Curhatnya seorang teman:
Aku
sudah menduga, aku pasti akan begini. Kekhawatiranku bermula sejak aku
mengalami menstruasi pertama kali. Datangnya sang tamu bulanan tersebut, selalu
saja menghantuiku. Berjam-jam aku akan meringkuk di dalam kamar sambil merintih
menahan sakit di perutku. Segala macam obat sakit perut ketika datang bulan,
tak ada satupun yang mampu meredakan rasa sakitku. Dan sedihnya, frekwensi
haid-ku lebih lama dari masa bersihku. Kadang hingga 15 hari lebih aku haid,
setelah itu baru bisa suci. Dan rasa sakit baru akan hilang usai sang tamu pergi. Rasanya lega jika masa itu
pergi.
Hingga
kini pun rasa nyeri saat menstruasi masih saja menyiksaku, meski aku sudah
berumah tangga. Tiga tahun sudah, namun kami belum dikaruniai seorang anak. Aku
tahu, menanti kehadiran
sang buah hati adalah hal yang paling dinantikan semua wanita yang sudah
menjadi istri. Sekilas akan sangat berbahagia bila ku membayangkan tangis, tawa
dan senda guraunya di sela-sela keluarga. Mungkin untuk sebagian wanita subur,
hamil dan memiliki anak bukan masalah. Namun bagi wanita seperti aku, harus
sabar sampai bertahun-tahun menantikan kehadiran sang buah hati yang tak
kunjung datang.
Meski
aku sedikit tidak enak hati pada suamiku, tapi suamiku sangatlah baik. Dia tak
pernah menyinggungku tentang si buah hati. Aku sudah berobat ke dokter,
menanyakan keadaan kami yang tak kunjung hamil dan memiliki seorang anak, dan
dokter hanya mengatakan bahwa peranakanku jauh, jadi kemungkinan saja lama menunggunya.
Kata dokter,
“Waktu terbaik untuk konsepsi atau
pembuahan adalah saat masa subur atau ovulasi dari seorang wanita. Yang perlu
diperhatikan bahwa telur yang matang hanya hidup 24 jam sedangkan sperma hidup
48-72 jam dalam tubuh wanita. Oleh karenanya, melakukan hubungan seks sebelum
saat ovulasi lebih baik untuk meningkatkan kehamilan daripada sehari atau dua
hari sesudahnya,”
“Frekuensi atau seberapa sering
untuk melakukan hubungan seksual, semua tergantung dari setiap pasangan. Tidak ada
angka khusus yang dapat memastikan berapa kali seseorang harus melakukan seks
untuk dapat hamil. Ada wanita yang hamil hanya dengan satu kali saja tapi yang
lain memerlukan waktu yang lebih lama. Yang terpenting seberapa sering Anda
melakukan hubungan seksual pada waktu yang terbaik untuk konsepsi,” lanjut
dokter itu lagi.
Namun, meski aku sudah berusaha
mengikuti petunjuk dokter, tanda-tanda kehamilan tak kunjung datang. Aku
berpikir, mungkin faktor penyebabnya karena kondisiku yang sering sakit-sakitan
saat haid. Tapi entahlah, toh dokter
tidak menyinggung sama sekali akan hal itu.
Walaupun dalam pernikahan, tujuan
utamanya adalah memiliki keturunan, tapi aku yakin, sangat penting jika aku tidak
selalu memikirkan hal-hal negatif saat menantikan masa kehamilan. Apalagi
dokter juga memberi saran padaku,
“Disarankan tetap rileks dan sabar
menanti datangnya kehamilan, karena jika stres dan banyak berkhayal hanya akan mempersulit
terjadinya konsepsi.”
Selain
itu, dokter juga menyarankan, katanya: “Sambil menantikan masa kehamilan, tidak ada salahnya
mengikuti beberapa tips agar cepat mendapatkan kehamilan sebagi berikut:
1. Berhentilah menggunakan alat
kontrasepsi (apa pun jenisnya) dan mulailah melakukan hubungan seksual minimal
sekali setiap 48 jam. Cara ini dapat menjamin kuantitas sperma agar tetap
maksimal.
2. Usahakan untuk melakukan hubungan
seksual dalam siklus ovulasi. Siklus ovulasi dimulai sekitar 14 hari sebelum
menstruasi. Wanita tidak akan hamil kecuali jika dig mengalami ovulasi.
3. Wanita memiliki kemungkinan lebih
besar untuk hamil jika posisinya berada di bawah saat suami mengalami
ejakulasi. Setelah itu Anda dapat menahan agar tetap berada di posisi tersebut
sambil sedikit mengangkat kaki untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi (pembuahan).
4. Berhentilah berusaha terlalu keras
untuk hamil. Terlalu memaksa kan diri hanya akan membuat Anda merasa tertekan,
dan memperkecil kemungkinan untuk hamil.
5. Panas dapat mengurangi kuantitas
sperma. Jadi, selama Anda berusaha untuk hamil, mintalah kepada suami untuk
berhenti berendam dengan air hangat, mandi air hangat, mengenakan pakaian yang
terlalu panas, terlalu banyak duduk, dan lainnya. Jika suami terbiasa
mengenakan celana dalam berbentuk caveat, tidak ada salahnya jika Anda meminta
suami untuk menggantinya dengan celana dalam yang lebih longgar (bokser).
Tujuannya agar kemampuan testis dalam mengatur suhu (mengurangi panas) tidak
terhambat.
6. Jika Anda sudah lebih dari satu
tahun lebih berusaha hamil tapi belum hamil juga (atau usia Anda sudah lebih
dari 35 tahun dan sudah berusaha untuk hamil selama lebih dari 6 bulan), ada
baiknya jika Anda dan suami berkonsultasi ke dokter kebidanan. Mungkin saja ada
masalah pada sperma atau ovum yang memerlukan tindakan medis. Masalah tersebut
dapat diketahui melalui tes medis. Setelah masalah ditemukan, dokter akan dapat
memberikan saran mengenai tindakan apa saja yang perlu Anda lakukan.
7. Anda dan suami mungkin perlu
berhenti merokok, mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau suplemen tan-pa
sepengetahuan dokter, kemudian membiasakan diri mengonsumsi obat-obatan clan
suplemen, atau mengikuti terapi yang sesuai dengan anjuran dokter.
8. Rajin menjaga kebugaran tubuh dengan
berolah raga, serta mengikuti pola makan yang baik dan benar
Dan bila Anda sudah mencoba
melakukan hal ini selama 1 tahun dan belum hamil juga, sebaiknya berkonsultasilah
dengan dokter untuk mendapatkan
penanganan yang terbaik. Selebihnya serahkan semua kepada yang maha kuasa dan
teruslah berdoa.”
Namun, meski saran dokter sudah kami
coba, Tuhan masih belum mengaruniaiku anak, hingga aku mulai tidak sabar.
“Mas,
kenapa ya, kok aku nggak hamil-hamil? Apa karena haidku yang sering
bermasalah?” tanyaku pada suamiku.
“Itu
tandanya Allah belum memberikan amanah pada kita,” jawab suamiku dengan tenang.
Ia selalu begitu. Tak pernah marah ataupun membuatku bersedih. Ia sangat pandai
menjaga hati semua orang. Alhamdulillah ….
Tuhan mengaruniaiku seorang suami yang sangat pengertian.
Diamku
di rumah membuatku merasa tidak berguna. Meski segala pekerjaan di rumah sudah
kulakukan semua, tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati ini. Apa yang harus kulakukan, Tuhan? Andai Kau
beri aku seorang anak, mungkin kejenuhan ini bisa terobati …. Astaghfirullah …..
Kenapa aku jadi berandai-andai begini?
Kucoba
kutepis rasa itu. Aku tidak boleh memaksa Tuhan untuk mengaruniaiku seorang
anak. Mungkin ini memang belum waktunya bagiku untuk momong anak. Aku yakin, rencana Allah lebih baik buatku. Lagi pula,
suamiku tidak terlalu menuntutku untuk segera mengandung bayi. Suamiku baik,
dan bagiku itu sudah cukup. Tapi, kenapa aku masih saja gelisah tak menentu?
“Mas,
aku bosan dengan pertanyaan orang-orang di sekitar kita. Mereka selalu
menanyakan kapan kehamilanku. Aku jadi malas keluar rumah ….” kataku pada suami
tercinta. Lagi-lagi suamiku hanya tersenyum dan menjawab lembut,
“Itu
tandanya mereka perhatian sama Ade ….”
“Kok
perhatian? Bukannya itu menyinggung perasaanku?” jawabku dengan kerut di
kening.
“Justru
kalau mereka diam saja, itu tandanya mereka masa bodoh dan tidak mau tahu ….
Positif thingking lah! Ok?” goda suamiku. Aku pun hanya menyunggingkan bibirku
sedikit. Duh, suamiku memang selalu
mengerti keadaanku.
Tapi
aku semakin tidak tahan dengan keadaan ini. Aku harus menyibukkan diri! Aku
tidak boleh membiarkan otakku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak jelas
juntrungannya. Lagi-lagi aku bertanya sendiri kapan aku bisa hamil dan punya
anak. Hufft! Membosankan!
Entah
dapat ide dari mana, tiba-tiba aku berkeinginan untuk kuliah lagi. Bukankah
dengan kuliah dan banyak berpikir tentang ilmu membuatku menjadi lebih baik?
Hitung-hitung sambil menanti sang buah hati. Aku tak boleh mengisi waktuku
dengan harapan-harapan kosong, yang hanya Allah saja yang tahu kapan hadirnya.
Yup! Aku harus kuliah!
Tekadku
semakin bulat manakala suamiku juga mendukungku. Bahkan ia yang paling
bersemangat mendengar keinginanku. Ia sangat men-support-ku untuk kuliah lagi. Subhanallah …. Suamiku benar-benar
sangat baik. Tak pernah sekalipun ia menentang keinginanku. Ia selalu saja mendukungku.
Aku
pun segera bangkit, menuntut ilmu ke perguruan tinggi. Dengan modal dukungan
suami, tak ada yang susah ‘tuk kulewati. Aku pun kini telah duduk di bangku
kuliah jurusan matematika. Aku senang bukan main. Meski kini ku telah empat
semester di bangku kuliah, suamiku tetap saja baik, tak pernah sekalipun
mengungkit-ungkit kapan punya anak. Ia selalu enjoy, kapanpun dan dimanapun, membuatku tenang menjalani hidup.
-Puput Happy (Futicha Turisqoh)-
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda