan akan menghambat perkembangan potensi-potensi kemampuan
anak secara optimal kelak kemudian hari. Dengan adanya polemik tersebut, tidak
jarang membuat orangtua menjadi bingung, pendapat mana yang harus diikuti,
karena masing-masing pendapat, tampak memiliki alasan yang cukup kuat.
Dalam
menyikapi hal ini, sudah selayaknyalah kita mempertimbangkan alasan-alasan yang
melatarbelakangi kedua pendapat tersebut, untuk kemudian mencari jalan tengah
yang dapat menjadi sebuah solusi yang bijaksana bagi anak. Bukankah kita
sebagai orangtua atau guru memang menginginkan potensi dan kemampuan anak dapat
tumbuh optimal melalui stimulasi pendidikan atau pengajaran yang kita berikan
kepada mereka?
Berbicara
tentang pendidikan anak usia dini, Sebenarnya sah-sah saja mengajarkan
pelajaran baca tulis pada anak-anak TK, asalkan anak sudah siap untuk menerima
pelajaran tersebut atau biasa disebut sebagai sudah muncul masa pekanya. Adanya
kesiapan atau kepekaan tersebut, biasanya muncul pada usia sekitar 4 - 6 tahun.
Hal ini misalnya ditandai dengan adanya ketertarikan anak pada
kegiatan-kegiatan pra membaca dan pra menulis seperti adanya kematangan visual
motorik untuk dapat memegang alat tulis dengan benar atau meniru beberapa
bentuk sederhana, kemampuan memusatkan perhatian, keinginan atau minat yang
kuat untuk melihat gambar-gambar/tulisan di buku atau sekedar membuka-buka
buku/majalah, senang bermain dengan huruf-huruf, dan sebagainya.
Selain memperhatikan
masa peka anak untuk belajar baca tulis, penting pula untuk mengetahui
bagaimana cara memberikan pelajaran baca tulis tersebut. Mengacu pada
karakteristik umum anak TK, dimana aktivitas bermain menjadi aktivitas dominan
mereka, maka perlu diingat bahwa dalam memberikan pelajaran baca tulis pada
anak TK hendaknya dilakukan dengan pendekatan yang menyenangkan anak dan tidak
memaksa anak. Pendekatan informal dimana pelajaran disampaikan dalam koridor
bermain tampaknya menjadi sesuatu yang cocok untuk diterapkan pada pengajaran
baca tulis anak-anak TK. Pendekatan informal yang dapat dilakukan, misalnya
membacakan buku cerita sambil memperlihatkan gambar dan tulisan di buku/majalah
yang sedang dibacakan, menempelkan gambar-gambar yang berhubungan dengan huruf
atau tulisan pada ruang bermain atau kamar tidur anak, mecoba meniru bentuk
lingkaran/garis atau huruf tertentu, mengajak anak menonton film yang bersifat
mendidik sekaligus menghibur sehubungan dengan pelajaran baca tulis, bermain
tebak-tebakan huruf, menelusuri bentuk huruf dengan jari, dan sebagainya.
Proses
belajar menuju kemampuan baca tulis pada anak TK sebaiknya tidak dilakukan
dengan pendekatan formal, seperti layaknya anak-anak SD. Karena hal ini
dikhawatirkan akan membuat anak merasa tertekan dan jenuh, mengingat kemampuan
anak untuk bisa berkonsentrasi pada satu topik bahasan biasanya masih sangat
terbatas dan secara umum anak masih berada dalam dunia bermain. Apalagi bila
dalam memberi pelajaran tersebut dilakukan dengan kekerasan, misalnya disertai
dengan bentakan-bentakan, hinaan atau ejekan manakala anak belum mampu
mengikuti pelajaran baca tulis yang diberikan, maka bukan tidak mungkin anak
akan tumbuh menjadi anak rendah diri, yang justru hal ini akan menghambat
perkembangan kemampuannya secara optimal kelak kemudian hari.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan bermain sambil belajar, merupakan
cara terbaik menuju kemampuan baca tulis pada anak TK. Guru dan orang tua
hendaknya saling bekerjasama untuk dapat memberikan cara belajar dan mengajar
yang sesuai untuk anak-anak TK mereka. Orangtua atau guru perlu menyesuaikan
cara mengajar baca tulis sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tiap anak.
Selama ini
Taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak
memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar. Kegiatan yang
dilakukan di Taman kanak-kanak pun hanyalah bermain dengan mempergunakan
alat-alat bermain edukatif. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung tidak
diperkenankan di tingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan
huruf-huruf dan angka-angka, itu pun dilakukan setelah anak-anak memasuki TK B.
Dan perbedaan definisi belajar memang menjadi pangkal persoalan dalam
mempelajari apa pun, termasuk belajar membaca. Selama bertahun-tahun belajar
telah menjadi istilah yang mewakili kegiatan yang begitu serius, menguras
pikiran dan konsentrasi.
Teori
psikologi perkembangan Jean Piaget selama ini telah menjadi rujukan utama
kurikulum TK dan bahkan pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan
berhitung secara tidak langsung dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di
bawah usia 7 tahun. Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak
belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah fase, di mana
anak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu, kegiatan
belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan cara
berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan kepada anak-anak TK yang
masih berusia balita.
Piaget
khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung diajarkan pada
anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak, akhirnya
anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan menjadi benci
dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar.
Pembebanan
yang berlebihan justru akan berakibat kontaproduktif bagi perkembangan sang
anak. Anak bisa menjadi trauma dengan membaca, menulis, dan berhitung. Jadi,
pembelajaran pada anak usia dini mestinya lebih bersifat memberi rangsangan
pada anak agar tumbuh minatnya dalam membaca, menulis, dan berhitung. Fauzil
Adhim (2006) menyebutnya dengan 'semangati
jangan bebani'.
Secara
fisiologis syaraf mata anak balita belum siap untuk membaca, disebutnya masih
kontralateral. Masih terbalik-balik, seperti antara b dan d. Karena itu resiko
balita yang diajar membaca untuk terkena kesulitan belajar (baca-tulis)
nantinya lebih besar. Informasi yang sama di dapatkan pada buku Jalaludin
Rahmat, tentang cara otak belajar. Waktu terbaik untuk belajar membaca
sesuai dengan perkembangan otak justru pada usia sekolah dasar.
Beberapa
literatur menunjukan bahwa tidak ada jaminan seseorang yang lebih dahulu bisa
membaca akan lebih sukses di masa depan daripada mereka yang terlambat. Banyak
tokoh sukses yang justru terlambat membaca. Di buku Right Brained Children in a
Left Brained World disebutkan tokoh2 Albert Einstein, George S. Patton, William
Butler Yeats adalah mereka yang terlambat membaca. Anak2 di Rusia baru membaca
di usia 7 tahun, tapi mereka cerdas-cerdas.
Sebuah
penelitian menyatakan bahwa akibat memaksakan lancar calistung di usia dini
khususnya dibawah 5 tahun. Adalah pemahaman membaca yang kurang.
Pemahaman membaca anak-anak usia 9-15 tahun yang sangat minim. Kita bisa lihat
anak-anak usia SD klas 3-6 dengan pemahaman membaca yang sangat kurang . Hal
itu salah satunya bisa dilihat dalam menjawab soal cerita, kebanyakan anak-anak
SD sangat kesulitan, bahkan pertanyaannya kemana... jawabnya kemana... yang
dikarenakan tidak paham makna soal yang berupa cerita. Hal ini sebetulnya
fatal, akibatnya banyak dari kita yang tidak senang membaca, karena membaca
merupakan hal yang sulit. Akibatnya prestasi anak usia SD dan SMP
Indonesia rangking 32 dari 34 negara dalam pemahaman membaca dan kompetisi
matematika.
Menurut suatu
penelitian di Finlandia, anak yang belajar membaca saat mendapat pendidikan
formal di usia 7 tahun memiliki reading
achievement (prestasi membaca) lebih bagus dibanding anak lain yang belajar
membaca di usia 6 tahun atau sebelumnya. Hal ini diketahui ketika dilakukan tes
pada anak-anak tersebut di usia 9 atau 10 tahun.
Kesimpulannya,
tak ada hubungan bahwa anak yang belajar membaca di usia lebih dini akan lebih
maju kemampuan membacanya. Jikapun ada yang seperti itu boleh jadi sifatnya kasuistik
sehingga tak bisa dipukul rata dan diterapkan sama pada semua anak. yang
penting untuk anak usia dini bukanlah mengajar membacanya, tetapi mengajarkan budaya
membaca. Belum tentu anak yang bisa membaca lebih dahulu akan suka membaca.
Persoalan membaca,
menulis, dan berhitung atau calistung memang merupakan fenomena tersendiri
khususnya di Indonesia. Awalnya memang pelajaran baca tulis mulai
diajarkan pada tingkat pendidikan SD. pada perkembangan terakhir, hal itu
menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah
dasar sulit diikuti jika asumsinya anak-anak lulusan TK belum mendapat
pelajaran calistung. Sehingga banyak institusi pendidikan SD mentargetkan
kemampuan calistung sebagai pra syarat masuk SD, bahkan SD hanya mau
menerima anak-anak yang sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Nah, ini dilema bukan?
Pemberian
materi calistung pada anak usia TK harus disesuaikan dengan dunianya yakni
bermain sambil belajar. Banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk mengajari anak
calistung, misalnya saat pelajaran olahraga dengan permainan ‘bintang beralih’
permainan itu akan mengajarkan anak tentang angka dan berhitung.
Tapi sayangnya masih banyak guru yang belum paham cara memberi materi calistung
pada anak TK. Mereka ada yang masih memberikan murni pelajaran tanpa ada unsur
bermain, seperti 3+3, 2x3 dan sebagainya. Konsep pembelajaran yang mereka
berikan seperti layaknya SD padahal belum saatnya.
Selain itu,
kemampuan setiap anak juga berbeda, ada anak yang usia tersebut sudah paham
tapi ada pula yang masih belum paham. Jika dipaksakan akan berdampak negatif
pada perkembangan anak. Namun demikian hal ini juga menimbulkan dilema
tersendiri bagi sekolah, di satu sisi mereka dituntut tidak memaksa anak belajar
calistung.
Namun di sisi
lain, orangtua menghendaki selepas lulus TK bisa calistung untuk kesiapan masuk
SD. Padahal ada pula orangtua yang menghendaki anaknya masuk SD meski usianya
masih 6 tahun lebih atau kurang dari 7 tahun. Selain itu, jika dulu pengenalan
calistung adalah tugas guru di kelas 1 SD namun sekarang banyak sekolah
menghendaki ketika masuk SD sudah bisa dasar-dasar calistung. Calistung juga
kerap dijadikan model seleksi untuk memasuki SD terutama sekolah favorit.
Dengan alasan penjajakan jika sekolah kelebihan pendaftar untuk menyeleksi
calon siswa dengan penjajakan salah satunya calistung.
Dengan model
tambahan pelajaran, namun calistung tetap diberikan dengan model bermain sambil
belajar. Guru juga rajin memantau perkembangan si anak untuk disampaikan kepada
orangtua. Jika ternyata belum paham padahal orangtua memaksa untuk memasukkan
ke SD, guru menyarankan orangtua untuk menstimulasi di rumah.
Kuatnya
keinginan orangtua agar anaknya yang di TK sudah bisa calistung, membuat tempat
les calistung kelarisan. Tantangan dalam dunia pendidikan yang semakin kompleks
memang menuntut kreativitas dari seorang guru. Fenomena tersebut menjadikan
dirinya termotivasi untuk menawarkan metode baru yang bisa membantu anak
belajar calistung tanpa merasa terbebani yaitu lewat metode fonetis.
Agar siswa tidak ketinggalan dan bisa belajar calistung secara cepat, tentunya
dengan tetap menggunakan metode yang menarik dan menyenangkan sesuai dengan
usia anak. Misalnya mengenalkan huruf dengan menggunakan logo, sehingga lebih
mudah diingat anak. Begitu pula untuk membaca tidak lagi mengeja berdasarkan
suku kata, tapi langsung dibaca. Meski secara sepintas cara ini terkesan
sederhana tapi cukup efektif.
Karena
tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran
membaca bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan
harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca dan
menulis sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai
keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami
kesulitan. Lalu, apa yang harus kita lakukan ??? Menentang arus atau
mengikuti arus ? Ini PR buat kita selaku guru Taman Kanak-kanak, juga orangtua
murid sebagai guru pertama di rumah.
Jumat,
20 Mei 2011 pukul 08.00 WIB di aula UPTD Kecamatan Dukuhwaru telah diadakan
latihan Pekan Seni Pelajar SD se-Kecamatan Dukuhwaru sekaligus latihan
presentasi peserta Lomba Guru Berprestasi tahun 2011 dari Kecamatan Dukuhwaru.
Kesenian
sebagai salah satu media pengungkapan pengalaman hidup yang unik dan kreatif
dapat bermanfaat dalam pembentukan sikap, kepribadian, tingkah laku maupun
moral bagi diri pelaku dan orang lain sehingga perlu terus menerus diupayakan
pengenalan dan penanamannya pada anak-anak. Kesenian juga berfungsi dan
bermanfaat dalam pengembangan prinsip, daya serap, daya pikir, emosi, daya
cipta, bakat dan sekaligus sebagai media bermain sehingga sangat relevan dalam
menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Pekan
Seni Pelajar sebagai wahana untuk kemampuan olah kreasi dan prestasi dibidang
seni oleh para siswa merupakan salah satu program Dinas Pendidikan Kabupaten
Tegal dalam pembinaan dan pengembangan seni di sekolah serta sebagai salah satu
upaya memasyarakatkan seni di lingkungan sekolah.
Pekan
Seni Pelajar bertujuan:
1.Menyiapkan
anak-anak sebagai generasi penerus yang berkemampuan tinggi, berkepribadian
luhur, berakhlak mulia.
2.Mengembangkan
minat, bakat, kreativitas dan ketrampilan di bidang seni bagi siswa.
3.Memupuk
cita rasa seni dan kecintaan terhadap khasanah budaya bangsa, sebagai rujukan
dan filter terhadap pengaruh budaya luar.
Kecamatan
Dukuhwaru sebagai wilayah kecil di Kabupaten Tegal ternyata memiliki banyak
keunggulan, di antaranya para pelajar berbakat di bidang seni, seperti Dika,
Dina dari SDN Kalisoka 02, Cindy dari SDN Blubuk 03, David dari SDN Blubuk 02
yang merupakan peserta Lomba Menyanyi Tunggal. Agus Supriyadi dari SDN Slarang
Lor 01 sebagai peserta Lomba Macapat. Dua siswi dari SDN Dukuhwaru 04 sebagai
peserta Lomba Tari Daerah.
Selain
menampilkan para siswa berbakat tersebut, peserta Lomba Guru Berprestasi
Tingkat Kabupaten Tegal Ibu Sugiyatmi, S. Pd. M. Pd dari SDN Blubuk 05, Futicha
Turisqoh, S. PdI dari TKIT Miftahul Ulum Gumayun, dan Aliyatun, S. Pd. AUD dari
TK Masyitoh Dukuhwaru juga ikut meramaikan acara. Semua itu tak lepas dari
peran UPTD Kecamatan Dukuhwaru yang selalu men-support para kandidatnya untuk
maju di bidang pendidikan. Semoga Kecamatan Dukuhwaru semakin maju dalam
membangun sumber daya manusia di daerahnya, terutama di bidang pendidikan.